Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mas Nadiem, Hapus Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Nasional!

25 November 2019   20:01 Diperbarui: 28 November 2019   15:42 32926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diolah penulis dari berbagai sumber

Ujian Nasional pada 2020 ada kemungkinan menjadi yang terakhir. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merencanakan penghapusan model pengujian yang dianggap membebani anak didik itu dan menggantinya dengan model baru. Menurut sejumlah sumber, keputusan akan diambil pada awal Desember  setelah pengumuman Programme for International Student Assessment (PISA).

Sumber: Koran Tempo, 27 November 2019.

Model Baru? Mmm hapus saja kenapa?

Sosok Nadiem Makarim memang fenomenal. Dalam rangkaian peringatan hari guru nasional, 25 November 2019, Pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini yang diunggah di website Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendapat banyak sambutan positif.

Admin Kompasiana, misalnya, tayang Artikel Utama dengan judul Hari Guru dan Kemerdekaan Belajar Peserta Didik. Sesuai dengan judul artikel itu, Isu utama dari pidato ini yang diangkat oleh admin kita ini adalah narasi: 

"Satu hal yang pasti, saya akan berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia," 

Dua pertanyaan yang diajukan oleh Admin Kompasiana itu:

(i) Kemerdekaan belajar seperti apa yang diharapkan Mas Nadiem tersebut? 

(ii) Atau apakah memang proses belajar-mengajar selama ini masih mengekang murid maupun guru?

Dua pertanyaan itu dapat kita jawab satu per satu atau cukup satu jawaban yang terintegrasi.

Penulis mencoba untuk memilih yang kedua, satu jawaban yang terintegrasi untuk dua pertanyaan itu.

Jawaban ini merujuk ke pernyataan Beliau jauh sebelum diangkat menjadi Menteri Pendidikan Kabinet Jokowi Jilid 2.

Pernyataan ini disampaikan oleh Mas Nadiem dalam kapasitas sebagai Founder dan Global CEO Go-Jek ketika ditemui oleh jurnalis Medcom.id di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis, 4 Juli 2019.

Kutipan penuh pernyataan Beliau yang dilansir oleh Mecom.id itu, adalah:

"Mungkin kurikulum yang pertama saya ubah adalah dari sisi assessment atau tesnya. Karena yang saya lihat saat ini banyak yang bersifat hafalan saja. Lalu hasil hafalan tersebut dites. Padahal yang penting itu bukan hafalan konten ilmunya saja, namun kecakapan anak tersebut berpikir kritis dengan melihat suatu permasalahan dari dua sisi berbeda,"

Ini jelas terkait dengan prinsip kemerdekaan belajar. Putra Pengacara dan politisi papan atas nasional, Dr. Nono Anwar Makarim, S.H., L.LM, ini, menurut penulis, mencoba mengadopsi sistem tes yang pernah dilaluinya yang mencakup sistem tes sekolah menengah di Singapura dan sistem tes di beberapa universitas, termasuk Harvard University di Amerika Serikat, yang juga tempat ayah Nadiem menimba ilmu hukum.

Penulis memahami konsep mantan bos GoJek ini yang di tahun 2016 memperoleh pendanaan sebesar USD 550 juta atau sekitar Rp 7,2 triliun dari beberapa perusahaan multinasional.

Satu arahnya,pandangan penulis dengan sosok pada tahun 2006 memulai kariernya sebagai konsultan manajemen di McKinsey & Company bersumber dari latar belakang pendidikan dan pekerjaan penulis.

Penulis juga menyelesaikan Strata II di USA dan sering berdiskusi tentang isu pendidikan dengan beberapa kolega internasional seperti dari IMF, Bank Dunia, dan Treasury New Zealand dan Australia, sebelum pensiun sebagai Peneliti Utama di Kementerian Keuang RI setahun yang lalu. 

Walaupun demikian, latar belakang pendidikan Strata I dan pendidikan menengah dan dasar penulis berbeda dengan sosok yang menjadi Co-Founder dan Managing Director Zalora Indonesia pada tahun 2011 ini.

Jika Nadiem lebih beruntung dapat menempuhnya di institusi pendidikan luar negeri, penulis sendiri untuk jenjang-jenjang pendidikan tersebut menumpuhnya di dalam negeri.

Dengan demikian, pemahaman penulis tentang sistem pendidikan Indonesia lebih kurang lebih baik dari Nadiem.

Sistem tes yang berbasis analitis menurut Nadiem, dan, penulis juga tentunya, tujuan utamanya adalah mendorong kreativitas dan improvisiasi murid. Sistem hafalan yang berlaku sejauh ini tidak dapat melakukan itu dan oleh karena itu akan ditinggalkan sama sekali. 

Sistem yang sudah diadopsi oleh berbagai sistem pendidikan internasional puluhan yang lalu ini, walaupun demikian, menghendaki adanya pemberian peran sentral pada guru kelas (guru mata pelajaran).

Guru kelas perlu diwajibkan untuk menyiapkan konten analitis pada tugas-tugas termasuk pekerjaan rumah (PR) dan soal-soal ujian. Guru kelas juga sangat perlu diberi hak kemerdekaan seratus persen dalam memberikan penilaian (memonten tes).

Guru tahu persis tingkat kesulitan dan berat ringannya beban tugas/soal ujian yang sesuai untuk murid yang ada di kelasnya. Tingkat kesulitan dan beban yang diberikan tersebut akan berbeda dari satu guru dengan guru yang lain baik dalam satu sekolah apalagi dengan sekolah yang berbeda.

Perbedaan ini bermuara dari latar belakang murid dari jenjang pendidikan sebelumnya dan tingkat persaingan yang ada di kelas baik dalam satu sekolah yang sama apalagi dengan sekolah yang berbeda.

Soal-soal tes yang dibuat oleh pemerintah tidak kompatibel dengan sistem ini. Ini utamanya disebabkan soal-soal tersebut menyamaratakan estimasi capaian dan penekanan materi pada setiap mata pelajaran.

Dengan kata lain, soal-soal tersebut akan menyamaratakan tingkat kesulitan dan beban-beban murid mulai dalam sekolah yang sama, sekolah yang berbeda, dan terlebih-lebih pada tingkat daerah dan nasional.

Implikasinya, soal-soal tes yang sejauh ini dibuat oleh Dinas Pendidikan Daerah yang mencakup Ujian Tengah Semester (UTS), Ujian Semester (US), dan Ujian Akhir Sekolah (UAS) sudah tidak sesuai lagi dengan semangat kemerdekaan pendidikan di Indonesia.

Lebih jauh lagi, sistem Ujian Nasional (UN), yang tahun 2020 akan menelan biaya lebih dari Rp8 triliun, yang berlaku sejauh ini mulai dari jenjang pendidikan dasar, menengah pertama, dan menengah atas, sangat kontradiktif dengan semangat kemerdekaan pendidikan Indonesia. Soal-soal UN itu dibuat oleh Kantor Mas Nadiem, sejauh ini, dan diujikan untuk seluruh murid dari Sabang hingga Merauke.

Mas Nadiem, sesegera mungkin merdekakan guru dan murid Indonesia. Berikan kemerdekaan sepenuhnya kepada guru untuk mengajar, menguji dan memberi nilai. Hapus sistem Ujian Akhir Sekolah (UAS) dan hapus Sistem Ujian Nasional (UN). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun