Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Jangan Terlalu Sering Makan Enak

23 April 2021   06:54 Diperbarui: 23 April 2021   07:04 1388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: javanews.tv

Akhirnya. Ada juga acara buka bersama di Cibangkonol. Tapi bukan orang-orang yang berlebih rezeki yang menyelenggarakannya kali ini. Semuanya inisiatif warga yang bosan dengan masakan di rumahnya masing-masing.

Penggagasnya adalah Neng Mimin. Neng Mimin aslinya bukan orang CIbangkonol, tapi ia ikut suaminya, Kang Jana yang asli situ. Menurutnya, di kampungnya dulu di Sumedang, warganya sering membuat acara buka puasa bareng dengan cara berkumpul dan saling berbagi menu buka puasa yang dimasak masing-masing.

Kali itu, acaranya dilangsungkan di masjid Cibangkonol. Selain cukup luas, sekalian bisa solat magrib berjamaah dilanjutkan dengan tarawih nanti. Dan bener saja, pesertanya banyak, malah bisa dibilang, seluruh warga tumplek blek di masjid meski tak berdesak-desakan karena masih pada takut dengan corona.

Masakan yang dibawa warga bener-bener beragam, berbagai sayuran seperti sayur nangka, sayur lodeh, sayur daun singkong, karedok leunca, bahkan sampai sayur daun karet juga ada. Lauknya juga banyak, berbagai jenis ikan seperti tawes, nilem, kancra, mujair, baik yang digoreng, dipepes, bahkan yang bumbu kuning pun ada. Buah-buahan juga lumayan, tapi karena lagi musim mangga, ya paling banyak mangga dari berbagai jenis.

Minuman juga lengkap, dari teh manis, jahe, kopi, bahkan sampai ada yang bikin bandrek dan bajigur juga. Takjil berlimpah, dari kolak pisang sampai bubur sumsum plus cendol dan cangkaleng. Tinggal pilih.

Jangankan itu, nasi pun beragam, dari berbagai jenis beras, bahkan hingga nasi merah pun ada.

Masakan itu digeser dari satu orang ke orang lainnya. Ala-ala conveyor belt di rumah makan sushi Jepang lah. Bedanya nggak pake mesin dan arahnya nggak beraturan. Ada yang jalan terus, ada juga yang bolak-balik.

Rombongan bapak-bapak dan anak laki-laki di bagian kanan masjid, bahkan sampai ke luar. Perbincangannya apalagi kalau bukan seputar menu yang tersaji. "Tadi pais lele buatan siapa ya? Bumbunya tak seberapa tapi mantep, pedesnya pas...." kata Kang Jana, suami Neng Mimin penggagas acara itu.

"Bi Icih paling yang jago bikin pepes mah," jawab Mang Suro. "Di tangan dia mah, ibarat kata, sandal jepit dipepes pasti empuk dan nikmat!"

"Sayangnya nggak jodoh ya Mang, keburu disamber Mang Engkob," canda si Kabayan.

Mang Suro tersipu, "Jangan diungkit-ungkit Yan. Setidaknya si Jenah istri saya juga jago bikin semur. Semur tahu itu buatan dia!"

Sementara di bagian ibu-ibu, perbincangannya beda lagi. "Neng Mimin makannya banyak tapi tetap langsing aja!" kata Ceu Imas yang duduk di dekatnya.

"Ah nggak banyak Ceu, cukup segini mah. Memang sih ini lebih banyak daripada biasanya, soalnya makanannya banyak yang menarik di sini. Sayang kalau nggak dicobain..." jawab Neng Mimin.

"Saya dari tadi nahan-nahan, takut badan melar..." timpal Ceu Imas lagi.

"Nggak usah ditahan-tahan Ceu, rugi. Mumpung banyak makanan enak!" Nyi Iteung ikut nimbrung. "Jarang-jarang makan banyak dan enak kayak gini. Besok kalau kita sudah ke rumah masing-masing lagi ya balik ke normal lagi, karedok, ikan asin dan sambel tarasi lagi!"

"Masalahnya kalau badan saya sudah melar, susah balikinnya lagi Teung, kayak pas habis lahiran dulu..." kata Ceu Imas, "Kalian sih, Neng Mimin sama kamu Teung, enak, karena belum pada melahirkan..."

"Sebetulnya bukan soal habis melahirkan atau tidaknya Ceu. Tapi bagaimana kita mengatur makanan dan kegiatan fisik kita," kata Neng Mimin. "Saya lihat ibu-ibu di sini makannya banyak, tapi sehat-sehat, karena rata-rata mereka bekerja di siang hari. Di kebon lah, di sawah, atau di mana aja, meski puasa. Yang susah itu kalau asupan makanan berlebih, badan kurang gerak. Atau sebaliknya, asupan kurang, kerjanya berat!"

"Nah itu, karena sekarang saya jaga konter pulsa, badan saya jadi kurang gerak Neng, makanya makannya yang saya kurangi..." kata Ceu Imas. Ia lalu melirik Nyi Iteung, "Kalau kamu Teung, badanmu juga bagus, apa masukan dan keluarannya seimbang?"

Iteung menggeleng, "Kalau hari-hari sih di rumah makanan saya biasa aja, malah itu-itu aja, karedok, ikan asin, nasi, ya itu aja muter-muter. Kerja ya lumayan lah, berat enggak, ringan enggak, nyapu, beberes, babantu di sawah. Kerja berat paling kalau lagi musim panen padi..."

"Itu yang bikin saya heran Teung, perasaan kamu tuh nggak pernah masak yang aneh-aneh, itu-itu aja. Kerja terbilang berat, apalagi suamimu kayak gitu, nggak mau gerak. Tapi badanmu tetep bagus, kulit tetep mulus...." Bi Emah ikut nimbrung, "Kalau saya mah mungkin sudah makan hati dan makan daging! Gimana cara menyeimbangkannya?"

Iteung tersenyum, "Gampang Bi. Kalau saya sih tinggal pulang ke rumah Abah dan Ambu buat melengkapi gizi saya..." jawabnya.

"Terus si Kabayan? Kan berarti makanannya gitu-gitu aja, tapi badannya juga sehat. Numpang makan di rumah Abah juga?" tanya Bi Emah lagi.

Iteung menggeleng. "Jangan sampai kalau dia. Nanti tuman. Justru saya yang mengontrol makanannya. Kalau dia seharian nggak ngapa-ngapain, ya jangan dikasih makan yang banyak dan enak, biar badannya gak gemuk dan makin males. Kasih saja goreng ikan asin. Tapi kalau dia ada kerjaannya, misalnya mau bantuin macul, baru saya tambah makanannya, tambahin pepes ikan mas atau apa lah..."

"Jadi mana yang lebih sering, goreng ikan asin atau pepes ikan mas?" tanya Neng Mimin sambil senyam-senyum.

"ikan asin!" jawab Nyi Iteung. Semua tertawa, termasuk Iteung sendiri. "Makanya, saya tuh nggak terlalu suka acara seperti ini. Sayanya memang bisa ikut makan enak, tapi Kang Kabayan itu yang tuman, makannya ikutan enak, besok kerjanya belum tentu mau nambah rajin!"

"Bener juga..." kata Bi Emah. "Jangan sering-sering lah Neng Mimin..."

Neng Mimin mengangguk. "Iya Bi, sekali-kali saja..."

Saat itulah Kabayan dan Kang Jana mendekati mereka. "Besok bikin lagi acara kayak gini ya Neng, kalau perlu tiap hari, biar warga makin kompak!" kata si Kabayan sambil menguap dan mengelus-elus perutnya yang penuh.

Neng Mimin tersenyum, "Tahun depan lagi aja Kang, sekarang masih masa pandemi, sekali ini aja sudah cukup!"

*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun