Mohon tunggu...
Alvitus Minggu
Alvitus Minggu Mohon Tunggu... Dosen - laki-laki

jangan menyerah sebelum bertarung

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pilkada, Penguatan Demokrasi Lokal

27 Mei 2020   21:42 Diperbarui: 27 Mei 2020   21:54 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

By: Alvitus Minggu

Pilkada merupakan institusi sekaligus praktik riil demokrasi lokal. Konsep ini lahir sebagai bentuk reaksi atas ketidakpuasan publik terhadap sistem pemilihan kepala daerah, yang sebelumnya dipilih DPRD. 

Sistem tersebut memiliki dasar hukum yang kuat sebagaimana dalam penjelasan pasal 18 ayat 4 UUD 1945 disebutkan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah propinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. 

Sedangkan pasal 1 ayat 2 menyebutkan kedaulatan ada di tangan rakyat. Pasal tersebut rupanya membawa angin segar bagi perpolitikan di Indonesia bahwasanya masyarakat memberi kebebasan untuk berpartisipasi langsung memilih pemimpin politik tingkat lokal. 

Sistem ini sebagai bentuk keseriusan negara yang mengandung nilai kebebasan, di mana semua anggota konunitas politik mempunyai kedudukan yang sama dalam memberikan hak politik untuk memilih para calon pemimpin politik daerah sebab kebebasan merupakan hak dasar yang diberikan Tuhan kepada manusia yang tidak boleh diabaikan begitu saja. Oleh karena itu, negara harus melihat secara jujur hak-hak dasar yang dimiliki manusia sebagai mahluk Tuhan.

Secara konsep, pilkada merupakan bagian dari perluasan pemahaman demokrasi langsung disebabkan muncul adanya peningkatan budaya politik yang ditopang semangat reformasi tahun 98, yang didesain untuk perimbangan kekuasaan politik antara pusat dan daerah. 

Dengan demikian pemerintah daerah mempunyai ruang kebebasan untuk hidup mandiri secara politik. Kemandirian tersebut, salah satunya adalah daerah mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Dengan tujuan untuk mengatur rumah tangganya sendiri sehingga konsep pembangunan daerah dapat berjalan sebagaimana mestinya tanpa harus selalu bergantung kepada pemerintah pusat. 

Di balik itu, tentu dapat diharapkan agenda pilkada bisa membawa dampak positif secara signifikan bagi perubahan dan kemajuan pembangunan daerah baik fisik maupun non fisik. Oleh karena itu untuk mengatur daerah  diperlukan calon kepala daerah yang memiliki kompetensi, sebagaimana dalam penjelasan teori "Rousseau" mengakui bahwa penciptaan pemerintahan menuntut keterampilan dan kemampuan besar serta telah memenuhi syarat untuk menjalankan tugas tersebut. 

Untuk mengatasi hal itu ia mencoba mendorong agar pemegang hak ini haruslah orang yang sangat jenius, seorang ahli yang bisa menyusun konstitusi yang cocok dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat (Schmandt, 2002:404). Teori tersebut sangat sulit diikuti partai politik karena parpol tidak memiliki budaya untuk mendukung para calon kepala daerah yang memiliki kompetensi secara akademik melainkan  parpol lebih cenderung memprioritaskan calon kepala daerah yang berbasis kekuatan material.

Kencederungan seperti itu, justru banyak sekarang calon kepala daerah muncul dari kalangan politisi dadakan yang hanya bermodal kartu anggota partai dan bermodal material. 

Mereka mendapatkan kartu anggota pada saat menjelang maju sebagai calon kepala daerah dan bukan politisi yang telah lama bergabung dalam struktur di partai politik atau kader parpol yang telah memenuhi syarat berdasarkan ketentuan hukum partai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun