Mohon tunggu...
alvin yesaya
alvin yesaya Mohon Tunggu... Freelancer - Pengamat Kemaritiman, pendidikan, dan literatur. Coastal Engineer

Pengamat Kemaritiman, pendidikan, dan literatur. Coastal Engineer. Jalasveva Jayamahe

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Reklamasi Jakarta, Benar atau Salah?

24 April 2016   19:45 Diperbarui: 4 April 2017   18:27 1035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="Proyek reklamasi Teluk Jakarta di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (9/4/2016). (Sumber gambar: kompas.com)"][/caption]Akhir-akhir ini negara kita sedang ramai pemberitaan mengenai reklamasi Jakarta. Pro dan Kontra tentang reklamasi pun menjadi perbincangan hangat karena terusutnya kasus suap reklamasi Teluk Jakarta dari pengembang properti ke anggota DPRD. Permasalahan reklamasi teluk Jakarta dilanjutkan atau tidak menjadi perdebatan hangat di berbagai media. Semua tokoh dan masyarakat mengemukakan pendapatnya, mulai gubernur, DPRD, pengembang, kementerian, LSM lingkungan, praktisi dan ahli reklamasi, ahli hukum, politikus, dan nelayan. Semua masing-masing memiliki perspektif mengenai reklamasi. Pertanyaan semua orang yang mengamati dan melihat perbincangan ini hanya satu, "Reklamasi Jakarta, benar atau salah?" Pemerintah pun akhirnya memutuskan melakukan moratorium terkait pekerjaan reklamasi ini.

Saya ingin membahas reklamasi tidak dari segi politis ataupun ekonomis, tetapi lebih kepada aspek teknis dan lingkungan. Reklamasi berasal dari turunan kata kerja bahasa Inggris reclaim yang berarti 'mengambil kembali'. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan orang/kelompok dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan yang ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi. Reklamasi pantai berdampak terhadap aktivitas sosial, lingkungan, hukum, ekonomi, dan memacu pembangunan sarana prasarana pendukung lainya. 

Dengan adanya reklamasi, diharapkan kebutuhan lahan terpenuhi, namun di sisi lain dapat menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan reklamasi misalnya: meningkatkan potensi banjir, pencemaran perairan pantai pada saat pembangunan, permasalahan perpindahan penduduk dan pembebasan tanah serta tergusurnya permukiman nelayan dari kawasan pantai, dan perubahan pola pergerakan sedimentasi.

Ketika melihat kebutuhan lahan, jelas Jakarta merupakan wilayah yang sudah padat dan kemungkinan membangun kompleks perumahan baru sudah tidak ada lagi. Tentu saja membangun sebuah kompleks perumahan di Jakarta adalah salah satu target semua pengembang karena Jakarta merupakan sentral ekonomi Indonesia. Bayangkan harga jual tanah di Jakarta di sekitar 8 juta per meter bahkan di Menteng mencapai Rp 55 juta per meter, Fantastis bukan? Pengusaha properti mana yang tidak tergiur menjual tanah yang begitu mahal dengan kemungkinan kesempatan dan harga jual yang tinggi. Kota penyanggah Ibu Kota seperti Bekasi, Bogor, Tangerang, dan Depok pun sudah sangat padat. Minimnya lahan yang ada terpaksa para pengembang membuka sebuah "lahan baru" dan pilihan satu-satunya membuka ke atas.

Lalu kalau menguntungkan kenapa tidak pemerintah saja melakukan reklamasi? Alasannya sederhana, karena reklamasi sangat MAHAL. Reklamasi tidak sesimpel menimbun tanah di lokasi yang diinginkan, tetapi membutuhkan perhitungan, bahkan tanah yang ditimbun besarnya lebih dari kedalaman laut karena pasti ada settlement. Pemindahan meterial urugan serta penyemprotan membutuhkan kapal yang tidak murah. Pekerjaan reklamasi ini hanya dapat dilakukan oleh pengembang properti yang besar dan berani. Selain itu, reklamasi ini belum dapat dikerjakan oleh kontraktor lokal Indonesia, karena belum pernah ada yang berpengalaman untuk membuatnya. Kontraktor asal Belanda, Van Oord and Boskalis, terdengar dalam berita sebagai kontraktor reklamasi yang memang sudah terjamin sepak terjangnya. Terlihat sepertinya pihak "asing" diuntungkan dalam proyek ini.

Lalu benarkah reklamasi menimbulkan kerusakan lingkungan sehingga matinya ikan di teluk Jakarta? Tentunya efek reklamasi terhadap lingkungan ini pasti ada, tetapi bukan saat reklamasi sudah jadi, tetapi saat pembangunan reklamasi itulah kemungkinan akan terjadi perusakan biota laut. Tentu saja salah satu syarat yang haurs dilakukan sebelum proyek dimulai adalah menganalisis AMDAL. Pertanyaan utama adalah benarkah masih banyak biota laut hidup di teluk Jakarta?

[caption caption="Sungai di Jakarta Utara, sumber gambar: news.detik.com/berita/2315259/menyusuri-sungai-sungai-hitam-di-jakarta-utara"]

[/caption]Studi tentang kesehatan lingkungan laut teluk Jakarta harus dilakukan, tetapi coba menggunakan logika sederhana dengan mengamati sungai di Jakarta (Anda bisa lihat sendiri bila datang ke sungai yang dekat dengan Ancol), bagaimanakah kondisi sungai tersebut? Laut adalah tempat bermuaranya sungai. Terbayang sungai yang kotor dan penuh dengan limbah, masuk ke dalam laut di teluk Jakarta, dan jumlah sungai yang masuk ke teluk sejumlah 13! Pikirkan apabila 13 sungai dengan kondisi memprihatinkan tersebut masuk ke dalam laut secara terus-menerus. Logika saya mau direklamasi atau tidak tetap saja teluk Jakarta lambat laun akan tercemar parah serta mengakibatkan kerusakan biota dan lingkungan laut.

Para nelayan sebaiknya tidak perlu melakukan demonstrasi untuk menghentikan reklamasi dengan alasan akan tercemarnya air atau rusaknya biota laut, tetapi lebih baik bagi nelayan berjuang untuk mendapatkan sebuah tempat di antara pulau-pulau reklamasi tersebut. Hal ini menjadi sulit karena di satu sisi pengembang tidak akan mau memberikan lahan reklamasinya dengan cuma-cuma. Dibutuhkan kerja sama dengan pihak pemerintah agar terjadi sebuah "kesepakatan" sebagai kompensasi membuat lahan baru di laut. Menurut saya, 17 pulau reklamasi tersebut dapat diberikan  2% total lahan dari setiap pulau untuk kebutuhan nelayan. Tetapi perlu pengawasan dan perjanjian bahwa nelayan ini tidak bisa menjual tanah yang diberikan di pulau tersebut dan menjadi aset pemerintah. Bukankah nelayan lebih untung ketika mendapat lahan pemukiman area reklamasi. Semakin ke utara laut Jakarta ikan yang didapat pun melimpah dan belum ada pencemaran air dari sungai Jakarta

Sebuah lahan baru (reklamasi) yang dibangun ini semakin menimbulkan "keruwetan" di Kota Jakarta karena hal ini berarti akan ada tambahan orang yang bermukim di Jakarta, meskipun yang mampu membeli pastilah hanya orang kaya. Solusi terbaiknya adalah pemerataan ekonomi dengan tidak tersentralisasi di Jakarta. Selama Jakarta menjadi seperti magnet yang menarik minat, baik kaya atau miskin, kebutuhan tempat tinggal akan terus meningkat.

Reklamasi ini akan menjadi sesuatu yang salah apabila hanya dimanfaatkan secara politis untuk menjatuhkan seseorang atau lembaga. Apabila ada indikasi korupsi di dalamnya, haruslah dibasmi dengan tuntas. Hati-hati kepada pihak yang memanfaatkan momentum ini untuk kepentingannya secara pribadi. Reklamasi menjadi benar apabila proyek ini ternyata telah mengikuti peraturan yang berlaku dan adil untuk semua pihak, termasuk nelayan yang secara langsung terkena dampaknya. Semoga negeri kita dapat menyelesaikan permasalahan dengan kepala dingin serta tidak dapat diadu domba oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Jalasveva Jayamahe

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun