Mohon tunggu...
Alirman Djamereng
Alirman Djamereng Mohon Tunggu... Sales - Flowman but not Superman

Berusaha konsisten untuk menulis yang bermanfaat...alirmandjamereng73@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

UU Omnibus Law, Pil Pahit Jokowi di Periode Kedua

18 Oktober 2020   23:54 Diperbarui: 19 Oktober 2020   00:37 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(photo) shutterstock

Sejak disahkannya Undang Undang Omnibus Law oleh DPR dan sekarang telah diserahkan ke Jokowi untuk selanjutnya di tanda tangani, pro kontra masih saja terus terjadi. Setelah demo besar besaran sebelumnya, sepertinya hal ini masih akan menghangat beberapa hari ke depan mengingat banyaknya pihak yang menentang UU yang dianggap kontroversial tersebut.

Penentangan terhadap UU Omnibus Law ini memang cukup masif karena tidak saja datang dari pihak buruh, mahasiswa, dan ormas, tapi kalangan akademisi, pakar hukum/politik, bahkan ada investor dan negara luar, juga menyampaikan hal yang sama.

Terlepas dari kontroversi yang mengiringi lahirnya UU tersebut, perlu diingat bahwa gagasan ini sebenarnya telah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada saat pidato pelantikan beliau sebagai Presiden RI Indonesia untuk periode kedua.

Omnibus Law ini adalah sebuah gagasan besar yang lahir dari pengamatan terhadap berbagai sengkarut dan tumpah tindihnya perundang-undangan serta aturan yang berlaku dalam berbagai bidang terkait dengan kondisi perekonomian di Indonesia.

Ketidaksingkronan antara aturan pemerintah pusat dan daerah maupun antar instansi terkait dan pemangku kepentingan menjadi penyebab tidak efektifnya kegiatan ekonomi yang bisa berdampak pada pembangunan di Indonesia.


Rumitnya proses perijinan untuk berusaha, tingginya biaya pengurusan, serta aturan-aturan yang tidak jelas dan tumpang tindih memunculkan celah untuk melakukan praktik-praktik suap, korupsi dan tekanan-tekanan dari pihak yang berkepentingan. Hal ini tentu menjadi preseden buruk bagi investor luar maupun lokal yang ingin menanamkan investasi di Indonesia yang pada gilirannya akan menyediakan lapangan pekerjaan kepada masyarakat.

Hal-hal tersebut diatas sepertinya menjadi target besar buat Jokowi di periode keduanya untuk segera dirombak setelah periode sebelumnya berfokus pada pembangunan infrakstruktur di berbagai daerah. 

Aturan-aturan yang mempersulit dan tumpang tindih akhirnya dirangkum dalam sebuah peraturan  bernama Undang Undang Omnibus Law dengan tujuan utama antara lain:

  • Menciptakan lapangan pekerjaan.
  • Memudahkan perizinan
  • Memulihkan ekonomi nasional
  • Menghidupkan UMKM
  • Mendorong Investasi
  • Menyederhakan birokrasi
  • Menyelesaikan tumpang tindih perundang-undangan.

Sekilas bahwa tujuan dari UU Omnibus Law itu sendiri justru sangat baik. Jokowi dalam hal ini melihat bahwa kondisi perekonomian dunia secara global telah berubah sangat cepat dan membutuhkan gerak cepat jika tidak ingin tertinggal. Indonesia yang dulu sangat mengandalkan sumber daya alam sebagai penggerak ekonomi utama sepertinya harus segera ditinggalkan.

Peluang sebagai negara yang memiliki pangsa pasar yang besar serta tenaga kerja yang murah tidak bisa lagi menjamin untuk dijadikan daya tarik bagi investor untuk menanamkan modal dan usahanya di Indonesia.

Kenyataannya adalah negara-negara lain bahkan di Asia Tenggara seperti Vietnam dan Thailand justru menjadi tempat yang menarik bagi Investor dikarenakan adanya kemudahan, kepastian hukum dan rasa keamanan dalam berinvestasi.

Disamping itu tenaga kerja yang terampil, cekatan dan memahami antara hak dan tanggung jawab tentu menjadi salah satu faktor yang menjadi pertimbangan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa akhirnya keputusan melahirkan UU ini akan membawa dampak besar terhadap pihak-pihak yang punya kepentingan dan selama ini menikmati situasi nyaman dengan adanya aturan aturan yang tidak efisien tersebut.

Berbagai pihak yang mengatas namakan kepentingan  rakyat mulai menggalang dukungan dan mengeskalasi ketidaksetujuan atas UU tersebut. Menjadi lebih parah ketika kepentingan politis maupun kepentingan lain ikut dalam barisan penentang dan mengambil kesempatan.

Negara luar pun banyak yang punya kepentingan dan ikut bermain mengingat kekuatiran mereka jika Indonesia mampu menjadi negara besar di kemudian hari.

Demontrasi besar-besaran pun terjadi dan bergelombang bahkan beberapa yang berakhir ricuh walaupun masih terkendali oleh kesiapan aparat. Beberapa elemen bergerak bersama buruh, mahasiswa dan ormas, meminta pembatalan UU Omnibus Law, namun sepertinya pemerintahan Jokowi tidak bergeming.

Inilah pil pahit yang diberikan Jokowi pada periode keduanya. Jokowi tanpa beban tetap bersikukuh bahwa UU tersebut justru akan membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi bangsa Indonesia. Tak peduli dengan berbagai tentangan dari pihak yang dia anggap justru punya agenda tersendiri.

Selama satu periode dia telah merasakan dan melihat sendiri betapa rumit dan tumpang tindihnya aturan-aturan yang ada di Indonesia. Bahkan terkadang pemerintah daerah yang berani membuat aturan sendiri yang tidak sejalan dengan aturan dari pusat karena perbedaan secara politik. Bagi Jokowi, sepertinya pilihannya hanya ada dua yakni sekarang atau tidak sama sekali.

Ini bisa diibaratkan seorang anak yang sedang sakit tapi merasa baik baik saja, dipaksa untuk menelan pil pahit oleh ayahnya. Anak tersebut menangis dan menolak untuk memakan pil pahit yang notabene untuk kesembuhan dirinya sendiri. Anak tersebut terus memberontak, menjerit, meminta belas kasihan dan berpikir bahwa ayahnya adalah seorang yang jahat dan tidak sayang kepada dirinya.

Namun ayahnya tidak bergeming, tetap memaksakan anaknya untuk menelan pil pahit tersebut,  berharap anaknya akan pulih dan sehat keesokan harinya. Dia melakukan semuanya justru karena kecintaannya kepada anaknya.

Sebenarnya Jokowi bisa saja memilih untuk menjalani masa pemerintahan keduanya dengan bermain aman. Tidak dipusingkan oleh kegaduhan politik dan hiruk pikuk oleh pihak sejak lama berseberangan dengan dirinya. Toh periode pertama sudah cukup menorehkan banyak hal yang bisa menjadi legacy.

Sebagai orang no-1 di Indonesia, menyenangkan dan memuaskan semua pihak yang punya kepentingan tentun bukan sesuatu yang sulit. Ada banyak cara untuk meredam aksi aksi yang hampir berlangsung selama pemerintahannya.

Sayangnya Jokowi keras kepala, ditengah serangan bertubi-tubi dan silih berganti yang berujung pada permintaan mundur,  dia dengan mantap dan percaya diri tetap memilih untuk memberikan pil pahitnya demi harapan dan cita-citanya untuk membawa Indonesia menjadi negara yang besar dan bermartabat, walaupun nantinya dia tidak lagi menjabat dan kembali menjadi seorang tukang mebel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun