Mohon tunggu...
Alya Farah
Alya Farah Mohon Tunggu... Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga | 24107030087

Mahasiswi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Bertahan Hidup Dengan Mi Instan

13 Juni 2025   00:32 Diperbarui: 12 Juni 2025   23:24 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Mi Instan (id.pinterest.com)

Bagi jutaan anak kos, mahasiswa perantau, dan para pejuang tanggal tua di seluruh Indonesia, mi instan bukan sekedar makanan. Ia adalah pahlawan, sahabat setia, dan solusi cepat di saat darurat. Murah, praktis, dan mari kita akui rasanya luar biasa nikmat. Namun, di balik setiap seruputan kuah gurih dan kunyahan mi yang kenyal, ada sebuah pertanyaan yang selalu menghantui "Sebenarnya, ini aman nggak sih?"

Jawabannya kompleks. Mengandalkan mi instan setiap hari jelas bukan pilihan bijak. Ia adalah bom kalori padat garam namun miskin nutrisi penting seperti serat, vitamin, dan protein. Konsumsi berlebihan dalam jangka panjang dapat membuka pintu bagi masalah kesehatan seperti tekanan darah tinggi dan risiko penyakit jantung.

Tapi, mari kita realistis. Menyingkirkan mi instan sepenuhnya dari kehidupan bukanlah opsi yang memungkinkan bagi banyak orang. Jadi, alih-alih melarang, mengapa kita tidak belajar untuk "menaklukkannya"? Inilah panduan bertahan hidup untuk mengubah mi instan dari sekedar pengganjal perut menjadi hidangan yang lebih manusiawi dan aman.

Langkah 1: Pemberontakan Terhadap Bumbu

Anggaplah bumbu sachet itu sebagai sumber kekuatan sekaligus kelemahan terbesar mi instan. Di dalamnya terkandung garam (natrium) dalam jumlah yang sangat tinggi, seringkali memenuhi lebih dari 70% kebutuhan harian kita dalam satu bungkus.


Lakukan pemberontakan. Jangan pernah menuangkan seluruh isi bumbu. Mulailah dengan menggunakan setengahnya saja. "Tapi rasanya jadi hambar!" Tenang, anda bisa menjadi peracik rasa anda sendiri. Tambahkan sedikit lada bubuk, sejumput kaldu jamur, atau beberapa tetes kecap manis dan saus sambal. Anda tetap mendapatkan rasa, namun dengan kontrol penuh atas asupan garam.

Langkah 2: Wajib Lapor Sumber Protein

Mi instan pada dasarnya adalah lautan karbohidrat. Untuk membuatnya lebih mengenyangkan dan bernutrisi, anda butuh sekutu protein. Ini adalah langkah yang akan membuat perbedaan besar pada tingkat energi anda.


Tidak perlu bahan mahal. Pahlawan termudah dan termurah adalah sebutir telur. Ceplok, rebus, atau aduk langsung ke dalam kuah mendidih untuk membuat egg drop soup ala kadarnya. Punya stok lebih? Beberapa potong tahu atau tempe yang diiris tipis dan ikut direbus bersama mie bisa menjadi tambahan yang fantastis. Bahkan beberapa butir bakso atau seiris sosis yang tersisa di kulkas bisa menyelamatkan gizi makanan Anda.

Langkah 3: Inovasi Sayuran

Inilah misi yang sering diabaikan. Mi instan adalah gurun nutrisi, dan tugas anda adalah mengubahnya menjadi oasis. Sayuran adalah sumber serat, vitamin, dan mineral yang akan menyeimbangkan komposisi makanan anda.


Lakukan inovasi. Selembar sawi atau pokcoy yang layu di kulkas pun bisa menjadi pahlawan. Potong-potong dan masukkan di menit-menit terakhir perebusan mie. Tauge, irisan kol, atau bahkan daun bawang yang diiris tipis bisa memberikan tekstur renyah dan kesegaran. Ini adalah cara termudah untuk mengatakan pada tubuh anda, "Aku peduli padamu, meski hanya bermodal tiga ribu rupiah."

Langkah 4: Ritual Sakral Air Rebusan Kedua

Anda mungkin pernah mendengar mitos tentang lapisan lilin pada mi instan. Terlepas dari kebenarannya, membiasakan diri membuang air rebusan pertama adalah kebiasaan baik yang mudah dilakukan. Air rebusan pertama seringkali lebih keruh dan mengandung lebih banyak lemak serta zat pengawet yang larut dari mi.


Jadikan ini sebuah ritual. Rebus mi hingga setengah matang (sekitar 2 menit), angkat dan tiriskan. Buang air rebusan pertama. Kemudian, masak kembali mi dengan air panas yang baru hingga matang. Mungkin terasa sedikit lebih merepotkan, tetapi ini adalah langkah kecil dengan dampak besar untuk mengurangi asupan zat-zat yang tidak diperlukan tubuh.

Pada akhirnya, bertahan hidup dengan mi instan bukan berarti pasrah pada keadaan. Ini adalah tentang kecerdasan dan kreativitas dalam keterbatasan. Dengan beberapa trik sederhana mengurangi bumbu, menambah protein dan sayuran, serta mengganti air rebusan, anda tidak lagi hanya sekedar makan untuk kenyang. Anda sedang merancang makanan yang lebih baik.

Jadi, untukmu para pejuang tanggal tua, teruslah berjuang. Nikmati mi instan anda, tetapi nikmatilah dengan lebih cerdas. Anda bukan hanya korban keadaan, anda adalah seorang koki kreatif yang mampu mengubah hidangan paling sederhana sekalipun menjadi sesuatu yang lebih berharga bagi tubuh anda. Selamat makan, dan semoga gajian segera tiba.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun