Mohon tunggu...
Irwan Aldrin
Irwan Aldrin Mohon Tunggu... Arsitek - Peminat Budaya

Tinggal di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Genderuwo" Pendidikan

29 Juni 2020   22:31 Diperbarui: 1 Juli 2020   14:11 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebagian besar siswa dan orangtua sudah menyiapkan bagaimana strategi di kelas terakhir, melakukan persiapan untuk masuk ke jenjang yang lebih tinggi, sejak setahun sebelumnya. Biaya dan tenaga yang tak sedikit untuk mempersiapkan pelaksanaan UN (Ujian Nasional) 2020, yang akan jadi UN terakhir di Indonesia.

Tak disangka, PPDB dengan UN di DKI akhirnya resmi dibatalkan ketika pandemi melanda Indonesia, bulan Maret 2020 (sumber). 

Tapi, Mendikbud menyatakan bahwa PPDB saat ini sudah bisa 70 persen berdasarkan sistem zonasi, sehingga tidak perlu lagi didasarkan pada nilai UN. Sisanya 30 persen diberikan kepada siswa dengan jalur prestasi, baik non akademik maupun akademik [2].

Ketika digunakan istilah "zonasi", tentunya di benak manusia bernalar sehat, acuannya adalah apa yang sudah berlangsung di berbagai wilayah di Indonesia selama ini yang juga sesuai dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019. 

Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, umpamanya sudah melaksanakan PPDB Zonasi sejak tahun 2018. Sekedar catatan, pada PPDB zonasi 2018 dan 2019, jalur zonasi dialokasikan sampai 90%. [3]

Tak sampai 2 bulan kemudian, tanggal 11 Mei 2020, muncul SK Kadisdik DKI No. 501 tentang Juknis PPDB 2020. SK tentang Juknis yang muncul 2 pekan sebelum Hari Raya Idul Fitri ini, digunakan untuk mengatur PPDB yang akan berlangsung 6 pekan kemudian, atau sebulan sesudah Hari Raya. 

Dalam waktu yang sedemikian singkat, dalam keadaan demikian riuh dan sibuk itulah, perubahan cara seleksi PPDB yang sangat kritis ini diumumkan. Di sinilah genderuwo merampas habis semua harapan dan cita-cita anak-anak dan orangtua mereka.

Dalam keadaan sesulit ini, dimana kemanusiaan seharusnya kita bangkitkan, solidaritas sepatutnya kita kedepankan, sulit memahami kenapa ada mereka yang begitu tega menambah kesulitan siswa dan orangtua dengan cobaan berat lainnya.

Anak-anak ini, yang biasa dipanggil angkatan 2020, bahkan tak pernah bisa untuk sekedar saling berpelukan guna merayakan kelulusan. Apa yang bisa kita sebut tentang kejahatan ini, kalau bukan pekerjaan para genderuwo?

Dalam ruang genderuwo yang gelap, dan dalam waktu pandemi yang menakutkan ini, dunia pendidikan benar-benar diuji. Di dunia pendidikan, seharusnya tiap-tiap apa yang dilakukan sehari-hari, sampai yang seremeh-remehnya, punya makna keteladanan. Akhirnya hanya satu yang paling jadi pertanyaan: Apa yang tersisa, yang masih bisa kita ajarkan ke anak-anak kita saat ini?

(Irwan Aldrin)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun