Mohon tunggu...
Ali Sodikin
Ali Sodikin Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati Masalah Sosial Politik, Dosen Ilmu Komunikasi

Pemerhati Masalah Sosial Politik , mantan aktivis HMI, twitter: @alikikin

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dari Loji Gandrung Ke Istana Negara (5)

5 September 2017   09:41 Diperbarui: 5 September 2017   10:01 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada cerita tersendiri tentang hubungan SBY dengan pemilik MNC Group Hary Tanoesoedibjo. Diceritakan oleh salah satu pimpinan dari media group MNC tersebut, bahwa hubungan SBY dengan bosnya awalnya mesra diperiode pertama pemerintahannya., ada kisah awak media Okezone "dimurka" oleh bosnya karena memberitakan soal ada "kecurangan" yang dilakukan oleh Ibas pada Pemilu 2009 di Jawa Timur. Namun hubungan Penguasa dan Pengusaha tersebut "pecah" sejak muncul kasus  Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) yang melibatkan Hartono Tanoesoedibjo adik dari Hary Tanoesoedibjo  di Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

            Pertanyaan apakah dalam mengkonstruksi realitas sosial menjadi realitas media (berita) ada pengaruh politik ? Kita lihat dasar teorinya. Di dalam framing media, terdapat beberapa variabel yang memengaruhi konstruksi bingkai dan konstruksi realitas sosial (Wicks dalam Kalbfleisch, 2005), salah satunya yaitu : Politik atau orientasi ekonomi media. Prinsip-prinsip dan pilihan seorang wartawan dan pekerja media terhadap orientasi politik akan memengaruhi tulisannya. Jurnalis dengan perspektif liberal atau konservatif akan meninggalkan objektivitasnya, mereka mungkin melakukan seleksi terhadap organisasi dan bekerja dengan kolega-kolega yang memiliki kecenderungan politik dan kepercayaan yang sama, yang mana menjadi orientasi politik.

Politik disini bisa berarti luas, bisa karena kepentingan politik pemilik media (Hary Tanoesoedibjo pada Okezone) bisa juga kepentingan "politik" organisasi media itu sendiri yakni kepentingan ekonomi. Namun dalam kasus Okezone.com, kepentingan tersebut "sangat" memiliki hubungan yang kental antara kepentingan politik pemilik media dan media itu sendiri. Artinya, baik Jokowi maupun SBY bukan "kawan" politik Hary Tanoesoedibjo dan okezone.

Maka pernyatan SBY yang "menyerang" Jokowi soal kemacetan Jakarta, menjadi isu yang "empuk" untuk digoreng. Fakta diatas membuktikan dugaan tersebut (berita yang menanggapi pernyataan SBY diposting oleh Okezone.com). Isu tersebut sangat "dieksploitasi" untuk mempertajam dan memperluas eskalasi konflik ( peran media dalam konflik). 

Okezone.com menampilkan berita tersebut dengan nara sumber Aktivis Gerakan Indonesia Bersih, Adi Massardi. Kita tahu Adi adalah salah satu aktivis yang sangat "getol" mengkritik segala kebijakan pemerintah SBY. Maka dalam berita ini, ada semacam "kesengajaan" okezone mengkonstruksi tema berita ini dari awal dan memperkuat dengan "meminjam" argumentasi atau pernyataan Adi Massardi. Antara media dan sumber berita "klop" dalam isu yang ini, sama-sama "anti" SBY.

Okezone memperluas dan mempertajam "konflik" antara SBY versus Jokowi dengan "membumbuhi" lewat pernyataan Adi Massardi. Kita lihat bagaimana konsep framing  model Etman menganalisa berita tersebut. Pertama, define problems pendefinisian masalah). Dengan mengutip pernyataan Adi Massardi, bahwa pernyataan SBY yang melempar isu kemacetan Jakarta menjadi tanggung jawab Jokowi adalah merupakan atau sama saja dengan SBY menggelar perang terbuka bukan hanya dengan Jokowi tetapi juga dengan PDIP (partai asal Jokowi). Karena SBY, bukan hanya presiden tetapi sekaligus juga seorang ketua umum Partai Demokrat. Dan menganggap pernyataan SBY "tidak selayaknya" terhadap kondisi kemacetan Jakarta, bukan membantu mencari solusi (Jakarta terutama Kemacetannya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat juga mengingat kedudukannya sebagai Ibukota Negara) tetapi malah mendiskritkan seorang Jokowi. Menyerang Jokowi, karena dilakukan oleh seorang Ketua Umum partai politik yang pada Pilkada DKI Jakarta calonnya kalah, sama saja dengan menyerang PDIP yang mengusung Jokowi. Kedua, diagnose causes (memperkirakan penyebab masalah). Penyebab pernyataan tersebut, karena SBY merasa malu dengan kemacetan Jakarta yang menjadi perhatian pemimpin dunia dalam sebuah acara di Brunai Darussalam. Namun, tidak demikian menurut pendapat aktivis yang pernah menjadi juru bicara Presiden Gus Dur  ini, itu semua dilakukan SBY karena "cemburu" terhadap Jokowi. Pasalnya Jokowi sekarang lebih populer dibanding SBY. Setiap hari Jokowi dielu-elukan rakyat, sementara SBY semakin hari popularitasnya terus menurun.

Langkah selanjutnya bagaimana sebuah media memframing berita dengan langkah ketiga, yakni  Make moral judgement (membuat pilihan moral).  Dengan paragraph yang berbunyi sebagai berikut : Adhie mengakui kemacetan Ibu Kota memang menjadi tanggung jawab Gubernur. Namun, pernyataan SBY soal kemacetan Jakarta dinilai Adhie hanya salah satu upaya mengalihkan perhatian masyarakat dari kasus-kasus korupsi yang sedang menyasar Istana. Dan yang terakhir adalah apa yang disebut treatment recommendation (menekankan penyelesaian) dengan kalimat  "Kemacetan Jakarta semua orang sudah tahu. Ini hanya upaya SBY mengalihkan persoalan Istana ke tempat lain. Ini dimunculkan sehingga orang ribut soal pernyataan SBY," terang Adhie.

Sekarang kita lihat dan perhatikan berita sesuai dengan aslinya yang diposting oleh Okezone.com.

JAKARTA - Koordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adhie Massardi, menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sedang menggelar perang terbuka dengan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, dengan melempar isu kemacetan Ibu Kota. Menurut Adhie, SBY melempar isu tersebut ke publik dalam kapasitas  sebagai Ketua Umum Partai Demokrat bukan Presiden.

"Saya melihat ucapan SBY itu bukan memperbaiki kemacetan di DKI, tapi mendiskreditkan Jokowi. Jadi SBY sudah membuat serangan terbuka ke Jokowi," kata Adhie saat dihubungi Okezone, Kamis (6/11/2013).

Karena menyerang Jokowi, kata Adhie, SBY secara otomatis juga membuat perang terbuka dengan PDI Perjuangan (PDIP). Sebab, Jokowi merupakan kader dari partai yang dipimpin Megawati Soekarno Putri tersebut. "Karena yang ngomong ini Ketua Umum Partai yang secara organisasi sedang terpuruk, ini menjadi pertarungan terbuka dengan kader PDI Perjuangan," tegas Adhie.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun