Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mimpi Depolitisasi Jiwasraya dan BUMN Sandiaga Uno

26 Januari 2020   20:21 Diperbarui: 27 Januari 2020   14:09 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sandiaga Uno viral dan viral kembali. Misalnya, pria kelahiran Rumbai, Pekanbaru, ini diyakini oleh Presiden Jokowi untuk menggantinya pada ajang Pilpres 2024 mendatang.

Memang Jokowi tidak secara tegas menyebut nama yang sering disapa sebagai Sandy ini yang menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di DKI Jakarta. Walaupun demikian, beberapa media mengatakan bahwa sosok yang kita bicarakan ini juga mantan Ketua HIPMI dan Cawapres Prabowo dalam kontestasi Pilpres 2019 yang lalu adalah orang yang dimaksud oleh Jokowi dalam sambutannya di acara pelantikan pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), 15 Januari 2020 yang lalu.

Sandy yang ayahnya berdarah Sulawesi Tenggara ini viral kembali sepekan kemudian. Sekarang, rangkaian sentilan dan pernyataan teman sekolah rekan bisnis Erick Thohir, Menteri BUMN, ini yang terkait dengan sangkarut BUMN dan Jiwasraya/ASABRI diberitakan secara meluas oleh media. Yang paling meluas adalah yang bersumber dari Youtube Macan Idealis, yang diunggah kemarin, Sabtu 25 Januari 2020.

Di sini orang terkaya ke 37 Indonesia ini dengan total kekayaan tahun 2011 sekitar 10 triliun rupiah (US$660 juta) versi majalah Forbes, USA, menyatakan unsur politis sangat kental dalam sangkarut Jiwasraya. Lebih spesifik, Sandy mengatakan adanya kepentingan politik dalam kasus Jiwasraya itu seperti dilansir oleh TribunWow.com, yang kutipannya adalah:

Tapi ini kan masuk ada unsur politiknya nih...Jadi harus dihilangkan, harus ada depolitisasinya

Narasi ada unsur politik itu tentu terkait dengan tokoh politik dan partai politik. Tokoh politik dan/atau partai politik itu dapat saja berada di jajaran dewan direksi dan/atau dewan komisaris Jiwasraya dan/atau di organ lainnya dari BUMN ini.

Tendensi yang kuat mengatakan bahwa mereka itu baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama menggunakan sumber-sumber yang ada di Jiwasraya dan/atau sumber-sumber pribadi mereka masing-masing untuk mendukung kegiatan-kegiatan tokoh politik dan/atau kegiatan-kegiatan partai politik. Kegiatan-kegiatan tersebut mencakup kegiatan Pilpres dan Pileg. 

Mengingat sangkarut Jiwasraya sudah mulai terdeteksi di tahun 2006, maka tidak tertutup kemungkinan satu atau beberapa orang CEO Jiwasraya terlibat dalam kampanye Pilpres/Pileg 2004 yang mengantar SBY menjadi pemenangnya dan Partai Demokrat berhasil meraup suara yang besar. Sangat mungkin sekali dukungan Jiwasraya pada SBY dan Caleg Partai Demokrat berlanjut ke Pemilu 2009. 

Politisasi BUMN Jiwasraya terkesan terus berlanjut pada Pemilu 2014 dan 2019. Pada ajang kontestasi kedua Pemilu ini, ada indikasi yang kuat satu atau beberapa CEO Jiwasraya beralih dari pendukung SBY dan kader Partai Demokrat menjadi pendukung Jokowi dan/atau kader PDIP dan/atau partai koalisi pendukung Jokowi dalam Pemilu 2014 dan lanjut ke Pemilu 2019. 

Misalnya, Mantan Direktur Keuangan Jiwasraya, Harry Prasetyo, pernah menjadi anggota Kantor Staf Presiden (KSP) Presiden Jokowi.  Memang perlu diakui bahwa ada unsur profesionalitas disini tetapi rasanya Sulit sekali atau hampir mustahil untuk mendapatkan jabatan ini jika yang bersangkutan tidak memiliki jalur politik ke KSP.  

Harry Prasetyo sendiri sekarang menjadi tersangka dan berada dalam rumah tahanan Kejaksaan Agung atas dugaan korupsi di Jiwasraya. Dalam kaitan ini, Kepala Staf KSP, Moeldoko, pernah mengatakan bahwa ia kecolongan atas bergabungnya Mantan CEO Jiwasraya ini ke KSP.

Dalam horison yang lebih luas, penulis tertarik dengan semangat Sandy untuk membantu teman sekolahnya dan mitra bisnis terdahulu yaitu Menteri KIM Erick Thohir dalam benah-benah dan bersih-bersih BUMN termasuk Jiwasraya.

Tertarik berbaur takjub dengan tekad Mantan CEO PT Saratoga Investama Sedaya ini dengan bidang usaha meliputi pertambangan, telekomunikasi, dan produk kehutanan, yang iba dengan pekerjaan yang sangat berat dari Erick Thohir untuk mengarahkan BUMN pada jalur Good Governance. 

Pekerjaan menghela BUMN ke jalur good governance itu sangat sulit, seperti diakui sendiri oleh Sandy, karena masifnya unsur politik. Ini bukan terjadi di Era Jokowi saja tetapi terjadi juga di masa lalu dan berpotensi untuk tetap berlanjut pada masa-masa mendatang. Ini bukan hanya di Jiwasraya saja tetapi di hampir jika tidak di seluruh BUMN. 

Lihat itu PT Pertamina, misalnya. Ahok memang orang bersih dan hebat tetapi mungkin mantan Gubernur DKI Jakarta ini bukanlah orang yang terbaik untuk mengisi jabatan Komisaris Utama PT Pertamina dalam aspek murni good governance. Juga, rasanya hampir mustahil orang yang pernah terpidana atas kasus penistaan agama ini memangku jabatan bergengsi itu jika ia bukan kader PDIP. 

Lihat juga misalnya relawan Jokowi Fadjroel Rahman yang sekarang menjabat sebagai juru bicara Presiden Jokowi. Ia tidak memiliki rekam jejak apapun dalam bidang konstruksi tetapi diangkat menjadi Komisaris Utama PT Adhi Karya sejak tahun 2015. 

Secara lebih umum, penulis sangat yakin bahwa CEO di setiap 118 BUMN, dengan aset sekitar Rp8.000 triliun, sesak dengan orang-orang politik dan/atau terkait dengan partai politik. Hal ini berlaku juga untuk anak cucu BUMN yang berjumlah lebih dari 1.000 perusahaan dan dengan aset yang berkemungkinan lebih dari nilai aset keseluruhan BUMN itu.

Angka Rp8.000 triliun itu angka yang besar. Angka ini lebih dari tiga lipat APBN 2020 yang hanya berjumlah Rp2.500 triliun. Nilai aset BUMN itu hampir delapan lipat dari total kekayaan T0p10 orang terkaya Indonesia yang hanya Rp1.187 triliun (US$87.95 milyar), yang dimulai dari keluarga Hartono lanjut ke keluarga Widjaja, lanjut ke Prajogo Pangestu .. dst.. hingga Chairul Tanjung dan Jogi Hendra Atmadja. Orang terkaya Indonesia 2019 adalah versi majalah Forbes, USA.

Masih menurut Forbes 2019, kakak kandung menteri BUMN Erick Thahir, Garibaldi Thahir berada di urutan 17 orang terkaya Indonesia dengan total kekayaan US$1.6 miliar atau sekitar Rp22.0 triliun.

Dengan kata lain, BUMN dan anak cucunya mengakomodasi ribuan politisi. Politisi tersebut utamanya adalah kader-kader dari koalisi partai yang sedang berkuasa yang saat ini adalah PDIP dan seluruh anggota koalisinya. Hembusan angin depolitisasi BUMN jelas saja akan mereka lawan matian-matian, lojiknya.

Kita tentu paham bahwa Sandy belum terlalu lama bergabung dengan Partai Gerindra dan baru saja diangkat menjadi salah seorang wakil ketua dewan pembina partai politik besutan Prabowo Soebianto ini. Kita juga paham bahwa Erick Thohir bukan kader partai politik dan tentu saja tidak memiliki jabatan apa-apa di kepengurusan Parpol yang mana pun. 

Dengan demikian, adalah sangat mengagumkan sekali jika politisi muda Waketum Partai Gerindra ini dapat membantu Erick Thohir untuk depolitisasi Jiwasraya dan BUMN secara lebih umum. Sekali lagi, depolitisasi itu adalah kurang lebih menghilangkan orang-orang politik pada BUMN beserta anak cucunya. Ini super sulit jika tidak hendak mengatakan mustahil.

Sandiaga UNO dapat saja ditunjuk oleh Erick sebagai CEO pada salah satu atau beberapa BUMN. Namun, penulis akan sangat terkagum-kagum jika mimpi depolitisasi BUMN itu menjadi kenyataan hingga akhir masa jabatan Presiden Jokowi di tahun 2024 nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun