Mohon tunggu...
Alvino Ahmad Nurrosiqin
Alvino Ahmad Nurrosiqin Mohon Tunggu... Digital Marketing Specialist

Digital Marketing Specialist dengan keahlian di bidang SEO, copywriting, dan strategi pemasaran digital. Berpengalaman dalam meningkatkan visibilitas bisnis melalui optimasi mesin pencari, periklanan digital, dan strategi konten.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menteri Seribu Alasan - Tabung Gas Menghilang, Bensin Oplosan, dan Nasionalisme Dipertanyakan

28 Februari 2025   15:05 Diperbarui: 28 Februari 2025   15:16 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gak perlu berusaha keras, 2,7 jadi menteri. (sumber: Instagram - motivasikusukses)

Jika ada gelar yang pantas disematkan kepada Bahlil Lahadalia, maka "Menteri Seribu Alasan" adalah yang paling cocok.

Dari langkanya tabung gas LPG 3kg, Pertamax dioplos dengan Pertalite, hingga mempertanyakan nasionalisme rakyat dengan tagar #KaburAjaDulu, semuanya selalu ada alasan.

Tabung Gas Langka, Menteri Santai

Saat rakyat kebingungan mencari tabung gas LPG 3kg yang mendadak langka, sang menteri seakan hanya mengamati dari kejauhan.

Kurangnya pengawasan? Bisa jadi. Tapi tentu saja, beliau punya seribu alasan untuk menjelaskan mengapa rakyat harus tetap bersabar.

Tapi betul juga kata dia, bahwa gas LPG tidak langka tapi proses perubahan dari pengecer menjadi pangkalan atau mungkin "sudah aman" adalah kalimat-kalimat sakti yang sering kali kita dengar, meski realitanya, ibu-ibu di warung masih harus antre panjang dengan harapan mendapatkan tabung gas yang tersisa.

Hingga kemarin ada warta bahwa ada nenek-nenek yang meninggal karena antre. Dan 2 kata sakti yang keluar dari Menteri Seribu Alasan ini “Minta Maaf”.

Betul sekali. Kelangkaan merupakan ketika permintaan lebih banyak dibandingkan dengan stok. Makanya jangan beli banyak-banyak
Betul sekali. Kelangkaan merupakan ketika permintaan lebih banyak dibandingkan dengan stok. Makanya jangan beli banyak-banyak

Bensin Oplosan? Ah, Itu Urusan Siapa?

Selain LPG yang misterius keberadaannya, rakyat juga disuguhi hiburan lain: bensin oplosan Pertalite dicampur Pertamax. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 193 Triliun. Alih-alih pengawasan ketat, kasus demi kasus terus bermunculan, membuat rakyat bertanya-tanya apakah kebijakan energi sedang dikelola seperti bisnis rumahan.

Namun, seperti biasa, ada alasan yang siap dikemas dengan apik: "Bukan dioplos tapi blending", sebagai rakyat jelata pasti akan bertanya “bedanya apa?”.  Ditambah bahwa nggak ada oplosan, semua sudah sesuai dengan standard.

Lucunya, temuan lapangan tidak demikian, dikutip dari BBC News, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar mengatakan, tersangka telah mengimpor bensin dengan RON 90, 88, dan di bawah RON 92. Hasil impor ini dimasukkan dulu ke storage di Merak [Banten] kemudian di-blended (campur). Seletah itu jadi trademark-nya (merek dagang) RON 92.

IPK 2,7 Tapi Jadi Menteri?

Dalam dunia politik Indonesia, tak ada yang mustahil. Bahkan dengan IPK 2,7, seseorang bisa duduk di kursi kementerian strategis.

“Saya jujur IPK 2,7 S1, tapi jadi Menteri juga...” Wah benar sekali sih. Apalagi nilai hanyalah angka tidak akan menjamin seorang akan gagal atau sukses, melainkan kerja keras. IPK 2,7 memang sangat sulit untuk memasuki dunia kerja apalagi di Indonesia. Rata-rata tempat kerja membutuhkan minimal IPK 3,0 selisih 0,3 saja.

Masalahnya kerjanya sebagai apa? Kalau posisi biasa, ya wajar kalau ada standar minimal. Tapi kalau posisinya Menteri? Itu pertanyaan lain. 

Mungkin justru IPK rendah adalah tiket emas untuk jabatan strategis, asalkan memiliki kemampuan berbicara, mencari alasan, dan meyakinkan orang bahwa setiap kesalahan adalah hal wajar yang bisa dimaklumi. Lagipula, bukankah lebih mudah menyalahkan keadaan daripada mencari solusi?

Nah buat para pembaca khususnya mahasiswa, sangat disarankan untuk mendapatkan nilai IPK mendekati 2,7 kalau bisa kurang dan jangan lebih. Siapa tahu Anda menjadi menteri.

Gak perlu berusaha keras, 2,7 jadi menteri. (sumber: Instagram - motivasikusukses)
Gak perlu berusaha keras, 2,7 jadi menteri. (sumber: Instagram - motivasikusukses)

#KaburAjaDulu: Ketika Nasionalisme Dipermasalahkan

Ketika rakyat meneriakkan #KaburAjaDulu, sebagai bentuk kekhawatiran terhadap kondisi negara, Bahlil dengan sigap mempertanyakan nasionalisme mereka.

Ironisnya, justru di tangan pemimpin seperti inilah alasan untuk "kabur dulu" semakin masuk akal. Apakah nasionalisme hanya boleh dipertanyakan oleh mereka yang sedang berkuasa, sementara rakyat yang merasakan dampak kebijakan harus diam saja?

Dari "Raja Jawa" ke Raja Alasan

Tahun lalu, kita mendengar istilah "Raja Jawa" dari mulut Menteri Seribu Alasan. Kini, mungkin gelar yang lebih pas adalah "Raja Alasan." Setiap kebijakan yang bermasalah, selalu ada narasi pembelaan. Setiap kritik yang muncul, selalu ada dalih untuk menangkisnya.

Tapi tenang saja, rakyat pasti paham. Seperti biasa, kita hanya perlu bersabar dan menunggu alasan berikutnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun