Mohon tunggu...
Salehoo
Salehoo Mohon Tunggu... Petani - Petani

GAK BAHAYA TA?!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sesuaikah Sistem Khilafah Jika Diterapkan di Indonesia?

20 Oktober 2023   20:39 Diperbarui: 20 Oktober 2023   21:13 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Jakarta Post "Pancasila, Demokrasi vs 'Khilafah': Tantangan Bagi Indonesia"

Khilafah menurut Ibnu Khaldun merupakan sebuah tanggung jawab umum yang dikehendaki oleh syariat dengan tujuan untuk memanifestasikan kemaslahatan di dunia maupun di akhirat bagi umat dengan merujuk kepadanya. Dengan dalih kemaslahatan akhirat sebagai destinasi final, maka dari itu segala sesuatu yang berkorelasi dengan hal duniawi harus berhaluan kepada syariat agama (islam). Istilah khilafah jika disederhanakan dapat diartikan sebagai suatu sistem pemerintahan yang berpedoman kepada syariat-syariat islam dengan tujuan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sistem khilafah sendiri dipimpin oleh seorang khalifah, yang berperan mewakili umat Islam dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan, dan dalam penerapan hukum islam. Khalifah berarti wakil atau pengganti nabi Muhammad setelah rasulullah wafat serta juga bisa dimaknai sebagai wakil Tuhan di muka bumi yang diwujudkan dalam bentuk raja, sultan, ataupun pemimpin. Istilah khalifah pertama kali digunakan Allah saat penciptaan nabi Adam dalam dialog-Nya dengan Malaikat. Sementara pada zaman Rasulullah, istilah khalifah bermula dari terpilihnya Sayyidina Abu Bakar sebagai pengganti Rasulullah dalam memimpin umat Islam setelah Baginda Rasul wafat.

Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi. Sistem demokrasi di Indonesia sangatlah menjunjung tunggi akan nilai-nilai transparansi (keterbukaan), toleransi (pengertian), independensi (kebebasan), emansipasi (persamaan), serta partisipasi (gotong royong) dalam menentukan kebijakan negara yang seluruhnya termuat dalam nilai-nilai Pancasila. Berbeda dengan negara barat yang demokrasinya condong kearah demokrasi liberal yang sangatlah bertolak belakang dengan corak demokrasi Pancasila. 

Pancasila sendiri merupakan nilai dasar dari bangsa Indonesia, serta merupakan landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia sejak kemerdekaan. Pancasila juga merupakan harkat dan martabat bangsa yang memuat nilai-nilai rohani, moral, dan kebudayaan masyarakat itu sendiri. Pancasila dikenal sebagai ideologi terbuka, dalam artian bahwa Pancasila mampu mengikuti perkembangan dan modernisasi zaman (dinamis), serta segala sesuatu yang terdapat didalamnya haruslah terealisasikan dalam aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila juga bisa diklasifikasikan sebagai karya fenomenal, karena didalamnya termuat faedah yang dirumuskan oleh para pendiri negara guna merealisasikan hajat bangsa yang majemuk, yang terdiri akan berbagai latar belakang suku, agama, maupun budaya.

Beberapa waktu yang lalu terdapat gerakan organisasi politik Hizbut Tahrir Indonesia yang mengagendakan pembentukan negara Indonesia yang berideologi islam. HTI berdalih, bahwasannya masalah utama yang menimpa kaum muslim di Indonesia disebabkan karena syariat-syariat Islam yang tidak diterapkan dalam kehidupan masyarakat. 

HTI sendiri berasal dari salah satu gagasan pembentukan kembali negara bersistem khilafah yang diprakarsai oleh Hasan Al-Banna dengan pendirian gerakan Ikhwanul Muslimin pada tahun 1928. Namun gerakan tersebut mengalami penolakan dari berbagai penguasa, bahkan dalam negara yang berkonstitusikan Islam itu sendiri. Alhasil gerakan tersebut meluas dan menyebar ke penjuru dunia, dan salah satunya bertransformasi dan masuk ke Indonesia. Banyak sekali reaksi yang didapat mengenai meruaknya wacana akan pendiri negara khilafah, seperti halnya penolakan keras dari organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah, Al-Washiliyah, dan Nahdhlatul Ulama. Salah satu alasan utama ialah karena Indonesia merupakan negara berideologi Pancasila yang dimana memiliki latar belakang budaya dan agama bermacam-macam, dalam artian bukan hanya Islam saja yang menjadi agama kepercayaan masyarakat Indonesia.

Setelah dibubarkannya sistem khilafah di Turki, sebenarnya sudah bermunculan mengenai pandangan perlunya penegakan kembali sistem khilafah atau tidak. Perbedaan pendapat ini terdapat dikalangan para pemikir maupun aktivis politik islam kala itu, dengan dalih bahwasannya ayat Al-Qur’an maupun Hadits yang menjadi dasar hukum wajib didirikannya kekhalifahan, hanya membahas tentang perlunya kepemimpinan menurut ketiga ormas tersebut (NU, Muhammadiyah, dan Al-Washiliyah). Menurut Muhammadiyah yang diwakili oleh Din Syamsudin menuturkan bahwa ,”Silahkan saja HTI menganggap Khilafah Islamiyah sebagai kepemimpinan islam. Tetapi dalam islam, makna khilafah sangat luas dan banyak persepsi. Misalnya setiap orang adalah khalifah atau pemimpin dengan dirinya sendiri.” Sementara itu NU berpendapat bahwa khalifah itu hanya berlangsung selama 30 tahun setelah wafatnya Nabi SAW, yaitu masa pemerintahan para sahabat, yakni Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Sayyidina Ali. Dan setelah pemerintahan mereka, adalah masa pemerintahan para raja yang  berkuasa dengan tangan besi. Al-Washiliyah mengemukakan bahwa demokrasi yang diintepretasikan di Indonesia merupakan sebuah teori dan UU yang dibuat berpedoman kepada wahyu (Al-Qur’an dan sunnah) yang bertujuan agar interpretasi wahyu dalam memaknai dan menjalankan 4 roda pilar  dan nasionalis di Indonesia khususnya, tidak liar yang menyebabkan bangsa ini terus dirundung mala petakan dan konflik berkepanjangan yang akan menyebabkan NKRI hancur dan terpecah belah. Dari sisi gerakan HTI itu, Hafidz Abdurrahman Ketua DPP HTI (Mas'ul 'Am HTI 2004-2010) memaparkan beberapa alasan mengenai keharusan penegakan sistem khilafah, dapat juga diartikan sebagai pembelaan dari tudingan ormas yang telah menolak keras wacana khilafah, diantaranya yakni :

  • Menegakkan Khilafah hukumnya wajib, bahkan bisa disebut sebagai kewajiban paling agung. Kewajiban ini telah dinyatakan dengan jelas dalam al-Quran, Al-Hadits.
  • Khilafah adalah penjaga Islam dan umatnya. Menurut imam Al-Ghazali, tanpa khilafah umat islam beserta umatnya akan lenyap, seperti halnya yang dilukiskan Rasulullah bahwa imam/khalifah itu sebagai junnah (perisai).
  • Khilafah merupakan suatu bentuk  pembelaan terhadap kepentingan islam dan kaum muslimin disaat terdapat ancaman dari dunia luar, seperti halnya penodaan agama islam, penindasan terhadap kaum muslimin, dan lain sebagainya.

Dari perspektif penulis, bahwasannya Indonesia tidaklah cocok atau bahkan mustahil jika menganut sistem pemerintahan khilafah. Hal itu dikarenakan dalam ormas yang bergama Islam itu sendiri sudah menolak ideologi maupun gerakan mengenai pendirian negara khilafah. Lantas bagaimana dengan reaksi dari golongan-golongan yang berbeda dalam hal keyakinan (agama) maupun corak budaya, apakah hal tersebut tidak akan membuat kericuhan, ketidakseimbangan, maupun perpecahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang kita sebut NKRI? Tentu saja jelas akan memberikan dampak yang signifikan. Apakah hanya dengan dipimpin oleh khalifah saja jalan satu-satunya untuk menegakkan syariat Islam di negeri ini? Khalifah sendiri merupakan istilah multitafsir, yang bisa juga diartikan sebagai pengganti Rasulullah dalam menegakkan syariat hukum islam. Jikalau begitu, ulama dan juga para kyai pun juga bisa disebut sebagai khalifah. Bukankah hukum Islam juga telah diterapkan dalam konstitusi negara ini, seperti halnya UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan juga Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Sebagai seorang muslim dengan intelektualitas yang tinggi sebaiknya kita harus berpikir secara subjektif dalam menanggapi suatu peristiwa maupun isu. Memang kemerdekaan Indonesia ikut diprakarsai oleh para santri dan ulama, namun kita tidak boleh menganggap sepele akan keikutsertaan dan perjuangan tokoh-tokoh non-islam. Setidaknya tumbuhkanlah rasa ke-Bhinekaan sehinga tidak ada golongan yang merasa terdiskriminasi ataupun terkesempingkan, demi memanifestasikan kedaulatan rakyat (demokrasi) serta mewujudkan setiap nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

REFERENSI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun