Mohon tunggu...
Aloysia Krisnawatie
Aloysia Krisnawatie Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur

Dosen Desain Interior

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Warung Kopi dalam Sudut Pandang Proxemic

19 Juli 2022   12:58 Diperbarui: 26 Juli 2022   02:15 1475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: warung kopi. (Foto: KOMPAS.COM/DEAN PAHREVI)

Warung kopi adalah salah satu budaya yang sudah ada turun-temurun di Kota Gresik. Tidak ada sejarah yang menuliskan asal mula adanya budaya warung kopi, namun kebiasaan nongkrong di warung kopi sudah membudaya di kota Gresik sejak dulu. 

Hampir sepanjang jalan di Kota Gresik terdapat warung kopi, ratusan atau bahkan ribuan (Purwoaji, 2011). Disetiap warung kopi penjuru kotanya hampir tidak ada yang kosong dan selalu ramai pengunjung.

Pengunjung warung kopi di kota penghasil semen dan sarung ini bermacam-macam. Mulai dari pengangguran, buruh pabrik, pegawai negeri sipil bahkan pelajar juga mengunjungi warung kopi. 

Pengunjung warung kopi datang tidak hanya pada jam istirahat saja, bahkan di jam kerja pun warung kopi tetap terlihat ramai. Jam kerja warung kopi bermacam-macam, ada yang dari subuh hingga tengah malam, ada pula yang memulainya dari sore hari hingga subuh. 

Meskipun tanaman kopi tidak tumbuh di kota Gresik, namun kebiasaan ngopi di warung kopi sudah membudaya. 

Keberadaan warung kopi yang menjamur di kota ini menjadi sebuah fenomena tersendiri di masyarakat. Budaya ini sering disebut masyarakatnya sebagai cangkruk.

dokpri
dokpri

Warung kopi di kota Gresik pada umumnya tidak besar, hanya berupa bilik kecil berdinding kayu atau tembok dan kebanyakan bertempat di pinggir jalan. Di dalamnya terdapat meja bar untuk barista, pelayan, penjaga atau pemiliknya. 

Kemudian terdapat meja dan kursi panjang untuk pengunjungnya. Beberapa warung memiliki bayang atau badukan besar untuk minum kopi sambil bermain kartu atau catur. Berbagai macam layout warung, beberapa diantaranya sebagai berikut :
 

dokpri
dokpri

Ruangan pada warung kopi pada umumnya tidak besar. Fasilitasnya terbatas, namun pengunjugnya betah berlama-lama di dalamnya. Sebagai salah satu ruang publik, di dalam warung kopi terdapat berbagai kegiatan untuk bersosialisasi. 

Tidak hanya sekedar minum kopi, makan atau membeli kudapan, masyarakat datang ke warung kopi untuk duduk-duduk sambil bercengkerama dengan pengunjung yang lain. 

Berbekal sebuah televisi di sudut ruangan, pengunjung warung kopi bisa duduk selama berjam-jam tanpa memesan lagi segelas atau secangkir kopi di warung.

Pengunjung warung kopi datang dengan berbagai tujuan. Bertemu dengan teman-teman, bermain kartu atau catur, bercengkerama, berbisnis ataupun bermaksud menemui pelayan warung kopi. Fasilitas terbaru dalam warung kopi adalah fasilitas internet gratis atau wi-fi. 

Dengan adanya fasilitas wi-fi di dalam warung kopi, pengunjung dapat menggunakannya berlama-lama untuk bermain game online. 

Para pengunjung warung kopi tidak mempermasalahkan kondisi warung yang sangat sederhana yang hanya dengan meja dan bangku kayu tua, mereka tetap menikmati kopi dan kudapan yang disediakan di dalam warung.

dokpri
dokpri

Meskipun dengan keadaan yang terbatas, pengunjungnya tetap setia datang ke warung kopi. Apabila keadaan warung kopi sedang sangat ramai, maka pengunjungnya memilih duduk lesehan. 

Para pengunjung warung kopi tidak merasa risih meskipun duduk berdekatan dan tidak saling mengenal. Mereka memanfaatkannya dengan saling berbincang-bincang santai untuk mendapatkan informasi baru. 

Pengunjung setia warung kopi di Gresik menganggap bahwa nongkrong atau biasa disebut cangkrukan oleh masyarakat merupakan budaya khas kota Gresik, dan dengan bersosialisasi di warung kopi akan mendapatkan berbagai informasi baru, bertemu dengan teman-teman lama dan saudara-saudara.

Sebagai salah satu ruang untuk bersosialisasi, warung kopi menunjukkan adanya nilai-nilai gaya hidup yang menjadi budaya masyarakat kota Gresik. 

Secara tidak langsung, warung kopi dianggap sebagai tempat hiburan bagi masyarakat setempat. Artinya, tempat ini menjadi bagian hidup dari masyarakat setempat dan erat kaitannya dengan kebutuhan sehari-hari. 

Seperti yang dikatakan Bryan Lawson, dengan adanya ruang untuk bersosialisasi, setiap individu memiliki wadah untuk mengekspresikan individualitas dan solidaritasnya dengan orang lain. 

Dalam struktur sosial di masyarakat Gresik, warung kopi juga dianggap sebagai wadah pemersatu berbagai individu dari bermacam-macam kalangan.

Mulai dari yang muda hingga tua, menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Seperti ketika Bupati Gresik yang memindah tempat rapat anggota dewan dari kantor Bupati ke warung kopi agar lebih santai (Malik, 2012).

Secara ergonomi, ruangan dalam warung kopi tidak memberikan kenyamanan dan kebebasan untuk bergerak. 

Namun, dalam hal ini budaya memiliki pengaruh terhadap penataan ruang dalam warung kopi, sehingga pengunjungnya tidak mempermasalahkan keterbatasan ruangan yang ada dan tetap merasa nyaman. 

Hal tersebut tampak pada para pengunjung warung kopi yang tidak beranjak dari tempatnya dan betah berlama-lama di dalamnya.

Jarak di dalam sebuah ruangan adalah hal yang penting karena berkaitan dengan kesadaran otak dan kerja indera manusia untuk menyadari keberadaan manusia disekelilingnya (Lawson, 2001 : 110). 

Jarak antar manusia di dalam sebuah ruangan merupakan hal yang harus diperhatikan, karena memiliki pengaruh pada kegunaan dan karakteristiknya serta pada perilaku pengguna di dalam ruangan tersebut. 

Pentingnya jarak antar personal menunjukkan adanya perbedaan hubungan dan budaya personal antara pengunjung yang satu dengan yang lain. Secara taksonomi jarak tersebut digambarkan oleh Lawson sebagai berikut:

dokpri
dokpri

Di sisi lain, tata ruang yang terbatas pada warung kopi memungkinkan untuk dapat berkomunikasi secara langsung sehingga menunjukkan adanya interaksi sosial antar manusia, baik interaksi antara dua orang atau banyak orang  di dalam ruangan itu. 

Secara tidak langsung, hal ini menunjukkan adanya organisasi ruang yang baik pada warung kopi sehingga dapat mengkomunikasikan
hal-hal mendasar dalam suatu tatanan ruangnya, yaitu kebutuhan sosial pengguna ruangan meskipun tampilan visualnya warung kopi kurang menarik.

Apabila dibandingkan dengan kafe yang memiliki fasilitas yang lebih baik, warung kopi memang masih sangat tertinggal jauh. Di kota yang perkembangannya cukup pesat ini, keberadaan kafe mulai menjamur. 

Dengan tampilan dan fasilitas yang baru dan lebih modern, kafe menjadi alternatif baru bagi masyarakat setempat untuk tempat nongkrong. 

Mulai dari adanya penghawaan ruangan yang menggunakan AC, pencahayaannya, fasilitas internet gratis serta suasana yang lebih privacy dan intim yang disuguhkan menjadi alternatif pilihan masyarakat setempat sebagai tempat nongkrong. 

Namun ternyata, meskipun keberadaan kafe mulai marak, sebagian besar masyarakat setempat masih tetap memilih warung kopi sebagai tempat nongkrong dengan alasan harga yang ditawakan jauh lebih murah dan dianggap lebih merakyat serta dapat mempertahankan budaya cangkrukan sebagai ciri khas masyarakat Gresik. 

Warung kopi saat ini juga memberikan fasilitas internet gratis atau wi-fi. Hal ini juga menjadi salah satu alasan masyarakat setempat tetap memilih warung kopi daripada kafe.

dokpri
dokpri
Fasilitas wi-fi gratis pada warung kopi memang memberikan keuntungan baik bagi pemilik warung kopi maupun bagi pengunjungnya. 

Hal ini menunjukkan adanya simbiosis mutualisme antara kedua belah pihak dimana pemilik warung kopi mendapatkan pemasukan, sedangkan pengunjung mendapatkan fasilitas internet  gratis sepuasnya. 

Namun, adanya perkembangan fasilitas pada warung kopi secara tidak sadar telah menggeser nilai-nilai budaya warung kopi yang mengutamakan interaksi sosial di dalamnya. 

Dengan fasilitas internet gratis pengunjung jadi lebih mengutamakan gadget dan bersosialisasi lewat dunia maya daripada bersosialisasi secara langsung. 

Bahkan pengunjung menggunakan fasilitas ini untuk bermain game online dimana ia cenderung mengabaikan lingkungan sekitarnya. Budaya cangkrukan telah menjadi budaya yang tak bisa lepas dari masyarakat daerah Gresik. 

Meskipun fasilitas wi-fi telah hadir di dalam warung kopi, bersosialisasi secara langsung terlihat masih lebih menarik bagi pengunjungnya. 

Baik pengunjung pada warung yang kecil maupun warung yang dianggap cukup besar, pengunjungnya masih menjunjung tinggi nilai budaya lokal yang mempererat persaudaraan.

Kesimpulan
Cangkrukan dan warung kopi adalah dua hal yang erat kaitannya dengan budaya asli kota Gresik. Masyarakat Gresik, terutama lelakinya, mulai dari yang muda hingga tua, sering melakukan kegiatan cangkrukan di warung kopi. 

Hanya sekedar minum kopi dan merokok, makan kudapan yang disediakan warung atau mi instan, serta sebuah televisi di dalamnya, pengunjung warung kopi bisa duduk berjam-jam di warung kopi. 

Hampir di setiap warung kopi di sepanjang jalan Gresik tidak ada yang sepi, selalu ada pengunjungnya meskipun hanya sedikit. 

Meskipun dewasa ini kota Gresik mulai bermunculan kafe-kafe yang menyajikan tempat yang lebih nyaman, namun masyarakat Gresik tetap memilih warung kopi sebagai tempat untuk bersosialisasi, berdiskusi, ataupun bertransaksi bisnis.

Warung kopi yang ada sangat sederhana sekali. Namun dengan kesederhanaan warung kopi yang ada, para pengunjungnya justru menganggap di situlah terjadi kedekatan dalam bersosialisasi antar pengunjung, dan juga mendapatkan informasi-informasi baru dari teman-teman ataupun pengunjung yang lainnya. 

Meskipun dengan keadaan warung kopi yang terbatas dan sempit apabila ramai pengunjung, mereka tidak akan beranjak dari sana. Para pengunjungnya tidak merasa risih dan merasa tetap nyaman. 

Bagi masyarakat Gresik, cangkrukan adalah sebuah kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan dan menjadi sebuah identitas bagi individunya. 

Fasilitas baru yang sedang marak di warung kopi saat ini adalah internet gratis atau wi-fi. Pengunjung bisa duduk lama bahkan hingga sehari penuh tidak beranjak dari kursi di warung untuk bermain game online. 

Hal ini dapat mengurangi interaksi sosial di dalam warung sehingga penggunaan internet gratis pada warung kopi sebaiknya dipikirkan kembali mengingat adanya nilai-nilai sosial dan budaya yang terkandung di dalamnya.

Daftar Isi
Lawson, Bryan. (2001): The Language Of Space. Oxford: Architectural Press.
Purwoaji, Ayos. (2011, Oktober-November) : Coastal Coffee Culture. Travelist, 3, 50-57.
Malik, Abdul. (2012, Oktober 5) : Mengunjungi "Kota 1001 Warkop". (Diambil dari Antara News Jawa Timur : http://www.antarajatim.com/lihat/berita/96042/mengunjungi-kota-1001-warkop)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun