Mohon tunggu...
Aldy M. Aripin
Aldy M. Aripin Mohon Tunggu... Administrasi - Pengembara

Suami dari seorang istri, ayah dari dua orang anak dan eyang dari tiga orang putu. Blog Pribadi : www.personfield.web.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Beras Plastik, Statemen Makar dan Sabotase Kemendagri dan Sikap Masa Bodoh Masyarakat

7 Juni 2015   02:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:19 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1432377727747153526

[caption id="attachment_419614" align="aligncenter" width="540" caption="Mendagri Tjahjo Kumolo, beras dan Ibu Dewi pelapor beras plastik | Kompas.com & Detik.com"][/caption]

Kali ini Mendagri Tjahjo Kumolo bersuara sangat keras dengan mengatakan bahwa kasus beras bercampur plastik merupakan perbuatan bemuatan politik dan bahkan ada usaha makar terhadap negara serta sabotase terhadap pemerintah (detik,  23/5/2015).  Lain lagi dengan cerita Dewi, wanita berjilbab yang pertama memuat kabar ada beras bercampur plastik di media sosial justru merasa tertekan oleh aparat kepolisian, Dewi seakan-akan dipojokkan karena dianggap membuat resah masyarakat (detik, 23/05/2015)

Sedih saya membaca pernyataan pak Mentri, bukannya menenangkan justru pernyataan beliau menambah kekacauan baru.  Pernyataan seperti itu akan membuat masyarakat yang tidak paham duduk perkaranya akan panik dan bisa jadi menghakimi sendiri jika menemukan adanya pedagang yang secara kebetulan menjual beras mengandung butiran plastik.  Dan bukan tidak mungkin, justru para pedagang bertindak sebaliknya dari yang dilakukan oleh ibu Dewi, mereka menjadi tutup mulut dan menyimpan rapat-rapat rahasia beras bercampur plastik.  Tidak ada diatara kita yang ingin mengungkapkan sebuah kesalahan tetapi kemudian justru di tuduh berniat melakukan makar dan sabotase terhadap pemerintah.

Sikap masa bodoh dan ketidak perdulian masyarakat kadang dipicu oleh pejabat kita sendiri. Banyak diantara kita memilih tutup mulut rapat-rapat dan bersikap seakan-akan tidak tahu, padahal mungkin kejadian itu berlangsung didepan mata kita.  Ancaman-ancaman yang dilakukan oleh para petinggi negeri apalagi setingkat menteri bukanlah ancaman kosong dan bukan pula rahasia, mereka yang dengan niat baik melaporkan kecurangan justru menjadi tersangka. Jika sudah begini, langkah terbaik yang bisa dilakukan hanyalah tutup mulut dan masa bodoh.  Siapa yang dirugikan? Ya pemerintah dan masyarakat sendiri yang rugi.

Sebagai warga negara dan warga masyarakat, dinurani yang paling dasar kita tidak ingin melihat dan menyaksikan saudara-saudara yang lain tertipu oleh para pedagang yang culas, kita juga tidak ingin dianggap melakukan pembiaran terhadap sebuah kecurangan yang kita ketahui dan kita saksikan sendiri.  Tetapi jangan juga kita menyalahkan orang lain yang bersikap cari aman dengan tidak melaporkan kecurangan padahal mereka tahu.  Pejabat dan aparat kita memegang peranan yang tidak kecil terhadap sikap tidak perduli dan masa bodoh oleh sebagian masyarakat, apalagi mereka yang pernah merasakan pahitnya berhubungan dengan hukum dinegeri ini.

Disatu sisi, statemen pak Mentri harus kita hargai, karena kegeramannya terhadap tindakan curang para pedagang yang hanya mengejar keuntungan dengan cara tidak wajar tentu dalam upaya beliau melindungi konsumen kebanyakan seperti kita, tapi disisi lain layaknya pak Menteri janganlah menyampaikan dengan nada yang terkesan berapi-api tapi hanya habis dibibir dan membuat takut para pedagang yang kebetulan sebagai penyalur padahal mereka juga ingin melaporkan hal yang sama kepada aparat yang berwenang.

Ditambah lagi dengan sikap aparat keamanan yang cenderung memojokan seperti kasus ibu Dewi, membuat orang-orang yang tahu menjadi enggan untuk melapor.  Saya tidak meragukan kemampuan aparat keamanan untuk membongkar kasus ini, tetapi jika dibantu peran serta masyarakat, pembongkaran dan penyelesaian masalahnya bisa semakin cepat dan tepat sasaran.

Kasus beras plastik belum sampai pada tindakan sabotase dan makar, tetapi masih sebatas keinginan sejumlah pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperdulikan dampaknya terhadap masyarakat.  Lemahnya pengawasan dari instansi yang berwenang (Kementrian Perdagangan) layak dipersoalkan, jangan cuma pinter melarang impor ini dan itu tapi pengawasannya tidak ada, ya percuma. Ntar kalau sudah kepepet jurang musti Pak Jokowi yang diminta turun tangan mengatasi.  Kalau begini terus, apa fungsinya para pembantu presiden dengan fasilitas mewah sementara urusan ecek-ecek begini harus Presiden Jokowi yang menyelesaikan?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun