Ketika 'Fa' Bukan Lagi 'Fa' Biasa, Tapi 'Fa' Yang Penuh Makna
Belajar nahwu itu seperti mencoba merakit lemari IKEA tanpa instruksi. Anda tahu ada sekrup, paku, dan papan, tapi Anda tidak tahu mengapa sekrup itu harus masuk ke lubang yang itu, dan bukan lubang yang ini. Rasanya seperti setiap huruf Arab yang Anda kenal tiba-tiba memiliki identitas ganda, bahkan triple.
Ambil contoh huruf "fa". Di sekolah, "fa" hanyalah "fa". Tapi di dunia nahwu, "fa" bisa menjadi "fa" yang menandakan kelanjutan, "fa" yang menunjukkan sebab, atau bahkan "fa" yang tiba-tiba muncul tanpa alasan yang jelas, hanya untuk membuat Anda pusing. Anda merasa seperti detektif bahasa, mencoba mencari tahu mengapa "fa" di kalimat A berperilaku berbeda dengan "fa" di kalimat B.
Perjuangan Mencari Subjek yang Hilang
Lalu ada yang namanya subjek dan predikat. Dalam bahasa Indonesia, sangat mudah: "Saya makan nasi." Jelas. Tapi dalam bahasa Arab, subjeknya bisa tiba-tiba menghilang. Misalnya, kalimat "Qul Huwallahu Ahad". Di mana subjeknya? Anda harus mencarinya, dan kadang, subjeknya bersembunyi di balik makna atau bahkan di balik imajinasi Anda sendiri.
Ini seperti bermain petak umpet dengan kalimat. Kadang subjeknya bersembunyi di balik kata kerja, kadang dia ada di kalimat sebelumnya, dan kadang Anda harus menebaknya dari konteks. Nahwu mengajarkan Anda untuk menjadi sangat teliti, bahkan sampai pada level paranoia. Setiap harakat, setiap sukun, dan setiap huruf mati seolah-olah berteriak, "Saya punya rahasia!"
Ketika Akhiran Kata Berubah-ubah Seperti Kameleon
Yang paling menantang dari semuanya adalah perubahan harakat di akhir kata. Disebut i'rab. Satu kata bisa berakhiran "u", "a", atau "i", tergantung posisinya di dalam kalimat. Ini seperti kata-kata memiliki mood yang berubah-ubah.
"Al-Qur'an" bisa menjadi subjek dan berakhiran "u" (Al-Qur'anu).
Tapi kalau dia jadi objek, dia langsung berubah berakhiran "a" (Al-Qur'ana).
Dan kalau dia didahului oleh preposisi, dia langsung cemberut dan berakhiran "i" (Al-Qur'ani).