Kebijakan BOS tahun 2025 menetapkan bahwa sekurangnya 10% dana harus dialokasikan untuk pengadaan buku, sementara pembelanjaan untuk fasilitas fisik dibatasi maksimal 20%. Secara konsep, kebijakan ini selaras dengan misi peningkatan kualitas pembelajaran. Namun bagaimana dengan sekolah yang kekurangan sarana dasar seperti bangku, papan tulis, atau sanitasi layak? Digitalisasi dan AI memang penting, tapi kebutuhan dasar tak boleh diabaikan.
Kepemimpinan Sekolah dalam Tekanan Regulasi
Dalam kondisi serba terbatas ini, kepala sekolah dituntut menjadi pemimpin visioner yang mampu menetapkan skala prioritas, mengelola anggaran dengan tepat, dan tetap menjalankan tanggung jawab administratif. Namun seringkali kreativitas mereka terhambat oleh rumitnya regulasi dan pelaporan yang menyita energi.
Reorientasi Dana Pendidikan: Dari Kepatuhan Menuju Keberpihakan
Jika benar-benar ingin mencetak generasi unggul, sistem pendanaan pendidikan perlu bergerak dari orientasi administratif menuju semangat keberpihakan. Akuntabilitas tetap penting, tapi jangan sampai membunuh fleksibilitas dan otonomi pengelolaan di tingkat satuan pendidikan. BOS Afirmasi dan Kinerja seharusnya menjadi penopang kemajuan sekolah, bukan sekadar alat kontrol anggaran.
Karena sejatinya, pendidikan bukan tentang anggaran belaka, tapi tentang manusia—tentang siswa, guru, dan kepala sekolah yang berjuang setiap hari di ruang-ruang kelas. Kini saatnya kita perjuangkan dana BOS yang benar-benar adil, hadir tepat waktu, dan menjawab kebutuhan nyata di lapangan.
Disusun oleh Bapak Halinis, S.Si selaku kepala sekolah SMA N 4 Kota Dumai dan Amalia Cintya Nurkomala, S.Pd guru SMA N 4 Kota Dumai Kelas Jauh Batu Teritip juga sebagai Mahasiswa Pascasarjana Lancang Kuning University semester 3 tahun 2025.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI