Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemilih Norak sebagai Entry Point Reformasi Pemilu Indonesia

13 November 2022   19:43 Diperbarui: 14 November 2022   14:08 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Credit: Kompas.com

Seiring dengan semangkin mendekatnya Pilpres 2024, tinggal sekitar 16 bulan lagi,  suhu politik terus meningkat. Misalnya, analisis dan prediksi tentang peluang ditetapkannya Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo sebagai Capres timbul tenggelam, naik turun silih berganti dengan cepatnya. Hal yang serupa berlaku juga untuk Prabowo Subianto dan Puan Maharani.

Kondisi seperti itu dapat dimaklumi sebab peran presiden sangat penting. Presiden terpilih 2024 akan sangat menentukan nasib bangsa ini. Presiden terpilih itu merupakan faktor yang sangat penting atas berhasil tidaknya Indonesia mengendalikan beban utang negara dan utang BUMN yang saat ini sangat besar. 

Juga merupakan faktor penting atas berhasil tidaknya membangun kembali pondasi:  sistem pendidikan nasional, sistem sektor pemerintah termasuk sektor yudikatif. Berhasil tidak nya ini akan bermuara pada berhasil tidak nya usaha untuk peningkatan kualitas pendidikan dan SDM, pemyediaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan, supremasi hukum, kebebasan bersuara, diantara beberapa yang terpenting.

Walaupun demikian, sebagus apa pun presiden terpilih itu perlu dukungan dan pengawalan dari DPR. DPR perlu mendukung program-program yang baik dan sustainable presiden terpilih.  

Di sisi lain, DPR perlu mengawal, mencegah digulirkannya program-program yang tidak baik, apa lagi buruk, dalam perspektif efisiensi keuangan negara dan optimalisasi program-program pemerintah. DPR yang demikian adalah DPR yang ideal; mayoritas anggota nya memiliki kapasitas dan integritas yang tinggi serta bebas kepentingan pribadi dan kepentingan para cukong serta on top bebas kepentingan Parpol nya.

Pertanyaanya sekarang adalah apakah Pemilu 2024 akan menghasilkan DPR ideal termaksud? Lebih sederhananya, apakah Pemilu 2024 akan menghasilkan DPR yang lebih baik dan lebih amanah dari DPR-DPR sebelumnya?

Coba kita lihat dahulu potret umum DPR hasil beberapa siklus Pemilu Era Reformasi. Dan, ternyata, potret umum DPR bukan saja jauh dari potret ideal termaksud tetapi sangat buruk. 

Misalnya, CNNI, 19 Sept 2019, tayang artikel dengan Judul "Info Grafis: Daftar Anggota DPR 2014 -- 2019 Terjerat Korupsi." Disini dilaporkan anggota-anggota DPR yang terjerat korupsi. Mereka merupakan anggota DPR dari semua fraksi DPR: Golkar 7 orang; PDIP, Demokrat, dan PAN masing-masing 3 orang; Hanura dan PPP masing-masing dua orang, dan Nasdem, PKS, dan PKB masing-masing 1 orang.

Infografis ini juga menyisipkan laporan ICW (Indonesian Corruption Watch). Disini dilaporkan: (i) 254 orang anggota dan mantan anggota DPR dan DPRD ditetapkan tersangka korupsi dalam periode 2015 -- 2019; (ii) sepanjang sejarah KPK 2003 -- 2018, terdapat 885 orang diproses hukum dan 539 orang (60 persen) dari kelompok politik.

Potret yang kurang lebih sama terlihat juga untuk periode sebelumnya, periode 2004 -- 2014. Misalnya, Merdeka.com, 18 Maret 2014, tayang artikel dengan judul "Ini Daftar Anggota DPR Terseret Korupsi 10 Tahun Terakhir." Ringkasanya adalah: (i) PDIP 17 0rang; (ii) Golkar 19 orang; (iii) Demokrat 4 orang; (iv) PAN dan PPP masing 3 orang; (v) PKB, PBR, dan PKS, masing-masing 1 orang.

Dari daftar ini ada dua nama yang ramai dibicarakan ketika kasus ini terbuka, yaitu Anas Urbaningrum dan Angelina Sondakh. Namun nama Anggelina Sondakh ramai kembali dibicarakan Pasca bebas setelah 10 tahun menjalani pidana penjara. Anggie, panggilan akrabnya, buka-bukaan soal keterlibatan Badan Anggaran DPR (Banggar DPR). 

Di acara Talk-Show Kompas TV yang dipandu oleh Rossi, seingat saya Anggie mengatakan selain dia banyak juga anggota DPR terutama yang di Banggar yang juga terlibat korupsi. 

