Mohon tunggu...
Sosbud

Kembalikan Papua Kami!

10 Desember 2017   17:06 Diperbarui: 10 Desember 2017   17:17 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pulau Misool, Papua Barat (sumber: http://www.papuatrips.com/)

              Indonesia terkenal dengan bentang alamnya yang sangat indah terutama di Pulau Papua. Salah satu pulau di Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang melimpah hingga tak terhitung jumlahnya. Namun, singkat kata, semua kekayaan itu "dirampas" oleh mereka yang bukan berasal dari pribumi sejak pemerintah Orde Baru "menjual" Papua ke Amerika Serikat dengan harga yang tak seberapa karena kekosongan kas negara saat itu. 

Dan kesempatan itu diambil oleh sebuah perusahaan pertambangan tembaga, emas dan perak di Amerika Serikat yaitu PT Freeport-Mc Moran Copper & Gold Inc. Mereka membuat perusahaan dalam bidang yang sama di Papua, yaitu PT Freeport Indonesia. Dahulu, perusahaan ini meminta izin untuk menambang tembaga kepada masyarakat Papua yang dimana mereka tidak tahu kalau menambang tembaga akan mendapatkan emas juga.

              Menurut salah satu surat kabar elektronik,pekerjanya sebanyak 12.000 orang dan memiliki areal tambang seluas 10.000 hektar. Perusahaan tersebut membagi sahamnya kepada tiga pihak. Namun, tidak sebanyak yang kalian pikirkan. PT Freeport-Mc Moran Copper & Gold Inc mendapatkan bagian yang paling besar sebesar 81,28%, Indonesia hanya mendapatkan sebagian kecil yaitu sekitar 9,36%, dan begitupula PT Indocopper Investama. Karena, Indonesia tidak mengolah hasil dari tambangnya tersebut. 

Menurut salah satu surat kabar elektronik, pemerintah berusaha untuk menguasai tambang Garsberg, salah satu tambang yang dikelola oleh PT Freeport Indonesia, karena tambang tersebut merupakan tulang punggung dari bisnis perusahaan tersebut. Namun, usaha pemerintah pun belum berhasil karena PT Freeport Indonesia tidak akan menyerahkan markasnya kepada Indonesia. Dan PT Freeport Indonesia juga enggan mengubah statusnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sehingga pemerintah Indonesia belum dapat berhasil melakukan diverstasi atau pengurangan sebagian saham mereka sebesar 51%.

PT Freeport (sumber: http://elsam.or.id/)
PT Freeport (sumber: http://elsam.or.id/)
              Selain pembagian saham yang tidak merata, PT Freeport Indonesia juga berdampak buruk bagi lingkungan Papua. Semenjak Ersberg ditemukan, mereka mengekplorasi alam Papua hingga membuat lubang yang besar di daerah Timika. Setelah Ersberg, mereka membuat tambang lagi yaitu Garsberg. Menurut salah satu surat kabar elektronik,Garberg adalah tambang emas terbesar pertama di dunia dan tambang tembaga terbesar ketiga di dunia. Maka dari itu, PT Freeport tetap bersikeras untuk memertahankan wilayahnya tersebut. Dikutip dari data PT Freeport Indonesia, cadangan tambang yang digarap mereka sebanyak 2,27 miliar ton bijih. 

Jumlah yang sangat banyak dan cukup untuk membuat sebuah lubang yang sangat besar di Papua. Lubang di Garsberg lebih besar dibandingkan Ergberg. Menurut Andreas Meiki, mahasiswa Kriminologi UI, matinya sungai Aijkwa, Aghawagon, dan Otonoma menjadi salah satu bukti dari dampak eksplorasi PT Freeport Indonesia. Kita tahu sungai-sungai di Papua merupakan sumber kehidupan di sana. Selain manusia, tumbuhan dan hewan pasti membutuhkannya. Penduduk yang paling terancam terkena dampak buruknya yaitu mereka yang tinggal di Taman Nasional Lorentz. Karena, PT Freeport Indonesia membuang limbah (tailing) di bagian barat taman nasional tersebut.

              Menurut Badan Eksekutif WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), forum organisasi lingkungan hidup non-pemerintah terbesar di Indonesia, kurang lebih 13 ribu hektar rusak akibat tailing dan pembangunan jalan. Tak terhitung banyaknya hutan mangrove yang rusak akibat pembangunan perlabuhan dan pembangkit listrik. 

Kawasan alpin yang hilang untuk selamanya karena menjadi tempat tumpukan limbah. Lebih dari 4 miliar ton batuan yang bersifat asam tertumpuk di kawasan lembah Cartenz dan Aghawagon. Tim Audit Lingkungan PT Freeport Indonesia menemukan tanda-tanda telah terjadinya aliran air asam tambang. 

Dari kerusakan lingkungan sekitar tambang seperti hutan, sungai, dan lain-lain pasti berdampak pada keadaan ekologi di sekitarnya. Flora dan fauna yang tinggal di lingkungan tersebut pasti merasa tidak nyaman akibat eksplorasi yang dilakukan PT Freeport Indonesia. Terutama di danau, kehidupan air tawar terancam karena tailing. Perusakan dan pencemaran habitat terjadi di sepanjang sungai secara langsung berbahaya bagi ekosistem danau. 

Organisme danau membutuhkan sinar matahari dan menyaring makanan mereka. Tembaga juga dapat menghambat inang ikan. Uji tingkat racun dan peresapan biologis yang dilakukan WALHI mendapatkan hasil bahwa sebagian besar tembaga yang larut pada air sungai yang terserap oleh makhluk hidup disana mengandung racun. Selain fauna, flora disekitar lingkungan PT Freeport Indonesia juga terkena dampaknya.

 Tumbuhan tersebut menyerap beberapa hasil tailing  yang konsentrasinya melebihi batas standar phytotoxity. Hal ini berdampak racun bagi tumbuhan. Pengujian dan pengambilan sampel yang dilakukan WALHI menunjukan bahwa tanaman yang tumbuh di daerah tailing mengalami penumpukan logam berat pada bagian jaringan. Hal ini menimbulkan bahaya bagi makhluk hidup di hutan yang memakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun