Mohon tunggu...
Ali Rofik
Ali Rofik Mohon Tunggu... Pendidik

Guru Muda asal Malang yang masih sukar untuk menentukan value dari Masa Depan. Hanya bermodalkan nekat dan bersyukur saya bisa membuat jalan ninja saya ini lebih Good Enjoy banget

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Saya, Guru dan DPR

22 Agustus 2025   16:02 Diperbarui: 22 Agustus 2025   16:02 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Guru Madin PBU Miftahul Ulum An Nur dan Madin Al Barokah/Ali

Ini unek-unek saya ya. Opini saya kurang argumentatif, masih kaku pula. Jadi maklumi saja celotehan ngalor-ngidul saya ini. Boleh juga kalian berkomentar di kolom komentar di bawah.

Menjadi suami, saya harus perhitungan dalam semua hal. Begitu juga dalam masalah modal, waktu, dan tenaga. Bagaimana sekiranya saya bekerja tidak buang-buang modal, tidak buang-buang waktu, dan tidak buang-buang tenaga. Kalau tiga hal tadi mendominasi, saya pikir tak ada salahnya menjadi pengangguran dan "MOKONDO". Saya tidak mau juga diperbudak sistem dan/atau atasan. Kalau ada pilihan pekerjaan yang jauh lebih menguntungkan, maka saya tidak ragu-ragu untuk keluar dari pekerjaan saya yang pertama.

Masalah gajian ya harus saya lihat-lihat dulu. Tapi saya diam-diam saja kalau misalnya saya telanjur masuk ke dalam pekerjaan itu, sampai musnah masa kontraknya. Itu pun hitung-hitungannya via real life, dan tak perlu toxic di sosial media segala.

Ini unek-unek, mana tahu ada yang sepemikiran atau juga ada yang berbeda pendapat. Keragaman sudut pandang dapat memercikkan api diskusi. Lagian sah-sah saja kok berdebat sehat via sosmed. Asalkan tidak baperan dan tidak saling menghujat, itu dapat diperluaskan bahasannya.

Bagi saya, menjadi bos itu keenakan. Ibaratnya wakil rakyat (anggota DPR), yang kerja dan bayar pajak rakyatnya, sedangkan yang mengawasi, mendiskusikan, rapat lagi, dapat amplop rapat lagi, magang ke desa-desa sebagai entah apa, sesekali memberikan secercah harapan rakyat yang mencolok pula sebab kerja bentarnya itu di hadapan kamera, itu memang anggota DPR yang seakan-akan hanya itu kerjanya. Kayak mandor saja. Tapi, tidak perlu suudzon, sebab kinerjanya sudah nyata tampak di hadapan mata, yaitu pajak dipungutnya dan diubahnya menjadi gajian bagi mereka sendiri. Alhamdulillah, mereka sejahtera hidupnya.

Mungkin kalau saya anggota DPR juga sama kok pikirannya ke gajian mulu. Sebab bekerja tanpa digaji sama dengan memperbudak diri. Apalagi yang difokuskan anggota DPR adalah suara seluruh rakyat Indonesia. Gak capek tuh otak? Ya capeklah. Maka, gajian mereka banyak itu normal kok.

Sungguh malas saya bekerja jika saya dituntut menyempurnakan pekerjaan dengan hasilnya yang memuaskan sedangkan upahnya sedikit. Seperti keringat saya tidak ada harganya saja. Macam di kampung saya saja. Di sana seakan-akan tak ada harganya. Tak ada loker yang terpajang di setiap sudut desa, meskipun tempat tinggal saya terbilang luas, namun tidak dengan rezekinya. Tersedat-sedat uang dari luar masuk ke desa saya. Buruh cuma ada dua, seakan-akan begitu. Yaitu buruh tani atau tukang rongsok. Yang punya toko juga bisa dihitung jari. Selainnya itu guru atau bekerja ke luar desa. Yang paling menyedihkan di desa saya adalah nasib guru. Sumpah menyedihkan sekali.

Di desa, saya memang guru ngaji dan guru madrasah. Tidak seperti pengalaman saya mengajar di kota, sebagai guru ngaji masjid saya tidak digaji. Begitu juga menjadi guru madrasah, gajiannya tidak bisa mengungguli pengeluaran harian saya. Sehingga saya fokusnya pekerjaan lain, dan untuk mengajar di kelas saya mengikhlaskannya saja. Kalau dikasih upah, saya terima. Kalau tidak diberi, ya memang bukan tujuan saya. Jadi tak ada perasaan kecewa. Begitu untung saya sudah kaya dari lahir. Kehidupan saya nyaman dari lahir, baik itu punya privillage ini-itu atau sebab lain. Jadi, saya kasihan betul sama guru-guru selain yang seperti saya ini, yang tak punya pilihan lain kecuali nyambi bekerja di luar keguruannya. Bahkan saya berazam, andai beberapa tahun ke depan saya benar-benar dijatuhkan uang melimpah dari langit, niscaya saya tidak akan melupakan nasib para guru.

Mimpi saya seperti ini. Uang insentif guru sehari lima ratus ribu. Yang dijamin yayasan adalah makanan pokok mentahannya, tempat hunian yang layak, hp terbaik, free wifi, kendaraan, dan makan sehari tiga kali. Hasilnya mereka tidak perlu lagi kepikiran banyak hal di luar fokus mereka sebagai pendidik. Gak ada tuh kejadian serupa guru kok berhutang ke bank. Semiskin apa sih guru itu? Guru itu mendidik, itu saja. Diperlukan guru adalah berkembang sehari-harinya, dan membuat murid-muridnya berkembang juga. Memberikan pelayanan yang terbaik kepada murid dalam segi keilmuan adalah tugas semua guru. Bukan artinya guru dilarang bekerja ya. Ini mimpi saya saja.

Kenapa saya punya mimpi seperti itu? Sebab guru adalah pahlawan yang diremehkan. Saya tidak akan pernah bisa sampai di detik ini kecuali ada guru yang mendorong saya maju. Saya tidak akan pernah mau menyibukkan diri dengan kepenulisan 'FOMO' ini kecuali ada motivatornya terlebih dahulu, di mana sosok motivator itu hakikatnya guru bagi saya. Kalau tidak ada guru, maka tidak akan ditemui orang berilmu. Kesampingkan oknum guru atau kritik saya terhadap kualitas mengajarnya guru kok menurun, sebab itu sedikit dibandingkan mereka yang benar-benar mendidik muridnya sampai meraih puncak kejayaan. Bukan artinya saya enggan lagi melihat sisi buruk dan tidak mengkritik mereka yang oknum itu, tapi cobalah lihat sisi baiknya terlebih dahulu. Sedih banget mengetahui harga jasanya guru yang menjadi perantara anak kecil pandai dan suka membaca lebih rendah dibandingkan dengan gajinya anggota DPR.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun