Mohon tunggu...
Alief Reza KC
Alief Reza KC Mohon Tunggu... Administrasi - Dulu pernah hobi nulis

alrezkc@gmail.com | IG & Twitter : @alrezkc

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Dunia Akan Lebih Baik Tanpa Media Sosial? (Bagian 2)

21 Agustus 2019   23:12 Diperbarui: 21 Agustus 2019   23:20 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
memandang kehidupan orang lain di media sosial.

Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel yang saya tulis 2 tahun lalu. Kamu dapat baca terlebih dahulu di sini.

Harun sedang asyik memetikkan senar-senar gitarnya melantunkan melodi demi melodi lagu kesukaannya. Bagi Harun, menghabiskan waktu senja bersama gitar di teras rumah sepulangnya bekerja di kantor adalah saat yang memanjakan dirinya. 

Tak lupa selesainya ia dengan gitar, diambilah gadget untuk mengunggah video yang sedari tadi ia rekam saat memetikkan gitar, dan bertambahlah video aransemen lagu yang ada di akun youtube-nya yang memang selama ini sudah penuh dengan unggahan ketrampilannya bermain gitar. Tak lupa ia mengunggah di akun Instagramnya pula. Rasa puas terpancar di lekukan wajah Harun melihat banyaknya karya yang sudah diunggah.

Namun, rasa puas dan bahagia Harun tidak bertahan lama ketika ia membuka unggahan cerita instagram temannya, Joni yang terlihat sedang berlibur di pulau dewata. Betapa keasyikannya Joni dapat terasa pada Harun yang bahkan berjarak ribuan kilometer. Hal itu karena Joni mengunggah setiap detail perjalanan di fitur instagram stories  secara masif hingga berderet-deret. 

Kepuasan yang sebelumnya menghiasi hati Harun kini sekejap berubah menjadi kecemasan dan kedengkian karena sungguh ia sangat ingin merasakan bagaimana asyiknya berlibur dan bersenang-senang terlebih di Pulau Bali. 

Tetapi jangankan pulau Bali, berlibur di tempat wisata lokal saja sangat jarang Harun rasakan, jika bukan karena tak ada uang ya tak ada teman apalagi pasangan. Berbeda sekali dengan si Joni yang rutin liburan karena memang ia punya uang dan punya  teman.

Sementara itu, selesainya mengunggah video  aktivitas di pantai Kuta Bali, Joni melanjutkan dengan melihat stories dari warganet lainnya. Sampailah ia dengan story  teman dekatnya, Zian. Suasana malam hari di jalanan Kota Tokyo di Jepang sana nampak menawan di deretan stories akun Zian. Zian memang sedang berada di Tokyo karena ia sedang menempuh studi S2 disana. 

Betapa benih-benih kekecewaan mulai tumbuh kembali di hati Joni karena bisa kuliah S2 di luar negeri adalah impiannya sejak dulu namun tak pernah berhasil ia dapatkan. Kini keramaian dan keindahan pantai Kuta bagi Joni hanya nampak seperti lukisan di dinding semata.

Nan Jauh disana, Zian juga sedang sibuk menggeser-geser unggahan cerita Instagram dari netizen lainnya, sampailah ia pada unggahan temannya, Iqbal yang terlihat sedang menikmati momen makan malam romantis bersama sang Istri tercinta. Melihat itu, otak Zian langsung memunculkan memori bahwa ia tak pernah seberuntung Iqbal dalam urusan percintaan. 

Suasana malam Tokyo sangat ramai, tetapi di bagi Zian terasa kosong karena sudah sangat lama sekali sejak gadis terakhir yang mengisi relung hatinya namun sekarang entah apa kabarnya.

Sedangkan Iqbal yang menjadi subjek keresahan Zian pun tak luput menggeser-geser layar smartphone-nya dan terhenti pada unggahan Harun dengan video aransemen gitarnya. Iqbal membayangkan jika dirinya masih bisa menghabiskan waktu untuk hobinya seperti Harun. 

Kenyataannya sekarang ia sudah memiliki istri dan harus terus bekerja untuk memenuhi nafkah sehingga sulit sekali untuk menghabiskan waktu seperti Harun. Makanan mahal yang sedang disantapnya kini terasa hambar.

Instagram Anxiety

Kondisi seperti itu sekarang dikenal sebagai "instagram anxiety" yaitu rasa gelisah atau tidak tenang yang muncul akibat melihat unggahan di media sosial Instagram. Hal ini bukan isapan jempol atau isu karangan satu dua orang semata. Setidaknya begitu menurut laporan kompas.com bahwa kesimpulan survei terhadap 1.500 remaja dan orang dewasa muda di Inggris. 

Walau media sosial ini banyak disukai karena bisa menjadi platform untuk menampilkan ekspresi diri, namun Instagram juga berkaitan dengan tingkat kecemasan yang tinggi, depresi, bullying, dan FOMO (fobia ketinggalan berita di jejaring sosial). Baca artikelnya di sini.

Mungkin banyak dari pembaca yang juga mengiyakan hasil penelitian tersebut. Sulit untuk dipungkiri jika setidaknya sesekali kita pernah merasa gelisah dan rendah diri melihat berbagai unggahan indahnya kehidupan kawan-kawan kita dibandingkan kondisi kita sendiri. Sudah banyak yang mulai memberanikan diri untuk off sepenuhnya dari instagram dengan menutup secara permanen akunnya. 

Termasuk dari kalangan selebriti sendiri yang mana seharusnya mereka punya banyak bahan untuk pamer di instagram tetapi ternyata masih belum mampu untuk tidak membandingkan dunia mereka dengan dunia sesama selebriti lain.

Kemunculan Instagram memang mengubah banyak peradaban manusia. Saat awal kemunculan media sosial facebook, kehebohannya tidak sebesar instagram. Fitur utama yang jadi andalan facebook adalah menulis status, fitur menggungah foto dan video kurang begitu bisa dinikmati di facebook. Begitu pula dengan twitter yang hanya menyediakan fitur tweet. 

Di masa itu, warganet hanya berlomba untuk menjadi puitis dan filosofis dengan berbagai kata dan kalimat dari isi hati. Pribadi seseorang masih bisa dinilai dari caranya menulis status karena pada saat itu orang cenderung jujur di dunia maya.

Kondisi berubah ketika Instagram lahir dengan unggahan foto sebagai fitur utamanya. Sejak saat itulah muncul istilah instagramable yang maknanya kurang lebih 'sangat bagus jika diunggah ke instagram'. Jika dulunya di facebook dan twitter kita lebih dituntut untuk menumpahkan isi pikiran, maka di instagram mau tidak mau kita harus terlihat menarik di jajaran timeline. 

Orang-orang berlomba-lomba untuk pergi mencari tempat atau sudut-sudut yang dianggap instagramable. Berwisata telah berubah definisi menjadi berburu 'stok foto instagram'.

Masih belum cukup dengan itu, Instagram menambah fiturnya yang kembali mengubah peradaban dengan adanya instagram story. Dengan fitur itu, kita bisa tahu seseorang kesehariannya apa saja, sedang dimana dan apa yang dilakukan pagi tadi, sore ini, dan nanti malam bahkan tanpa kita pernah bertemu dan kenal dengan orang itu.

Di sinilah instagram anxiety muncul ketika kita melihat aktivitas teman-teman kita dan sulit sekali untuk tidak membandingkan dengan kehidupan kita. Kecemasan, rasa rendah diri, malu, sulit bersyukur bercampur jadi satu dan berakibat pada berkurangnya semangat dan produktivitas kita. Melihat temannya hangout ramai-ramai sedang kita cuma sendirian dirumah, resah. 

Melihat temannya berlibur ke tempat-tempat menarik bahkan sampai keluar negeri sedang kita tidak punya cukup uang untuk liburan, resah. Melihat temannya mengunggah berderet-deret foto wisuda, foto tunangan, foto pernikahan semakin kita geser semakin menderita. 

Akhirnya orang merasa harus hangout, merasa harus liburan ke luar negeri, merasa harus sebisa mungkin secepatnya untuk wisuda, tunangan, dan menikah. Semua demi mengejar ketertinggalan dari kehidupan orang lain.

Padahal semua juga sudah pernah diberitahu bahwa setiap orang punya garis kehidupannya masing-masing. Tetapi di zaman media sosial ini rasanya mustahil untuk kita tidak membandingkan kehidupan sendiri dengan kehidupan orang lain. 

Perbedannya hanyalah ada orang yang masih bisa mengendalikannya dan tak sedikit pula orang yang teracuni dan mendapatkan kesulitan untuk fokus pada kebahagiaan diri sendiri tanpa peduli dengan kebahagiaan orang lain. Kesulitan untuk bahagia dan fokus secara langsung akan berdampak pada menurunnya produktivitas individu itu sendiri.

Jadi, apakah dunia akan lebih baik tanpa media sosial terutama instagram ?

Nantikan ulasan berikutnya.     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun