Seni Keindahan Hidup: Kebangkitan dari Dalam
Bagian 1: Kedamaian yang Tumbuh
Betapa naifnya aku dahulu. Aku sering melayangkan doa ke langit, memohon kedamaian, meminta agar semua amarah, kebencian, dan segala yang tak dapat kuterima, hilang dari hati. Aku berpikir, kedamaian adalah hujan yang turun dari luar, anugerah yang diberikan tanpa usaha. Namun, perjalanan panjang membawaku pada sebuah kesadaran spiritual yang mendalam: kedamaian tidak bisa diturunkan dari luar; ia hanya tumbuh dari dalam diriku sendiri.
Kedamaian itu lahir saat aku mulai berani melepaskan beban---satu demi satu. Beban berupa ekspektasi, dendam, dan keinginan untuk mengendalikan. Setiap genggaman yang kulepaskan adalah ruang baru bagi kedamaian untuk bernapas.
Bagian 2: Hikmah di Balik Luka
Aku juga sering berdoa untuk diberi kesabaran. Aku menginginkan kesabaran sebagai mantel tebal yang langsung diselimutkan. Akhirnya aku mengerti, kesabaran bukanlah sesuatu yang langsung diberikan, ia tumbuh dari jatuh bangun, dari luka, dan dari perjalanan panjang yang melembutkan hati. Setiap air mata dan setiap kekecewaan adalah pupuk yang menyuburkan akar kesabaran.
Sama halnya dengan kebahagiaan. Aku sering bermohon agar aku selalu bahagia, lalu akhirnya aku paham bahwa yang kuterima adalah anugerah dan berkah. Bahagia itu lahir bukan saat aku mendapatkan semua yang kuinginkan, melainkan saat aku belajar melihat berkah yang bertebaran, penuh dengan syukur.
Bahkan, rasa sakit yang selalu kusingkirkan. Dulu, aku sering meminta dijauhkan dari rasa sakit. Namun, aku kembali sadar bahwa rasa sakit itu bukanlah hukuman; justru ia adalah pintu yang membuat aku berhenti sibuk dengan dunia dan kembali menyentuh ruang tenang dalam diri. Ia memaksaku untuk berhenti berlari dan mulai merenung.
Bagian 3: Anugerah Kehidupan dan Doa yang Sederhana
Aku pernah meminta agar jiwaku bertumbuh, hingga akhirnya aku mengerti bahwa jalan bertumbuh itu harus aku jalani sendiri. Kadang dengan rasa perih, kadang dengan kehilangan yang menganga. Bertumbuh terus, agar hidupku suatu hari dapat berbuah---buah kebijaksanaan dan kasih.
Dan dulu, aku meminta semua yang kuinginkan, supaya aku bisa menikmati hidup. Namun, aku semakin tersadarkan bahwa anugerah terbesar yang diberikan kepadaku adalah kehidupan itu sendiri. Bukan isinya, tapi wadahnya. Dan dari kesadaran itu, aku mulai belajar menikmati apapun yang hadir, tanpa harus menunggu semuanya sempurna dulu.
Kini, setelah semua perjalanan, doaku menjadi sederhana, namun paling mendalam: "Ajari aku untuk bisa mencintai orang lain, sebesar cinta yang telah aku terima dari-Mu."
Dan di dalam momen itu, dalam keheningan batinku yang sejati, ada rasa hangat yang muncul di hati, seperti bisikan lembut dari Sang Sumber: "Akhirnya, sekarang kamu mengerti"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI