Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ini 5 Gagasan Super Jokowi yang Sulit Direalisasikan

10 Februari 2018   21:49 Diperbarui: 11 Februari 2018   17:35 5383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS/WISNU WIDIANTORO)

Keempat, kedaulatan pangan. Janji kampanye kedaulatan pangan memang super tetapi tidak realistis dan dapat dikatakan sebagai janji kampanye yang populis. Satu dan lain hal karena iklim dan/atau keterbatasan lahan kita yang tidak begitu sesuai untuk produk pangan seperti kedelai, susu dan daging sapi. 

Selain dari itu sekitar 70% penduduk Indonesia adalah orang miskin dan rawan miskin serta penerima Bansos dan Subsidi dari Pemerintah. Pembatasan impor apalagi dengan skim kuota impor untuk ketiga komoditas pertanian ini dan beras akan menyebabkan harga impor yang mahal sehingga menyengsarakan kelompok miskin dan rawan miskin dan mematikan banyak warung dan gerobak makanan serta terus berjangkitnya penyakit kronis mafia impor. 

Menteri Keuangan Sri Muljani Indrawati, misalnya, menyatakan bahwa Beliau merasa ada "praktik yang tidak benar di Indonesia, terutama dalam rantai perdagangan." Buruknya rantai perdagangan itu menyebabkan beberapa pihak dapat mempermainkan harga... dan ini menurut Beliau adalah "kejahatan yang tinggi." Lebih lengkap silahkan klik Detikfinance "Sri Mulyani: Permainan Harga Pangan Adalah Kejahatan yang Tinggi," tayang 12 Juni 2017. 

detik
detik
Pernyataan Mantan Managing Director Bank Dunia tersebut sangat tajam tetapi diplomatis dan memiliki arti yang sangat dalam bagi para ekonom. Para ekonom, termasuk penulis, mengartikan kritikan itu mencakup kebijakan hambatan bukan tarif (NTBs) yang bermuara pada praktik permainan harga tersebut. Dalam kasus impor beras, misalnya, hambatan bukan tarif tersebut berupa kuota impor dan sekarang lebih keras lagi dengan kebijakan pemberian hak eksklusif monopoli impor beras pada Perum Bulog. 

Beberapa tahun sebelumnya, ekonom Bambang Brodjonegoro (ketika itu masih menjabat sebagai Pimpinan Kementerian Keuangan) dan ekonom Rizal Ramli yang ketika itu, rasanya, masih sebagai pengamat Kebijakan Publik, secara tegas menyatakan bahwa rezim kuota impor adalah salah. Sebagai alternatifnya Beliau berdua ini mengusulkan hambatan tarif. Namun, usul kedua ekonom terkemuka ini ditolak. Lebih lengkap silahkan klik "Pengendalian Impor Beras ala Prof BJ Habibie".

Untuk komoditas pertanian beras, coba kita lihat kembali gaung keberhasilan swasembada beras di tahun 2016 yang tidak berumur panjang. Impor terpaksa dilakukan di tahun 2017 dan 2018 dengan mengorbankan konsumen untuk membayar harga beras yang mahal dalam waktu berbulan-bulan sebelum beras impor masuk. Bukan itu saja, pemerintah perlu menyuntikan modal dalam jumlah yang hampir 10 triliun rupiah ke Perum Bulog.. dan..cuitan masih bergentayangannya mafia beras riuh sekali. 

Polemik impor beras ini sebetulnya sudah mencuat di tahun 2016, tahun swasembada beras itu. Polemik itu muncul kembali di tahun 2017 dan sangat gaduh di penghujung itu dan awal tahun 2018 ini. Googgling di internet dengan menggunakan kata kinci "Polemik Impor Beras," menghasilkan jawaban yang sangat banyak. Beberapa diantaranya Tirto.id "Polemik Impor Beras, antara Janji Jokowi dan Data yang Tak Akurat," Indonesia Times "Polemik Impor Beras 500 Ribu Ton, Komisi VI DPR Akan Panggil Kemendag," dan Merdeka.com "5 Kejanggalan saat pemerintah putuskan impor beras."

Sebetulnya saya pernah membaca gagasan super Presiden Jokowi untuk pengendalian impor beras. Prinsip dari gagasan ini adalah terlindungnya konsumen dari harga beras yang mahal, petani tidak dirugikan, pedagang beras dapat berkembang dengan baik, dan, diatas kesemua itu negara tidak perlu mengeluarkan uang dalam rangka stabilisasi harga beras itu. Saya coba googgling untuk mencari kembali, retriving, berita tersebut di internet tetapi belum berhasil. 

Walaupun demikian, penulis ada menayangkan lima artikel di Kompasiana yang mengandung semangat pengendalian impor beras Presiden Jokowi tersebut. Salah satunya yang mendapat klik diatas 1.000 berjudul "Pengendalian Impor Beras ala Prof. B.J. Habibie dan beberapa Opsi Alternatif," tayang 29 Januari 2018.

Kelima, Pemangkasan 600 anak perusahaan BUMN. Gagasan Presiden Jokowi untuk memangkas 600 anak dan cicit perusahaan BUMN mendapat respons yang luas di media masa. Kompas.com, misalnya, menyajikannya dengan judul "Jokowi Akan Pangkas 600 "Anak", "Cucu", dan "Cicit" Perusahaan BUMN," tayang 27 Oktober 2017. Ini memang gagasan yang super sebab uang negara dalam hitungan ratusan triliun tersebut yang ditanamkan di anak cucu dan cicit BUMN itu lepas dari pengamatan BPK dan Publik. 

Tidak ada ketentuan yang mewajibkan BUMN untuk melaporkan kegiatan dan/atau kinerja perusahaan tersebut ke BPK dan ke DPR. Tidak ada juga kewajiban bagi mereka untuk disclose laporan keuangan dan laporan tahunan. Lebih jauh lagi, selain perusahaan-perusahaan termaksud tidak memiliki core bisnis yang terkait langsung dengan BUMN induknya juga tidak begitu jelas apakah pendiriannya memang memiliki landasan yang baik atau hanya sarat dengan vested interests.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun