Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mimpi Menenggelamkan Parpol di Ranah Pilkada Indonesia

12 Mei 2019   20:27 Diperbarui: 13 Mei 2019   08:31 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber:sumateranews.co.id

Siapa yang tidak kenal sosok Sri Pudjiastuti. Menteri Kelautan dan Perikanan ini adalah satu-satunya Menteri Keluatan dan Perikanan Indonesia yang dengan tegas dan berani menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan Indonesia. Untuk itu Jokowi memberi gelar Menteri nekat pada sosok yang dulunya nelayan di wilayah Palabuhan Ratu, kabupaten Sukabumi ini. Sebelumnya, kita tidak pernah mendengar adanya kapal asing pencuri ikan di perairan Indonesia yang ditenggelamkan.

Memang harus ada yang berani memulai pekerjaan besar. Kompasianer, bagaimana jika kita mulai sekarang. Kita mulai pekerjaan besar itu, misalnya, dengan mimpi menenggelamkan perahu-perahu partai politik dalam seluruh Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia. Maksudnya mimpi untuk menghapuskan ketentuan perlunya dukungan partai politik dalam pemilihan baik Gubernur maupun Walikota/Bupati. Semuanya calon perseorangan. 

Kepala Desa sebetulnya juga kepala daerah pada jenjang yang paling bawah. Tidak ada ketentuan perlunya dukungan partai politik dalam pemilihan kepala desa (Pilkades). Lancar-lancar saja koq. Jumlah Calon Kades juga biasa-biasa saja dua atau tiga orang saja. Penulis tidak melihat ada kekurangan dengan tidak diperlukannya kehadiran partai politik dalam Pilkades. Kenapa Pilkada tidak demikian juga? 

Walaupun Pilkada dengan semua calon perseorangan baru sebatas mimpi, tapi mimpi tersebut terbentuk berdasarkan pengalaman berdemokrasi kita dalam Era Reformasi sejauh ini.  Pertama, Kompasianer Almizan53 menulis, klik disini,  bahwa azas Koalisi Parpol pengusung Paslon kepala daerah bukan agama dan/atau ideologi kebangsaan. Sebagian azas utama yang dipegang Partai Koalisi tersebut adalah kucukupan persyaratan jumlah kursi untuk mengusung calon kepala daerah. 

Sebagian yang lain adalah sosok figur Paslon utamanya kepemilikan uang (aset) yang sangat besar. Aset calon/Paslon masing-masing tidak cukup dalam hitungan beberapa miliar rupiah saja. Perlu beberapa puluh dan bahkan beberapa ratus miliar untuk memenangkan suatu Pilkada. 

Biaya tersebut mencakup biaya sewa perahu-perahu tersebut atau yang lebih dikenal dengan nama mahar politik. Namanya saja sewa atau mahar ya itu terserah Parpol pengusung untuk menggunakannya. Yang sering muncul dipermukaan uang itu digunakan untuk kampanye pemenangan. Tapi itu diluar kontrol Paslon dan biasanya Paslon memiliki Tim Kampanye yang dikontrol sepenuhnya oleh Paslon. Otomatis terjadinya tumpang tindih pembiayaan dan/atau kegiatan kampanye.

Dengan demikian, tumpang tindih pembiayaan kampanye Paslon, jika sewa perahu dan/atau mahar politik itu memang digunakan untuk pembiayaan kampanye, dapat dihapus jika semua pasangan calon Pilkada merupakan calon perseorangan. Miliaran atau bahkan ratusan miliar rupiah mahar politik dapat diselamatkan.

Kedua, rakyat berangsur-angsur memahami tugas-tugas pokok dari kepala daerah. Jargon pemimpin berangsur-angsur berganti dengan jargon pelayan. Kepala daerah itu memiliki tugas-tugas pokok pelayanan umum. Tugas-tugas pokok untuk menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan rakyat banyak.

Misalnya, apa perlunya politik-politikan dalam pengendalian dan/atau pengelolaan banjir dan bencana alam yang lain, sampah, air bersih, transportasi, jalan dan jembatan, tata kota dan lingkungan hidup, dan lain sebagainya yang memiliki konten manfaat lokal atau regional? Yang diperlukan adalah kuantitas dan kualitas super dengan biaya super minor. 

Dalam literatur keuangan/pemerintahan daerah tugas-tugas pokok pemerintah daerah itu berbasis efisiensi mikro. Tugas pemerintah pusat, sebaliknya, terkait dengan efisiensi makro.

Itu saja. Sederhana koq. Namun, adakah warna khas masing-masing parpol untuk mencapai efisiensi mikro tersebut? Penulis yakin hampir semua Kompasianer mengatakan negatif alias tidak ada. Dengan demikian, sekali lagi, jelas tidak ada urgensi nya partai politik di Pilkada. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun