"Sebetulnya hampir sama kalau dilihat bangunannya. Cuma beda latar. Kalau di sini kan dikelilingi perbukitan, di Hamburg nggak ada, soalnya di sana kan dekat dengan laut. Di sana ada sungai di tengah kota, di sini juga. Tapi kalau di sana sungainya banyak kapal, kalau di sini kan yang banyak orang mancing pakai rakit, tak ada kapal besar..." jawab Sabine tepat saat kereta melintasi jembatan di atas Sungai Kura yang memisahkan kawasan barat dan timur kota. "Dan yang pasti sih di sana jauh lebih ramai..."
"Apa yang dilakukan gadis-gadis seumuranmu di sana?" tanya Soso lagi.
"Seumuranku?" Sabine lalu tertawa sebelum menjawab. "Kau tahu, saat aku meninggalkan Hamburg, semua temanku sudah menikah. Hanya aku yang belum..."
Soso nyengir, "Kenapa? Jangan bilang nggak ada cowok yang mau lho ya!"
"Bukan itu..." jawab Sabine. "Aku sebetulnya berhubungan dengan cowok, sudah kenal lama, tapi kemudian dia masuk angkatan laut. Aku dan dia sudah berencana menikah, dan aku juga sudah ngomong sama orang tuaku. Tapi dianya terus-terusan bertugas. Bahkan ketika aku ke sini pun, aku tak sempat berbicara dengannya, karena aku juga nggak tau dia sedang ada di mana. Aku hanya ngomong sama orangtuanya kalau aku akan ke sini dulu..."
"Jadi kapan kau balik dan menikah?" tanya Soso.
Sabine menggeleng, "Aku sudah memberi alamatku di sini. Kalau dia pulang, kuharap dia mengirim kabar, dan mungkin aku bisa pulang ke sana. Tapi sampai sekarang, tak ada kabar apa-apa. Orang tuaku juga belum bisa balik ke sana, masih banyak yang dikerjakannya di sini!"
"Kamu sendiri, apakah sedang berhubungan dengan seorang gadis?"
Soso menggeleng. Tapi rasanya gatal juga untuk tidak bercerita. Akhirnya, ia pun menceritakan soal pertemuan singkatnya dengan Tatiana, sementara soal yang lain, ia menyimpannya.
"Gadis Rusia kan cantik-cantik Koba..." kata Sabine, "seharusnya kau jujur dari awal, mungkin situasinya bisa berbeda!"
"Ya, bisa saja dia tak tertarik lagi padaku!" kata Soso.