Mohon tunggu...
Alvin Gultom
Alvin Gultom Mohon Tunggu... Lainnya - Murid

Loves physics, philosophy, thinking. Futurist.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Transformasi Kepercayaan dari Masa Pra-Aksara hingga Sekarang serta Pandangan Hukum di Indonesia dan Pandangan Kristen

15 November 2022   19:44 Diperbarui: 15 November 2022   19:50 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilihan seorang individu untuk menganut agamanya sendiri merupakan hak asasi manusia dan dijamin kebebasannya dalam UUD NRI 1945. Disebut hak asasi manusia karena hak tersebut tertulis pada pasal 28 yang secara khusus membahas hak asasi manusia. Kebebasan seseorang untuk memilih agamanya sendiri tertulis pada pasal 28E ayat 1 yang berbunyi "Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali," dan pasal 28I ayat 1 yang berbunyi "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun." Jadi, konstitusi Republik Indonesia menyatakan secara eksplisit akan hak warga negara Indonesia untuk memilih agamanya sendiri dan beribadah sesuai dengan imannya masing-masing. (Nur W. Rochmadi dan Siti Hanifah, 2017)

Pelanggaran dalam kebebasan beragama kerap terjadi di lingkungan masyarakat Indonesia. Larangan penyebaran kitab agama tertentu, larangan pembangunan rumah ibadah, 'penghinaan' atas doktrin agama tertentu (penghinaan dengan motif sepenuhnya untuk mencemari nama baik agama), dan diskriminasi atas suatu kelompok agama tertentu (yang sepenuhnya berdasarkan agama yang dianut kelompok orang tertentu), adalah beberapa contoh dari pelanggaran atas kebebasan beragama. Sikap intoleransi tersebut biasanya didasarkan pada kedok sikap kebebasan berekspresi.

Batasan-batasan tertentu dalam mengekspresikan kebebasan beragamanya masing-masing harus dipahami oleh setiap WNI. Hal ini didasari oleh UUD 1945 pasal 28J ayat 1 yang berbunyi "Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara," dan ayat 2 yang berbunyi "Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis". Langkah inti untuk menjaminnya ketertiban beragama adalah dengan sadarnya setiap individu untuk memakai haknya untuk menerapkan agamanya tanpa melanggar hak orang lain untuk beragama. 'Langkah inti' tersebut dapat diterapkan dengan banyak cara. (MPR, 2002)

Tindakan untuk menjaga Trilogi Kerukunan umat beragama penting dilakukan mengingat Indonesia memiliki tingkat keragaman agama yang tinggi. Ada banyak upaya yang bisa dilakukan untuk menciptakan dan menjaga Trilogi Kerukunan umat beragama. Sikap kooperatif, saling membangun, saling jaga, dan harmonisasi antara suatu kelompok agama dengan lingkungannya dapat mempererat kerukunan umat beragama. Cara menghindari rusaknya Trilogi Kerukunan umat beragama adalah dengan tidak memperlebar jurang perbedaan, namun menjembatani 'jurang' tersebut dengan sikap toleran. (Admin, 2021)

Sayangnya, tidak semua agama berjalan sesuai dengan kebenaran Firman Allah. Memang terdapat beberapa standar moral yang secara objektif bersifat mulia dan juga sesuai dengan hukum Allah yang tertulis pada hati kita (Yeremia 31: 33). Namun, terdapat beberapa hukum dalam kepercayaan lain yang tidak sesuai dengan hukum Allah. Contoh paling sederhana adalah dengan menyembah allah lain sebagaimana yang telah dilarang oleh hukum Taurat pertama dan kedua. Namun, sikap penduaan Allah tersebut juga dapat dilakukan oleh umat Kristiani ketika mereka memprioritaskan sesuatu di atas Allah sendiri.

Terdapat juga hubungan 7 dosa mematikan pada semua kepercayaan lain secara kolektif. Dapat dimengerti karena kepercayaan-kepercayaan tersebut mengikuti hukum diluar sumber the Ultimate Moral Standard atau pemberi standar moral tertinggi yaitu Tuhan Allah yang hidup. Dalam artian lain, tidak semua agama menuntun kita ke dalam Tuhan yang benar. Menurut 1 Korintus 1:20,  penyembahan yang berhala tidak berujung kepada Tuhan, namun kepada iblis. (John Piper, 2017)


7 dosa mematikan dapat ditemukan dalam agama maupun kepercayaan lain. Contohnya, dosa kesombongan dapat terjadi ketika suatu individu lebih memilih jalannya sendiri dibandingkan oleh jalan yang telah ditentukan oleh Allah melalui anakNya Kristus Yesus; dosa kemarahan terjadi ketika suatu individu tidak terima akan seseorang mengikut Tuhan, atau marah dikarenakan alasan yang tidak benar menurut hukum Tuhan; dosa hawa nafsu terjadi pada kepercayaan yang memaklumi, menjustifikasi, atau bahkan memerintahkan umatnya untuk melakukan hubungan seksual di luar pernikahan maupun memiliki lebih dari seorang pasangan; dosa iri hati terjadi ketika dibiarkannya seseorang untuk menghalalkan segala cara demi memenuhi keinginannya (dambaannya) tersebut, dan dibiarkan oleh kepercayaan tersebut; dosa ketamakan terjadi ketika seseorang secara terus-menerus mengingini kenikmatan yang tidak berasal dari Tuhan, namun dari kenikmatan entitas lain; dosa kerakusan terjadi ketika seseorang menjadi rakus yang disebabkan oleh tidak dibatasinya oleh kepercayaan tertentu; dan dosa kemalasan ketika seseorang mengingkari kewajiban untuk beribadah kepada Tuhan Allah. Ketiadaan batas dikarenakan tidak adanya hukum Tuhan Allah yang memungkinkan kepercayaan lain abai dengan 7 dosa tersebut. (Airrez, 2021)

Refleksi Pribadi 

Roh Kudus merupakan Roh Allah yang menjadi pedoman perbuatan kita untuk selalu mengikuti kehendak Allah. Roh Kudus yang murni tidak akan pernah mungkin mendorong kita untuk melakukan hal-hal yang berujung terhadap dosa. Roh Kudus juga akan menolak segala godaan yang akan membawa kita kepada dosa. 

Ketika kita terus-menerus untuk mendengarkan Roh Kudus dibandingkan dengan kedagingan kita, kerohanian kita akan terus bertumbuh. Pertumbuhan rohani terjadi ketika kita secara terus-menerus setiap hari menjadi seperti Yesus Kristus dalam aspek moralitasNya. Kitab 2 Petrus 1:3 menyatakan bahwa pertumbuhan rohani berasal dari kuasa Tuhan, bukan semata-mata hanya karena kemampuan kita sendiri. (Admin [gotquestions.org], 2022)

Pertumbuhan rohani dalam diri kita memberi dampak positif tidak hanya bagi diri kita sendiri, namun juga bagi orang lain. Kita dapat menjadi lebih dekat dengan Allah dan dapat memberi contoh bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Kita juga bisa lebih kuat dan berkuasa atas dosa, sehingga tidak menjadi batu sandungan bagi diri kita dan orang lain.

Contohnya, kita dapat menyangkal kedagingan kita dan mengikut Allah, sebab itulah salah satu cara untuk kita lebih dekat dengan Allah. Cara lainnya adalah dengan bersungguh-sungguh berusaha untuk memahami perasaan Allah atas segala perbuatan yang kita lakukan, agar kita tahu perbuatan yang harus dilakukan dan yang harus dihindari.

Daftar Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun