Dasar Episteme: Justifikasi Pengetahuan tentang Manusia
Pemikiran Wilhelm Dilthey tidak hanya berfokus pada perbedaan antara ilmu alam dan ilmu kemanusiaan, tetapi juga pada dasar episteme, yaitu bagaimana pengetahuan tentang manusia dapat dibenarkan dan dianggap sah secara ilmiah. Dilthey berusaha membangun dasar pengetahuan yang berbeda dari positivisme Auguste Comte, yang menilai bahwa hanya ilmu empiris yang berlandaskan observasi dan verifikasi yang dapat disebut "ilmiah."
Bagi Dilthey, pandangan Comte tersebut terlalu sempit karena mengabaikan hakikat manusia sebagai makhluk yang hidup dalam makna dan sejarah. Ia berpendapat bahwa pengetahuan tentang manusia harus berangkat dari pengalaman hidup (Erlebnis), bukan dari pengukuran objektif semata.
- Ilmu alam mencari penjelasan (Erklren).
Dalam tradisi ilmu alam, pengetahuan diperoleh melalui penjelasan kausal (Erklren). Ilmuwan berusaha menjelaskan fenomena dengan menghubungkan sebab dan akibat. Namun, bagi Dilthey, manusia tidak dapat dijelaskan seperti benda mati karena manusia memiliki kesadaran, tujuan, dan makna yang tidak bisa direduksi menjadi hubungan sebab-akibat.
Oleh karena itu, ilmu tentang manusia memerlukan pendekatan pemahaman (Verstehen). Dengan verstehen, seseorang tidak hanya mengetahui bahwa suatu peristiwa terjadi, tetapi juga memahami mengapa peristiwa itu bermakna bagi pelakunya. Pemahaman ini bersifat hermeneutik, artinya ia diperoleh melalui proses interpretasi terhadap ekspresi kehidupan manusia  baik dalam bentuk tindakan, simbol, maupun bahasa.
Contohnya, dalam dunia akuntansi, seorang peneliti mungkin ingin memahami mengapa suatu perusahaan memilih untuk tidak memaksimalkan laba dalam jangka pendek. Pendekatan erklren akan mencari penjelasan rasional seperti kebijakan investasi atau strategi pasar. Namun, pendekatan verstehen akan menelusuri makna di balik keputusan tersebut: mungkin karena perusahaan memprioritaskan keberlanjutan, kesejahteraan karyawan, atau nilai etika tertentu.
Dengan demikian, Dilthey menegaskan bahwa pengetahuan ilmiah tidak harus selalu bersifat eksperimental, tetapi dapat pula dibangun melalui pemahaman yang mendalam terhadap kehidupan manusia.
- Ilmu manusia mencari pemahaman (Verstehen).
Salah satu sumbangan penting Dilthey adalah konsep rasionalitas interpretatif. Menurutnya, ilmu kemanusiaan tetap ilmiah karena memiliki struktur rasionalnya sendiri, meskipun tidak menggunakan metode kuantitatif seperti ilmu alam. Rasionalitas dalam ilmu kemanusiaan tidak diukur dari kemampuan memprediksi, melainkan dari kemampuan menafsirkan secara logis dan koheren.
Dalam konteks ini, kebenaran ilmiah tidak dilihat sebagai sesuatu yang absolut, tetapi sebagai koherensi makna yang dapat diterima oleh komunitas ilmiah. Artinya, pemahaman dianggap sah jika hasil interpretasi tersebut masuk akal secara historis dan sosial.
Dalam akuntansi, rasionalitas interpretatif ini berarti bahwa laporan keuangan dan praktik pencatatan dapat dipahami secara sah apabila interpretasinya konsisten dengan konteks sosial dan moral di mana ia dibuat. Misalnya, praktik akuntansi di pesantren atau koperasi memiliki logika dan nilai tersendiri yang sah dalam konteks sosialnya, meskipun mungkin berbeda dengan standar korporasi modern.
Dengan demikian, epistemologi hermeneutik membuka ruang bagi pluralitas dalam ilmu akuntansi. Tidak ada satu kebenaran tunggal yang berlaku universal, melainkan berbagai kebenaran yang lahir dari konteks kehidupan manusia yang berbeda-beda.