Dalam konteks akuntansi, aksiologi hermeneutik berarti memandang akuntansi bukan hanya sebagai alat pengukuran atau sistem pelaporan, tetapi sebagai sarana etis dan spiritual yang mencerminkan nilai kehidupan. Angka-angka dalam laporan keuangan bukan sekadar hasil perhitungan rasional, melainkan ekspresi nilai kemanusiaan seperti empati, kejujuran, dan tanggung jawab sosial.
- Pendahuluan: Dari Pengetahuan Menuju Nilai
Dilthey menegaskan bahwa ilmu tidak hanya berhenti pada pengetahuan, tetapi harus berorientasi pada kehidupan yang bernilai. Pengetahuan tanpa nilai akan kehilangan arah dan berpotensi menjadi alat yang tidak manusiawi. Dalam akuntansi, orientasi terhadap nilai berarti memahami bahwa setiap angka memiliki konsekuensi moral bagi kehidupan sosial.
Laporan keuangan tidak hanya menyajikan informasi untuk pengambilan keputusan ekonomi, tetapi juga menyampaikan pesan moral tentang tanggung jawab, kejujuran, dan kesejahteraan bersama. Oleh karena itu, akuntansi yang sejati harus menyeimbangkan efisiensi rasional dengan kemanusiaan moral.
- Nilai Kehidupan (Lebenswert) dalam Akuntansi
Konsep Lebenswert (nilai kehidupan) dalam pandangan Dilthey menegaskan bahwa setiap tindakan manusia harus memiliki makna bagi kehidupan itu sendiri. Nilai kehidupan tidak bersumber dari peraturan eksternal, tetapi dari kesadaran batin manusia yang berusaha mencapai kebaikan.
Dalam akuntansi, Lebenswert berarti bahwa setiap proses pencatatan dan pelaporan harus berakar pada nilai-nilai kemanusiaan. Misalnya, transparansi bukan hanya kewajiban administratif, tetapi bentuk penghargaan terhadap kepercayaan publik. Keakuratan bukan hanya soal angka yang benar, tetapi juga tentang komitmen pada kejujuran.
Akuntansi yang mengandung nilai kehidupan tidak hanya menilai laba dan rugi, tetapi juga dampak sosial dari kegiatan ekonomi. Keputusan akuntansi yang baik adalah keputusan yang selaras dengan nilai-nilai moral dan membawa manfaat bagi kehidupan bersama.
- Empati (Einfhlung) sebagai Etika Pemahaman
Empati atau Einfhlung merupakan inti dari hermeneutika Dilthey. Ia adalah kemampuan untuk "menghidupkan kembali" pengalaman orang lain di dalam kesadaran diri sendiri. Dalam konteks akuntansi, empati menjadi landasan etika yang memungkinkan akuntan, auditor, dan peneliti untuk memahami realitas ekonomi secara manusiawi.
Akuntansi hermeneutik menuntut agar pelaku akuntansi tidak hanya menghitung, tetapi juga merasakan. Misalnya, seorang auditor yang memahami konteks kesulitan ekonomi klien akan menilai laporan keuangan dengan keseimbangan antara keadilan dan kemanusiaan. Seorang manajer yang memahami dampak keputusannya terhadap karyawan tidak hanya mengejar efisiensi, tetapi juga kesejahteraan.
Empati menjadikan akuntansi lebih bermoral, karena ia mengembalikan manusia sebagai pusat praktik ekonomi. Dengan empati, angka bukan lagi sekadar alat evaluasi, tetapi juga sarana komunikasi antarhati yang dilandasi niat baik dan tanggung jawab sosial.
- Makna Moral pada Angka Akuntansi