Sangat gampang mencari uang di Banggar, banyak orang datang untuk menegosiasikan setiap anggaran dan program-program pemerintah, imbuh Angie. Ini sesuai dengan kutipan yang dilansir oleh Kompas.com, "Semua orang yang kena kasus korupsi itu pasti ada hubungannya dengan anggota Banggar. Di mana semua penetapan anggaran ada di situ. Mudah untuk bernegosiasi, orang akan mencari kita." (Kompas.com, 4 April 2022)

Pagar makan tanaman pribahasa kunonya. Dalam kondisi seperti itu, DPR bukan saja tidak melaksanakan fungsi pengawasanya tetapi juga berkolusi dengan instansi pemerintah untuk memperkaya diri sendiri dan/atau orang lain secara illegal. 

Uang negara, atau, secara lebih umum, sumber-sumber negara yang langkah lenyap begitu saja dalam jumlah yang besar. Tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan pendapatan rakyat, menjamin terpeliharanya fakir miskin dan anak terlantar, optimalisasi pelayanan umum, antara lain, kandas. Bonus demografi bertendensi melenceng menjadi beban demografi.

Kembali lagi pada pertanyaan diatas. Akankah Pemilu 2024 menghasilkan anggota DPR yang lebih amanah dengan integritas dan kapasitas yang tinggi? Menghasilkan DPR yang melaksanakan fungsi-fungsinya dengan baik?

Ingat pesan filisuf Albert Einstein "Hanya orang yang tidak waras yang mengerjakan pekerjaan yang sama berulang kali tetapi mengharapkan hasil yang berbeda."

Pemilu 2024 pada prinsipnya sama dengan Pemilu-Pemilu terdahulu; 2019, 2014, 2009, dan 2004. Regulasinya sama dan tata kelolanya juga tidak banyak berbeda. Hal yang paling mendasar yaitu sifat dan pola pemilih akar rumput tidak banyak berubah.

Sebagian besar, bahkan ada yang berpendapat lebih dari 90 persen, pemilih akar rumput tersebut sering diasosiasikan dengan "Pemilih Norak." Mereka perlu dicapai dengan komunikasi langsung door to door dengan menggunakan Tim Sukses (Timses) yang banyak sekali dengan biaya yang super mahal. Misalnya, Alm. Tjahjo Kumolo pernah mengatakan bahwa ada Caleg DPR yang menghabiskan uang hingga Rp46 miliar untuk mendapatkan kursi DPR.

Dalam nuansa yang sama tetapi perspektif yang berbeda, Prof Mahfud, M.D., Menko Polhukam, baru-baru ini mengatakan bahwa sekitar 92 persen Calon Kepala Daerah dibiayai oleh cukong, yang mengindikasikan biaya komunikasi yang harus dikeluarkan oleh calon itu juga super besar, yang tentu saja berkelindan dengan pola komunikasi door to door untuk mencapai "Pemilih Norak" itu.

Dalam iklim yang tidak kondusif itu, sukar sekali, jika ada, terpilihnya kandidat yang amanah, yang memiliki integritas dan kapasitas yang tinggi. Kandidat yang amanah itu, jika ada yang ikut kontestasi, akan kalah. Mereka tidak memiliki funding yang mencukupi untuk melakukan komunikasi door to door itu. Mereka  tidak memiliki uang puluhan miliar rupiah dan/atau tidak nyaman untuk bermitra dengan para cukong.

Lingkaran setan pemilih norak, kandidat miliarder, cukong pemilu, dan anggota DPR norak terus berputar sejak Pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019. Kelihatannya hal yang sama masih akan tetap berputar di Pemilu 2024 dan Pemilu-Pemilu seterusnya. Baru akan berhenti jika porsi Pemilih Norak sudah berkurang secara drastis.

Kuncinya adalah pada pemilih norak itu. Perlu waktu yang sangat panjang untuk mengedukasi dan mensejahterakan pemilih norak ini. Tiga puluh dua tahun Orba tidak berhasil menyelesaikan isu pemilih norak ini. Relatif tidak ada perubahan sejauh empat siklus Pemilu, 20 tahun, era Reformasi ini.

Dua jalur perlu ditempuh untuk menghadirkan anggota DPR yang lebih amanah termaksud. Pertama, mensejahterahkan dan mengedukasi kelompok pemilih norak ini. Sekali lagi, perlu waktu dua tiga generasi, atau, 50 hingga 75 tahun lagi agar ini baru bisa berhasil jika tidak dikombinasikan dengan pendekatan kedua.  

Pendekatan kedua adalah memperbanyak anggota MPR mulai di Pemilu 2024. Perbanyak anggota dari 711 orang, 575 DPR dan 136 DPD, menjadi 1.500 orang. Tambahan 789 orang anggota MPR didapat berdasarkan hasil undian atau lotre. Mereka terbebas dari lingkaran komunikasi langsung dengan pemilih norak. 

Anggota tambahan itu tidak dipilih langsung tetapi diwakilkan oleh rakyat ke teknologi undian yang memenuhi azas demokrasi (inklusive, transparans, terbuka). Teknologi ini juga perlu memiliki properti deterministik, dapat diuji oleh siapa saja, dengan devices apa saja, dan kapan saja.

Majulah Indonesia!

Kontak: kangmizan53@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun