Mohon tunggu...
Amalia Agustin
Amalia Agustin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Fakultas Ekonomi Prodi Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Santri untuk NKRI

21 Oktober 2021   12:58 Diperbarui: 21 Oktober 2021   13:00 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Santri 1 kata sederhana penuh makna. Santri adalah orang - orang yang dipilih oleh Allah SWT menjadi orang - orang yang mulia. Karena santri adalah orang - orang yang sedang berusaha untuk selalu mendalami ilmu-ilmu Allah, karena santri adalah orang - orang yang sedang berusaha untuk senantiasa menaati perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Oleh karena itulah santri dipiih oleh Allah SWT menjadi orang - orang yang mulia.

Allah SWT berfirman yang artinya "tidak sama orang - orang yang berilmu dan orng-orang yang tidak berilmu. Karena orang - orang yang berilmu selalu bisa membedakan mana halal mana haram, mana baik mana buruk. Orang - orang yang beilmu selalu bisa mengaplikasikan ilmunya dalam setiap keadaan dalam waktu lapang maupun sempit, kaya atau miskin, suka atau duka.''

Abuya Sayyid Muhammad Al Maliki Al Hasani berkata dalam maqolahnya yang artinya "Keluhuran terdapat pada ilmu, sehingga keluhuran manusia tergantung pada seberapa besar kapasitas keilmuan yang dimilikinya. 

Dan keluhuran suatu bangsa tergantung pada seberapa besar kapasitas keilmuan yang dimiliki oleh penduduk-penduduknya. Oleh karena itu, semakin banyak orang beilmu dalam suatu negara maka semakin besar pula kesempatan negara tersebut untuk terus menjadi negara yang maju, maju dan maju. 

Ketika santri sudah memiliki ilmu kemudian beramal dengan ketaatan, maka inilah titik dimana negeri membutuhkan generasi-generasi santri untuk bersama mengayomi negeri dan menjaga keutuhan NKRI. 

Sayyid Muhammad Al Maliki berkata pula dalam maqolahnya "Dan derajat ada pada ketaatan.'' Sebagai seorang santri yang ketika di pesantren bukan hanya diajarkan mengaji tetapi juga mengabdi, maka tentulah santri harus terus menjunjung tinggi nilai-nilai khidmah dengan Lillah. Berkhidmah dengan apapun yang bisa dikhimahkan, dengan akalnya, tenaganya, fisiknya atau dengan hartanya tanpa melupakan prinsip "Wal Barokah fil Khidmah'' Dan keberkahan ada pada khidmah.

Ketika seorang santri sudah berkhidmah dengan apapun dan dengan setulus-tulusnya maka disinilah titik dimana pondasi kejujuran sudah tertanam dengan baik. Mereka para santri tidak akan pernah tumbang kala dicaci, tidak akan pernah terbang kala dipuji, tidak akan pernah marah kala di maki, tidak akan pernah frustasi tanpa gaji. Karena mereka tau bahwa yang mereka makan adalah nasi bukan dasi atau kursi

Allah SWT berfiman yang artinya ''Kerusakan-kerusakan yang ada di bumi baik di daratan maupun lautan tak lain hanyalah karena ulah manusia itu sendiri. Dan manusia tidak akan berada dalam kerusakan apabila ilmu agama mereka pegang dengan erat.'' Apabila seorang santri sebagai orang yang berilmu hanya diam dan membatu dan tidak ikut serta untuk tampil bersama-sama membangun negeri, maka bukan hal yang mustahil jika keutuhan NKRI terancam. 

Maka disinilah titik dimana santri adalah harapan terbesar masyarakat. Ditengah hiruk pikuk Indonesia yang penuh dengan kesalahfahaman maka santri adalah harapan terbesar bangsa untuk selalu menebar kedamaian untuk menuju Indonesia yang selalu berada dalam keharmonisan.

Tatkala ilmu agama telah mewabah dan pemerintah berperilaku sesuai amanah dan rakyat tak pernah beradu salah, maka inilah terciptalah suatu kedamaian, suatu keimanan menuju suatu baldah. Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghofur.

SEJARAH HARI SANTRI NASIONAL

22 oktober 1945 menjadi saksi atas keberhasilan santri mempertahankan bumi pertiwi. Saat pasukan tentara berseragam tak lagi mampu bertahan, pasukan bersarunglah yang maju merapatkan barisan. Menghadang dn mengusir penjajah meski tanpa senjata berapi setelah resolusi jihad digelorakan oleh KH. Hasyim Asy'ari. 

Para santri turut berjuang demi Indonesia merdeka walau merelakan nyawa sebagai taruhannya. Hanya beberapa pekan setelah proklamasi kemerdekaan, orang - orang Surabaya dan sekitarnya sadar bahwa tentara belanda datang bersama tentara sekutu untuk kembali berkuasa di Indonesia. Diantara orang - orang indonesia yang tidak suka kehadiran militer asing itu terdapat kaum bersarung. Mereka adalah para santri dari pesantren-pesantren tradisional yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama' atau NU. 

Akhir september 1945 atas nama nederlandsch-indische administration Inggris menduduki Jakarta. Beberapa hari sebelum resolusi jihad, Bandung dan Semarang diduduki inggris telah melalui pertempuran hebat. Demikian juga surabaya kedatangan pasukan Inggris disambut dengan gelisah. Sementara itu, pemerintah Republik Indonesia yang baru saja memproklamasikan kemerdekaannya masih menahan diri untuk melakukan perlawanan dan mengharapkan penyelesaian secara diplomatik. Pada 21 dan 22 oktober 1945 delegasi Nahdlatul Ulama atau NU se-jawa dan Madura berkumpul di Surabaya. 

Pertemuan yang dipimpin langsung oleh pendiri NU KH. Hasyim Asy'ari menyatakan perjuangaan kemerdekaan sebagai jihad atau perang suci dan menentang kembalinya Belanda adalah kewajiban setiap muslim atau fardhu 'ain. Dalam pertemuan itu lahirlah apa yang dikenal sebagai resolusi jihad. 

Dalam buku NU, tradisi relasi-relasi kuasa pencarian kuasa baru karya Martin Van Bruinessen mengatakan resolusi jihad merrupakan pengakuan terhadap legitimasi pemerinth republik indonesia sekaligus kritik tertidak langsung terhadap sikap pasifnya. Senada dengan Van bruinessen, zuhairi miswari dalam bukunya berjudul Hadratus Syaikh Hayim Asy'ari mengatakan resolusi jihad itu memberi rangsangan motivasi yang amat kuat kepada para pemuda Islam untuk berjihad meembela negara.

Resolusi jihad mempunyai dampak besar di Jawa Timur. Pada hari-hari berikutnya para santri bertempur dan menentang kedatangan pasukan tentara sekutu ke Jawa Timur. 

Dalam peristiwa tersebut Brigadir Jenderal Mallaby tewas. Hal itulah yang membuat tentara Inggris marah dan kemudian memicu 10 November 1945. Meski sedikit belakangan, resolusi jihad 22 Oktober 1945 akhirnya dikenal sebagai Hari Santri Nasional. Presiden Joko Widodo menetapkannya secara resmi pada tahun 2015.

BERSAMA SANTRI MEMBANGUN NEGERI. NDEREK KYAI SAMPAI MATI!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun