Di situlah kiranya UU PKS yang dalam bentuk RUU itu memuatkan masalah penanganan secara meluas dampak kejahatan tersebut. Jadi, semestinya yang "berontak" adalah dari Komisi Nasional Perempuan, kalaulah para anggotanya punya nyali dan kekuatan sebagai kaum wanita Indonesia yang terhormat.
Mengapa terarah pada perlunya "kekuatan" para wanita dalam kasus demikian? Tidak lain, korban kejahatan seksual yang terutama berbentuk perkosaan adalah perempuan oleh lelaki. Belum ada diinformasikan sebaliknya.Â
Tahun 2020 masih setengah jalan. Masih bisa topik PKS ditarik kembali ke dalam Prolegnas DPR. Itu kalau para anggota yang menyebut dirinya 'wakil rakyat' itu bijaksana. Terlebih kan ketuanya wanita? Urusan yang dimuat dalam RUU PKS itu boleh dikata 75 % mengenai nasib perempuan Indonesia! Lebih bijak lagi kalau media massa cetak, elektronika dan instagram ikut mendorong  RUU itu agar dibahas di DPR.