Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Asal Tahu Diri Berdisiplin

3 Juli 2021   12:53 Diperbarui: 3 Juli 2021   13:00 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS.COM/ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR)

Kini mulai diberlakukan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat hingga 20 Juli mendatang. Delapan belas hari. Perlu Presiden Joko Widodo sendiri yang mengumumkannya (1/7). Mengapa perlu dia? 

Kenyataan dalam PPKM Mikro yang dilakukan oleh masing-masing daerah beberapa waktu lalu, jangankan warganya yang tidak mematuhi, malahan beberapa pimpinan (kepala) daerahnya yang melanggar sendiri penerapan protokol kesehatan (prokes). 

Seperti mengadakan pesta sesuatu acara  menjadi penyebab kerumunan dan banyak tidak bermasker, sehingga berdampak krisis tempat tidur/ruangan perawatan di rumah-rumah sakit, menyebabkan sangat melelahkan dan membosankan para tenaga kesehatan, menambah sempitnya lahan pemakaman dan menghabiskan tenaga pemakam jenasah. 

Di salah satu makam di Jakarta, semalam harus menguburkan 150 jenasah! Dua cucu saya yang menjadi dokter/spesialis di Surabaya merasa kewalahan membludaknya jumlah pasien. 

Korban covid-19 minggu lalu saja berjumlah 2.228.936 dan meninggal 59.534 orang. Menyedihkan, karena tenaga kesehatan meninggal sejak covid-19 merebak berjumlah 402 dokter, 43 dokter gigi, 334 perawat, 25 tenaga laboratorium. 

Negara kita nomor 7 didunia terbanyak penderita covid-19. Kenyataan  ada masyarakat yang 'susah' memahami, apalagi menerapkannya, ketentuan yang dikeluarkan Pemerintah dan para ahli demi kemaslahatan masyarakat menghadapi covid-19. 

Maklum, pemikiran  kolot, sikap 'tradisional' diiringi otak kurang cerdas, menjadikan mereka banyak melanggar PPKM Mikro lalu, meski lokasi-lokasi tertentu dijaga Polisi, TNI dan Satpol PP. 

Namun para petugas itu manusia-manusia yang berdaya tenaga terbatas, sehingga sering juga kendor penjagaannya. Kalaulah "meledaknya" jumlah penderita,-- terlebih kini terdapat 168 varian baru covid-19, 55 darinya penyerang anak-anak,-- sebenarnya sudah diprediksi sebelum liburan panjang Lebaran. 

Sebelumnya sudah dilarang Pemerintah untuk mudik, bergerombol dan lain-lain. Namun kesemuanya masih "bobol' oleh mereka yang menganggap mudik, berpesta, berziarah dengan bergerombol di Lebaran itu hal wajib. 

Jadi, kalau saja penderita baru covid-19 itu ialah mereka yang nekad mudik/dimudiki atau bergerombol antara lain berziarah, tak apalah. Itu adalah hasil dari pemikiran kolot, sikap tradisional dan kurang cerdasnya otak tadi. Namun mereka yang tidak melakukan hal-hal tadi juga terinfeksi, kan kasihan.

Kalaulah Presiden sendiri mengeluarkan PPKM Darurat buat Jawa dan Bali (berpenduduk padat dan terjadi peningkatan virus), yang wajib diikuti akitivitas kepala- daerah masing-masing, tentulah berharap bisa menurunkan kenaikan-angka itu serendah-rendahnya. Sisanya bisa dihilangkan.

Belajar dari pengalaman PPKM Mikro oleh banyak Pemda, para pengamat sosial-politik menganggap masih terdapat kelonggaran ataupun tidak merata. 

Malahan ada anggapan Pemerintah atau Pemda tidak tegas. Termasuk aparat keamanan yang berjaga untuk keperluan tersebut. Pengobrak-abrik pos penjagaan kesehatan di Jembatan Suramadu, Surabaya, oleh oknum-oknum warga kabupaten Bangkalan, Madura, disusul demonstrasi ke Kantor Pemkot Surabaya, ternyata tidak diiringi penindakan tegas. 

Terkecuali penangkapan provokatornya, yang kini entah bagaimana kelanjutannya. Saya pernah (13/5) menyusuri jalan-tol Surabaya-Probolinggo kemudian berbelok ke jalan raya  Probolinggo-Jember pp., meski menyiapkan hasil swab dan lain-lain, namun semua pos penjagaan kosong petugasnya.

     Banyak pelajaran dari PPKM Mikro hendaknya dijadikan tuntunan menjalankan penjagaaan dan tingkat ketegasan mereka yang bertugas. Namun mereka harus dilengkapi aturan hukum yang sudah ditentukan. 

Masalahnya, Pemerintah Pusat benar-benar kebingungan dan butuh ketegasan penekanan terhadap pagebluk covid-19. Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, yang dikenal tegas tindakannya itu ditetapkan sebagai Ketua PPKM Darurat oleh Presiden, kira-kira dianggap bakal bertindak tegas terhadap pimpinan daerah atau aparat pemerintah yang loyo atau berbelot terhadap ketentuan PPKM. 

Bagi petugas keamanan, keputusan lock-down itu memang berat. Makan pikiran dan fisik. Tapi itulah tugas. Asalkan jangan 'hangat-hangat tahi ayam' saja!

Kerugian-demi-kerugian sementara bakal diderita banyak kalangan pengusaha/ perdagangan. Apakah pertokoan, ritel, sampaipun restoran/warung, transportasi dan lain-lain. 

Tetapi begitulah pengorbanan demi kesejahteraan bangsanya sendiri. Kalaulah keserempakan berdisiplin mematuhi apa yang sebenarnya ditentukan oleh PPKM Darurat itu, kiranya bahaya merebaknya covid-19 berikut puluhan variannya itu, bisa kita hambat dan kalahkan. 

Jadi, asal kita tahu berdisiplin. Atau sudah hilangkah semangat joang bangsa ini oleh pola kehidupan sekarang yang dipengaruhi oleh politik, budaya, duit dan ajaran kepercayaan yang datang dari luar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun