"Ya sudah, berarti sah, Mang Jemon lebih tua!" kata Darman. "Sekarang sudah jelas, siapa yang boleh ngomong duluan. Silakan Ki Kardi, apa yang mau disampaikan?" kata Darman pada Ki Kardi lelaki tua yang berdiri paling ujung. Tak ada yang menyangsikan soal usianya, dia paling senior di situ.
Ki Kardi tampak bingung, "Saya suruh ngomong apa? Dari tadi itu saya nanya, kapan bagi-bagi sate kambingnya. Katanya mau bagi-bagi sate kambing, tapi nggak ada tanda-tanda bagi-bagi sate di sini!"
Orang-orang pada tertawa mendengar omongan Ki Kardi.
"Memangnya Aki masih kuat makan daging kambing?" tanya Darman.
"Kuat nggak kuat mah urusan nanti. Mumpung saya masih hidup, saya mau ngerasain lagi makan sate kambing!"
"Ya sudah, tunggu aja kalau begitu Ki," kata Darman. Ia melirik pada Bah Oking, yang berdiri di sebelah Ki Kardi. Meski sudah tua juga, usianya jauh lebih muda dari Ki Kardi. "Apa yang mau disampaikan Bah?"
"Lah saya malah mau nanya, saya ini disuruh ke balai desa mau ngapain?"
"Sudah, saya aja yang ngomong..." kata Wa Kosim yang berdiri di sebelah Bah Oking. "Begini Pak Lurah, saya mendengar desa-desus, katanya Pak Lurah ini istrinya tiga. Jadi saya mau nanya, kenapa bisa. Saya aja punya satu pusingnya minta ampun!"
Haji Samud melongo, "Lah istri saya kan memang sudah tiga sebelum saya jadi lurah juga. Apa urusannya dengan demo ini? Saya malah ada rencana mau nambah satu lagi biar genap, empat, sesuai jatah..."
"Giliran saya yang ngomong," kata Wa Sadut di sebelah Wa Kosim. "Begini Pak Lurah. Katanya Pak Lurah kan mau nambah istri. Kebetulan anak saya yang paling gede, si Kokom, sudah janda ketiga kalinya. Kan pas tuh, Pak Lurah nyari istri nomer empat, si Kokom nyari suami keempat..."
"Ini teh jadi pada nggak nyambung semua..." kata Wa Dulkhamid yang di sebelah Wa Sadut. "Kita ini datang mau mempertanyakan soal kambing bantuan pemerintah yang katanya malah dipelihara oleh Pak Lurah, bukannya dibagikan kepada warga!"