Mohon tunggu...
Alvin A
Alvin A Mohon Tunggu... Lainnya - Alvin Adnan Imawan

Mahasiswa Fakultas Hukum

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dinamika Bhayangkara di Tengah Pemerintahan Jokowi

31 Agustus 2020   08:14 Diperbarui: 31 Agustus 2020   08:22 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bertepatan pada hari jadi Bhayangkara ke-74, POLRI mendapat pujian dari Presiden Jokowi atas pengabdian, pengorbanan, dan sumbangsih dalam rangka menjaga keamanan, ketertiban, menegakkan hukum serta dalam memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Namun disisi lain, POLRI juga mendapat kritikan terkait sederat Perwira aktif yang masuk ke tatanan birokrasi Kementrian dan lembaga negara. Disini timbul pertanyaan, apakah Indonesia akan mengulang kembali dwifungsi ABRI pada orde baru? Praktik Dwifungsi sendiri pernah dijalankan pada era Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto dengan cara penempatan perwira aktif di tatanan birokrasi yang tak ada kaitannya dengan bidang keamanan. Sama halnya seperti saat ini, Tanpa banyak disadari publik, sejumlah perwira secara perlahan mulai menduduki sejumlah posisi di kementerian dan lembaga negara.

Tercatat 30 perwira aktif yang menduduki jabatan sipil, hal ini mengindikasikan tidak adanya pemisah antara sektor sipil dan sektor keamanan. Dalam Peraturan Kapolri Nomor 4 tahun 2017 atau UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN dijelaskan ada 11 kementrian/lembaga yang dapat ditempati oleh Polri. Namun apa saja rinciannya tidak termaktub karena diserahkan kepada kebutuhan masing-masing kementerian/lembaga negara.

Bukan Sebagai Alat Politik

Sistem politik dalam suatu Negara dikatakan demokratis apabila terdapat pembagian kekuasaan dan otonomi pada unsur penegak hukum. Hal terpenting dari pembagian kekuasaan tersebut adalah adanya otonomi penegakan hukum. Pada suatu negara yang demokratis, karakter kepolisian yang dihasilkan adalah independen atau otonom. Sedangkan pada suatu negara yang otoritarian maka karakter kepolisian menjadi kepolisian yang tidak otonom dan merupakan perpanjangan tangan serta menjadi subordinasi dari kekuasaan.

Sebagai penegak hukum, sejatinya Polri tidak boleh menjadi alat politik. Dalam studi berjudul Netralitas Polri Menjelang Pemilu Serentak 2019 (2019), mencatat polisi selalu bersentuhan dengan politik. Pasalnya, pembuatan aturan tentang kepolisian itu sendiri selalu berkiatan dengan politisasi di DPR.

Pemerintah Melanggar Hukum

Mengingat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri. Bagian menimbang c dan d TAP MPR tersebut menyatakan "bahwa sebagai akibat dari penggabungan tersebut terjadi kerancuan dan tumpang tindih antara peran dan fungsi Tentara Nasional Indonesia sebagai kekuatan pertahanan negara dengan peran dan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan keamanan dan ketertiban masyarakat". Dan "Bahwa peran sosial politik dalam dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat"

Hal inilah yang menjadi latar belakang diterbitkannya UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian RI yang menegaskan bahwa fungsi kepolisian meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Secara formil pasal 28 ayat 3 UU Nomer 2/2002 tentang Polri, mengatur bahwa anggota Polri tidak boleh menduduki jabatan di luar kepolisian "Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan diluar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Namun faktanya, sejumlah perwira aktif kepolisian menduduki jabatan sipil, seperti di kementrian hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementrian BUMN, BNN, KPK, Duta Besar dan masih banyak lagi. Jika dikorelasikan antara penempatan deretan perwira polisi aktif diberbagai kementerian dan lembaga dengan peraturan diatas maka pemerintah bisa dikategorikan melanggar peraturan.

POLRI di Era Jokowi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun