Profit atau keuntungan sering dianggap sebagai tanda utama keberhasilan sebuah bisnis. Dalam sistem akuntansi biasa (konvensional), Profit dihitung secara sederhana: berapa besar pemasukan dibandingkan dengan pengeluaran. Tapi dalam akuntansi syariah, cara pandangnya lebih luas. Laba tidak hanya dilihat dari jumlah uang yang didapat, tapi juga dari sisi kehalalan, keadilan, dan apakah keuntungan itu membawa manfaat dan keberkahan bagi semua pihak yang terlibat.
Profit dalam Pandangan Islam
Dalam ekonomi Islam, laba tidak dilarang. Bahkan, Islam mengakui pentingnya keuntungan dalam mendorong aktivitas ekonomi. Namun, pencapaian profit harus dilakukan melalui aktivitas bisnis yang halal, jujur, dan tidak merugikan pihak lain. Ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 275, yang membedakan antara jual beli yang halal dan riba yang haram.
Sebagai berikut :
QS. Al-Baqarah ayat 275
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ ٢٧٥
alladzîna ya'kulûnar-ribâ lâ yaqûmûna illâ kamâ yaqûmulladzî yatakhabbathuhusy-syaithânu minal-mass, dzâlika bi'annahum qâlû innamal-bai‘u mitslur-ribâ, wa aḫallallâhul-bai‘a wa ḫarramar-ribâ, fa man jâ'ahû mau‘idhatum mir rabbihî fantahâ fa lahû mâ salaf, wa amruhû ilallâh, wa man ‘âda fa ulâ'ika ash-ḫâbun-nâr, hum fîhâ khâlidûn
Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.
Akuntansi Syariah: Lebih dari Sekadar Angka
Akuntansi syariah hadir bukan hanya untuk mencatat transaksi, melainkan untuk menjaga nilai dan prinsip syariah dalam setiap proses pelaporan keuangan. Dalam konteks laba, akuntansi syariah memastikan bahwa keuntungan yang dihasilkan:
- Berasal dari transaksi yang sah secara syariah – misalnya tidak melibatkan riba, gharar (ketidakpastian), atau maysir (perjudian).
- Mencerminkan keadilan – tidak ada pihak yang dieksploitasi, baik konsumen, karyawan, maupun mitra usaha.
- Disalurkan secara proporsional dan bertanggung jawab – sebagian laba dialokasikan untuk zakat, infaq, atau program sosial, sebagaimana tercermin dalam konsep profit with purpose.
Etika dalam Laporan Keuangan
Berbeda dengan pendekatan konvensional yang cenderung bebas nilai, akuntansi syariah menekankan pada etika dan amanah. Laporan laba rugi dalam akuntansi syariah tidak hanya dimaknai sebagai informasi bagi pemegang saham, tetapi juga sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada Allah SWT dan masyarakat luas.
Laba yang dicapai melalui cara yang tidak etis—misalnya manipulasi laporan, penghindaran zakat, atau praktik monopoli—dipandang tidak membawa keberkahan, walaupun jumlahnya besar.
Keadilan dan Keberkahan sebagai Ukuran Kinerja
Dalam praktik akad seperti mudharabah atau musyarakah, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan yang adil. Di sini, akuntansi syariah memainkan peran penting dalam mencatat, menghitung, dan mengomunikasikan hasil usaha dengan transparan. Ketika semua pihak merasakan keadilan dan kejujuran, maka profit tidak hanya menjadi hasil finansial, tetapi juga membawa keberkahan bagi usaha secara menyeluruh.
Penutup: Menghidupkan Nilai dalam Angka
Akuntansi syariah mengajarkan bahwa profit bukanlah tujuan akhir, melainkan hasil dari proses bisnis yang etis dan bertanggung jawab. Dalam perspektif ini, profit yang diberkahi bukan hanya memberi keuntungan materi, tetapi juga menumbuhkan nilai spiritual, sosial, dan ekonomi secara berkelanjutan.
Sudah saatnya kita memandang laba bukan sekadar angka, tetapi sebagai amanah yang harus dijaga dengan etika, keadilan, dan keberkahan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI