Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan yang Memilih Pulang Lebih Cepat

1 April 2021   11:20 Diperbarui: 1 April 2021   11:36 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: vectorstock.com

Ia sudah membulatkan tekadnya. Tak ada lagi yang bisa menahan atau menghalangi niatnya itu. Tak sesuatupun, tak sesiapapun. Bahkan Abah dan Emak sekalipun yang ia tahu sangat mencintainya. Apalagi kalau hanya Jono, lelaki yang berusaha mengajaknya untuk hidup bersama sejak lama.

Tidak, ia lebih mencintai Tuhannya. Pada saatnya Abah dan Emak juga akan pulang, dan nanti ia akan bertemu dengan mereka. Sementara Jono, ia tak pernah yakin, apakah ia akan menjadi teman hidupnya di dunia, apalagi di akhirat nanti.

Tak ada yang disesalkan tentang lelaki itu. Ia hanyalah lelaki yang penuh dengan keraguan. Jika di dunia pun ia tak pernah berhasil mengalahkan keraguannya, apalagi soal akhirat. Ia bahkan tak terlihat yakin soal itu. Apalagi yang mau diharapkannya?

Jono, lelaki itu, memang telah banyak membantu mengatasi kesulitannya selama ini. Ia membantunya menutupi sebagian keperluannya sehari-hari. Bahkan untuk keperluan kuliahnya sekalipun. Meski bukan membayari SPP-nya yang tinggi itu. Tinggi bagi kedua orang tuanya yang tak mampu untuk membeli beras setiap hari sekalipun.

Belum lagi Maryah, adiknya, yang saat ini sudah SMA, sebentar lagi lulus dan merengek minta kuliah seperti dirinya. Anak itu tak tahu, kuliah hanya akan membuat Abah dan Emak makin kurus sakit-sakitan.

Itulah yang membuatnya sudah mengambil keputusan. Tak perlu melanjutkan penderitaan Abah dan Emak. Selesai. Tak ada gunanya terus memaksakan keadaan. Tak ada gunanya melanjutkan kuliah kalau kepalanya lebih banyak dipakai untuk berpikir menyambung hidup, daripada berpikir tentang teori-teori. Teori-teori yang semakin lama semakin membuatnya mempertanyakan soal Tuhan.

Selesai. Jono tak perlu lagi memberinya uang untuk fotokopi, atau bahkan hanya sekadar ongkos pergi ke kampus. Kalaupun dia mau, dia takkan bisa melakukannya lagi, karena ia sudah meninggalkannya pula. Meninggalkan kosannya dan pindah ke tempat lain yang sudah disediakan seseorang. Jono takkan bisa mencarinya. Setidaknya dalam waktu singkat.

Tapi ia masih menghargai lelaki itu. Ditinggalkannya sepucuk surat untuknya, diletakkan di bawah pintu kamar kosnya yang sengaja tak dikunci. Bahkan kuncinya pun masih tergantung di bagian dalam pintunya. Jono akan sangat mudah menemukan surat itu.

Bersama surat itu, disisipkan pula surat untuk Abah, Emak, Maryah, dan si bungsu Ihsan. Isinya sama. Meminta mereka tak meratapi keputusannya untuk pulang lebih cepat.

"Pulanglah, Tuhan sudah menunggumu. Ini saat yang tepat untuk segera bertemu dengan-Nya..." kata seseorang yang memberinya tempat tinggal baru itu.

Tempat baru itu, berada di pinggiran kota yang tak lagi sunyi tapi juga tidak hiruk-pikuk, hanya bising suara kereta melintas tak jauh dari pintu depan satu-satunya itu. Ia merasa jauh lebih tenang. Suara mesin kereta, rel-rel yang berderak dan menggetarkan lantai, juga sesekali peluitnya yang nyaring, seperti menegaskan ajakan baginya untuk pulang lebih cepat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun