[caption id="attachment_263075" align="aligncenter" width="654" caption="Tiga pasangan calon gubernur Jawa Tengah saat mengikuti Deklarasi Pilgub Jateng Bermartabat dan apel pasukan pengamanan operasi mantap praja candi 2013 di Lapangan Simpanglima, Selasa (07/05/2013). Cawagub Don Murdono yang merupakan pasangan Hadi Prabowo tidak tampak hadir pada acara itu./Admin (KOMPAS.com/PUJI UTAMI)"][/caption] Pemilihan Gubernur/ Wakil Gubernur Provinsi Jawa Tengah akan digelar tanggal 26 Mei 2013. Perhelatan politik di Provinsi ini tentu sangat strategis dalam relasi perpolitikan nasional, karena disamping jumlah pemilihnya sangat besar, peta dan dinamika politik diwilayah ini juga menjadi barometer serta gambaran percaturan politik riil yang terjadi di negeri ini  yang bakal mencapai puncaknya ditahun depan. Karena sangat penting dan strategisnya posisi politik Provinsi ini  semua partai politik sangat berkepentingan menancapkan pengaruhnya melalui investasi politik di kemenangan di Pilgub Jateng. Tiga pasang kandidat Cagub/ Cawagub yang berlaga sejak awal pendeklarasiannya menunjukkan bahwa semua partai politik sangat berkepentingan menempatkan jagoannya sebagai petarung yang tangguh untuk memenangkan pesta demokrasi di Jawa Tengah. Tiga Pasang kandidat yaitu Hadi Prabowo-Don Murdono yang diusung PKS, PPP, PKB, GERINDRA, Hanura dan PKNU, kemudian Bibit Waluyo- Sudiyono yang diusung Partai Demokrat, PAN dan Partai Golkar serta Ganjar Pranowo-Heru Sudjatmoko   yang hanya diusung PDI Perjuangan adalah gambaran betapa persaingan partai politik untuk memenangkan Pilgub Jateng adalah sangat ketat. Semua ini ditempuh karena partai politik berkeyakinan siapapun pasangan yang menang dalam Pilgub ini akan berkorelasi dan berkontribusi langsung pada proyek pemenangan politik nasional di tahun 2014. Pertarungan dalam Pilgub Jateng juga menjadi pertarungan gengsi serta sekaligus aktualisasi ambisi para tokoh/ elit politik di Jakarta untuk menanamkan pengaruhnya di daerah. Setidaknya ada tiga tokoh politik di Jakarta yang diperkirakan memainkan peran penting di Pilgub Jawa Tengah yaitu Megawai, SBY dan Prabowo Subianto yang masing-masing memiliki jago sendiri-sendiri. Megawati bersama seluruh kekuatan PDI-P dipastikan akan menggerakkan segala potensinya untuk memenangkan Pilgub Jateng ini karena wilayah ini menjadi basis kekuatan terpenting bagi partainya untuk memenangkan pertarungan politik secara nasional. Militansi ini diperkuat dengan keberanian PDI-P untuk mencalonkan kadernya sendiri sebagai calon Gubernur   sebagai perlawana terhadap kekuatan incumbent yang dianggap telah 'mbalelo' dari garis dan ideologi politiknya. Hal ini beralasan karena Bibit Waluyo yang sekarang maju melalui koalisi Partai Demokrat, Golkar dan PAN pada Pilgub tahun 2008 adalah maju melalui PDI-P dan menang dalam 1 putaran. Menghadapi mesin politik PDI-P yang solid, maka SBY tampaknya tidak mau kalah, dirinya justru lebih cepat menggaet Gubernur Jateng Bibi Waluyo untuk diusung menjadi kandidatnya. Kubu SBY seperti biasanya tampak lebih suka mengusung calon incumbent demi mengimbangi kekuatan calon dari partai lain agar lebih mudah memenangkan kompetisi politik dalam Pilkada. Hal ini ditempuh karena dirinya sadar bahwa mesin partainya tidak semilitan, setangguh dan sesolid PDI-P. Ditengah pertarungan yang berhadap-hadapan itulah muncul Hadi Prabowo (Sekda Jateng) yang diusung partai-partai menengah di Jateng, setelah di detik-detik terakhir dirinya 'gaga'l memperoleh rekomendasi dari PDI-P. Kandidat ini awalnya bergerak cukup progresif, namun setelah partai penyokong utamanya yaitu PKS terus digulung badai dugaan korupsi impor sapi tampaknya keberadaannya kian melemah. Walaupun pasangan ini didukung oleh Prabowo Subianto tampaknya pamornya semakin meredup yang terlihat dari setiap debat kandidat yang terkesan tidak siap dan tidak menguasai materi. Berdasarkan gambaran itu, maka Pilgub Jateng di detik-detik terakhir lebih menjadi aktualisasi pertarungan gengsi Megawati Vs SBY. Hal ini sangat beralasan karena keduanya memiliki ambisi dan kepentingan paling dominan, dimana SBY ingin menujukkan kekuatannya sebagai pemimpin tertinggi di negeri ini yang kekuatannya masih efektif dan menyebar rata di berbagai daerah sebagai syarat mutlak agar dominasi politiknya tetap aman dimasa depan. Besarnya gengsi politik Megawati sebagai simbol tokoh oposisi juga akan ditunjukkan di Pilgub Jateng yang menjadi basis kekuatan terbesar PDI-P di Indonesia. Jika Pilgub Jateng berhasil dimenangkan kadernya maka dirinya dapat berhasil menjaga kekuatan politik utamanya serta semakin memompa mentalitas politiknya dengan semakin optimis untuk menang dalam kompetisi politik di tingkat nasional. Terhadap besarnya gengsi dan ambisi politik itu, maka kandidat keduanya memiliki peluang yang relatif sama. SBY dengan kandidat utamanya yang incumbent tetap merasa sangat yakin menang karena sebagai Gubernur aktif akan lebih memiliki keleluasaan untuk memobilisasi berbagai potensi dan dukungan masyarakatnya. Namun demikian, Cagub ini juga memiliki kelemahan yang cukup riskan yang selama ini menonjol yaitu sering berkonfrontasi dengan sebagian Bupati/ Walikota, gaya komunikasinya cendrung buruk serta terlihat tampak arogan, terutama saat berhadapan dengan Jakowi. Walaupun sebagai incumbent, Bibit Waluyo bukanlah kader partai politik pengusungnya sehingga dikawatirkan 'militansi' dari kader-kader PAN, Demokrat dan Golkar akan sulit mencapai puncaknya dalam mendukung kandidat ini. Optimisme juga sangat tampak di Kubu PDI-P yang mengusung kadernya sendiri yaitu Ganjar Pranowo. Dengan mengusung kader sendiri maka PDI-P memiliki keuntungan untuk semakin mensolidkan barisan dan semakin memompa militansi kadernya untuk memenagkan Pilgub. Ganjar Pranowo yang menjadi kandidat termuda tentu lebih diuntungkan dengan lebih bisa menyimbolkan serta memobilisasi dukungan dari kaum muda. Ganjar juga menjadi pilihan alternatif ditengah pertarungan antara sang Gubernur dan Sekdanya sehingga dirinya lebih leluasa untuk 'mengoreksi' berbagai kekurangan pembangunan di Provinsi jawa Tengah. Ganjar juga memiliki keuntungan khusus karena didukung oleh partai pemenang di Jawa Tengah yang semakin solid dan kader-kadernya cenderung militan. Dukungan ini membuat dirinya semakin diunggulkan ketika Jokowi secara terang-terangan terus berkampnye dan turun langsung mendukung dirinya di Pilgub ini. Keberadaan Jokowi yang selama ini menjadi idola masyarakat Jateng dan popularitasnya sangat tinggi, posisinya pernah dilecehkan (dizalimi) oleh Bibit Waluyo terutama saat dirinya menjadi Walikota Solo. Itulah potret Pilgub Jateng yang sesungguhnya, dimana yang sangat dominan adalah pertarungan gengsi politik Mega Vs SBY. Dua tokoh politik sangat berkepentingan, sehingga jika Pilgub akhirnya hanya berlangsung 1 putaran maka Ganjar atau Bibit adalah yang lebih berpeluang untuk tampil menjadi pemenangnya.