Mohon tunggu...
Alma Fauzal Jannah
Alma Fauzal Jannah Mohon Tunggu... -

Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Terkadang Energi Bumi, Energi Langit Selalu

15 Agustus 2018   23:57 Diperbarui: 16 Agustus 2018   07:07 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.instagram.com/p/Bkl3ohDDZ9F/?taken-by=ghaitsaicaa

(Gambar Lukisan Ghaitsa Zahira Shofa)

Mengawali cerita 'Terkadang' ini, berasal dari pengalaman salah seorang Sahabat, Ustadzah, Hafizhah, Motivator, Inspirator dan Ulama yang sangat takut pada Allah. Namanya Ghaitsa Zahira Shofa, tiada orang yang melihat dan mendengarnya kecuali takjub, takjub dan takjub. Itu yang saya Alami, mari kita simak kisah hikmahnya.

Terinspirasi dari sebuah buku yang mengisahkan masyarakatnya selalu berinteraksi dengan Alquran, saya penasaran. Dimana tempat ini? Ingin sekali saya berkunjung ke sana. Walau dalam keadaan hamil muda anak kedua, tapi tak apalah. Saya tetap ingin pergi belajar ke sana bersama suami, dan jagoan pertama kami. Akhirnya ketika dicari tahu, ternyata cerita di dalam buku ini berasal dari negeri Yaman.

Berdoa pada Allah semoga dimudahkan niat baik untuk belajar dan juga berwisata, Alhamdulillah Allah beri kesempatan kepada kami untuk mengunjungi tempat tersebut, Tarim, Hadhramaut, Yaman.

Tempat ini bisa dibilang perkampungan. Kadang ada listrik, kadang ada sinyal, dan kadang ada bahan bakar. Semuanya terkadang. Namun dengan keterbatasan ini, membuat kami lebih mudah jauh dengan gadget. Yaman susah untuk hal duniawi, sangat terbatas, sehingga banyak waktu luang yang dapat digunakan untuk menghafal Alquran.

Saya pun merasa demikian. Ketika di Bandung, terkadang masih penasaran untuk sesekali membuka media sosial, cek apa yang sedang update saat ini, dan mencari berbagai informasi yang lainnya. Namun ketika di Yaman, sinyal sangat susah. Ketika ada pun hanya bisa untuk membuka WhatsApp saja, setelah itu sinyal hilang lagi dan selalu begitu. Dan akhirnya saya bersyukur, karena hal itu kami jauh dari perbuatan sia-sia, sehingga hubungan kami dengan keluarga baru di Yaman, terasa lebih dekat.

Suasana yang kondusif membuat orang-orang di sini begitu akrab dengan Alquran, hadis, dan kitab lainnya. Bahkan dianggap aneh, jika ada insan yang tidak hafal Alquran. Wanita di sini semuanya memakai cadar, dan saya pun menyesuaikan dengan kebudayaan mereka. Bahkan sedang bertani sekali pun, mereka tetap tertutup. Dari kejauhan, saya dan suami ingin mencoba mengambil gambar, lalu wanita tersebut tersadar dan tak mengizinkannya dengan memberi isyarat, ini sungguh menakjubkan.

Kami tinggal di sebuah rumah Syekh yang begitu hangat menerima kami. Istrinya begitu lembut, melayani dengan setulus hati. Masakannya enak dan begitu memuliakan tamu. Ah, akhlak dan pribadinya sangat mencerminkan Alquran.

Malam hari, sensasi Gelap Gulita mulai dirasa. Kalau di Bandung pernah juga, tapi sangat jarang, ketika mati listrik saja. Namun di sini, hampir setiap malam tidak ada listrik. Masyarakat menggunakan lampu minyak sejenis damar, untuk membantu penerangan. Ketika siang, anak-anak sekolah. Dan ketika malam, mereka menghafal Alquran.

Disana, kami berkendara dengan sepeda motor. Lalu satu waktu, kami ingin berkunjung ke suatu daerah. Ketika suami akan menyalakan sepeda motor, ternyata  bahan bakarnya habis. Karena bahan bakar terbatas, ia harus mengantre sejauh 4 Km di Stasiun Pengisian Bahan Bakar. Dan yang membuat suami kagum, para laki-laki yang sama-sama sedang menunggu bahan bakar tersebut, waktu mereka dimanfaatkan untuk menghafal Alquran, hadis, dan kitab lainnya. Tak ada yang menunggu sambil melakukan hal yang sia-sia, atau menggerutu, apalagi marah-marah.

Sudah sekitar 5 jam menunggu, perlahan antrean panjang ini tinggal 20 sepeda motor. Namun tiba-tiba, petugas pengisi bahan bakar bilang, "Mohon maaf, bahan bakarnya habis". Dan apa yang terjadi dengan antrean panjang lagi panas ini? Mereka pulang dengan perasaan yakin, bahwa Allah akan menolong, tak ada rasa kecewa sedikitpun dari raut wajah mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun