Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Money

Obat Buatan Mahasiswa Jenius Indonesia

26 November 2020   13:10 Diperbarui: 26 November 2020   13:13 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Bi Dodoy tergopoh-gopoh berlari ke warung Ceu Kokom sambil memegang hape anaknya. "Kom, Kokom... ini ada kabar bagus buat kamu..." teriaknya. Ceu Kokom yang sedang melayani lotek pesenan si Kabayan menghentikan tangannya yang tadi sedang mengulek bumbu kacang. "Berita apa sih Bi?" tanyanya. "Ini nih, di internet saya baca, ada anak jenius Jakarta yang menemukan obat anti penuaan.. hasilnya luar biasa, nenek-nenek peot 56 tahun jadi kayak 30 tahun... hebat pisan..." kata Bi Dodoy. "Terus?" tanya Bi Kokom. "Yeeeh... kamu kan sering ngeluh kokoloteun.. beli ini aja, katanya kamu pengen kenceng lagi kayak si Ojoh janda kembang Cikuya itu..." jawab Bi Dodoy. "Alaah memangnya bisa kulit keriput kencang lagi kalau bukan ditambal plastik mah?" kata Ceu Kokom. "Yeee... ini liat gambarnya tuh..." kata Bi Dodoy sambil memperlihatkan layar hapenya.

Ceu Kokom meraih hape Bi Dodoy dan memperhatikannya. Ia lalu berjalan ke pojok warung tempat Pak Cecep sedang menikmati makanannya. "Maaf Pak, ini teh bener enggak ya?" tanyanya sambil duduk di kursi kosong dekat dosen muda itu. Pak Cecep mengambil hape yang disodorkan Ceu Kokom. Bi Dodoy ikut bergabung dengannya. Kabayan yang duduk deket Pak Cecep menunggu pesanannya jadi rada sebel, "Lotek pesenan saya mana Ceu, lapar yeuh..." katanya. "Sabar atuh Kabayan, ini ada hal yang lebih penting dari sekedar lapar kamu, ini soal masa depan saya..." Ceu Kokom agak mendelik. "Masa depan apaan?" tanya si Kabayan. "Ini katanya ada obat anti penuaan dini yang ditemukan oleh mahasiswa jenius Jakarta.... Kalau bener kan saya bisa beli, jadi saya bisa keliatan muda lagi, dengan begitu, saya bisa dilirik cowok lagi, jadi masa depan saya lebih cerah, nggak terus-terusan menjanda dan jualan lotek yang pelanggannya lebih banyak kayak kamu, lancar di permintaan, macet di pembayaran..." cerocos Ceu Kokom. Kabayan terpaksa diam.

"Gimana Pak Dosen?" tanya Ceu Kokom pada Pak Cecep. "Iklan ini mah Ceu..." jawabnya. "Aah bukan iklan Pak Dosen, kalau iklan mah kan yang dikotakin, ini mah berita, tadi saya klik pas baca berita Maradona meninggal..." kata Bi Dodoy. "Iya Bi, ini iklan... iklan kan macem-macem, nggak cuma gambar yang dikasih kotak, tapi ada juga yang modelnya begini, kayak artikel.. kalau di koran dulu namanya advertorial..." kata Pak Cecep lagi.

"Ya sudah, tapi bener nggak itu Pak, soal anak jenius dan obat penemuannya itu?" tanya Ceu Kokom. "Wallauhualam Ceu bener enggak-nya mah, tapi yang jelas, sekarang banyak iklan model gini, dibuat kayak berita, ada gambarnya, jadi lebih meyakinkan..." jawab Pak Cecep. "Iya lah kalau soal khasiat mah, namanya juga obat, kan cocok-cocokan, ada yang cocok ada yang enggak," kata Bi Dodoy, "Tapi apa bener ini penemunya mahasiswa jenius asal Indonesia?" tanyanya.

"Nah itu sekarang mah banyak iklan begini, bukan hanya modelnya yang dibuat kayak artikel, tapi ditambahi cerita yang seolah-olah bener, yang nemu anak Indonesia lah, formulanya mau dibeli perusahaan besar luar negeri lah, macem-macem..." kata Pak Cecep. "Kalau bener penemunya orang Indonesia, mahasiswa, berarti hebat dong..." kata Bi Dodoy. "Ya hebat, kalo bener. Tapi pake logika sederhana aja Bi, itu mahasiswa risetnya dimana, berapa lama, sudah diuji pada berapa sampel, dan seterusnya, sampai kalau jadi produk, apa sudah didaftarkan di BPOM dan sebagainya.. Nggak segampang itu bikin obat, liat aja vaksin Covid, udah hampir setahun masih belum jadi, karena harus uji sana sini lah, padahal yang bikin juga bukan orang sembarangan, bukan pula mahasiswa magang..." lanjut Pak Cecep.

"Jadi obatnya bohong?" tanya Ceu Kokom lagi. "Bukan soal obatnya bohong atau enggak, obatnya mungkin sudah beneran diuji, kalau soal hasil kan tadi bener kata Bi Dodoy, bisa cocok bisa enggak. Tapi cara beriklannya kalau menurut saya yang perlu dipertanyakan, karena menyamarkan antara fakta dengan cerita...." Jawab Pak Cecep. "Lah, bukannya semua iklan begitu Pak Dosen?" Kabayan ikut menimpali. "Yaa memang semua iklan itu melebih-lebihkan, tapi kan ada etikanya, tidak boleh menipu atau berbohong..." jawab Pak Cecep. "Bukannya semua iklan itu bohong Pak?" tanya Kabayan lagi. Pak Cecep tersenyum, "Memang beda tipis antara melebih-lebihkan dengan bohong.. tapi kalau dalam iklan melebih-lebihkan masih bisa diterima, misalnya, obat sakit kepala, begitu diminum langsung sembuh. Apa iya? Kan enggak, pasti kan kalau sembuh masih perlu waktu. Itu melebih-lebihkan. Tapi kalau bohong, misalnya, obat itu bukan obat sakit kepala, tapi dijual sebagai obat sakit kepala, nah itu bohong..." kata Pak Cecep.

"Kalau kecap nomor satu, itu bohong atau melebih-lebihkan?" tanya Kabayan lagi. "Yaa itu mah slogan aja Kang, disebut bohong kan enggak, tinggal dikasih nomor aja. Disebut melebih-lebihkan juga enggak. Mau lebih gimana kalau kecap yang lain juga ngakunya nomor satu. Emang ada yang ngaku nomor dua?" Pak Cecep tertawa. "Kalau saya bilang Si Iteung istri saya cantik, itu bohong atau melebih-lebihkan?" tanya Kabayan lagi. "Yaa tergantung Akangnya, Akangnya tulus atau ada maunya?" Pak Cecep balik nanya.

"Halaah kok jadi ngomongin si Iteung sih, ini urusan obat kokoloteun bener enggak Pak Dosen?" tanya Ceu Kokom lagi. "Yaa tadi Ceu, produknya mungkin bener, soal khasiat ya wallahualam, tapi iklannya memang cenderung berbohong..." jawab Pak Cecep. "Maksudnya bukan obat penuaan dini?" tanya Ceu Kokom lagi. "Bukan, maksudnya, yang mungkin bohong itu ceritanya, apa bener penemunya mahasiswa Indonesia, jangan-jangan produk luar negeri.. nah itu juga kan bohong..." kata Pak Cecep. "Kenapa harus bohong begitu atuh kalau bener obatnya bisa nyembuhin kokoloteun..." kata Ceu Kokom.

Pak Cecep tersenyum, "Yang namanya manusia Ceu, kata Walter Fisher, bukan kata saya ya, suka dengan cerita. Dia bilang manusia itu adalah makhluk pendongeng. Dan dongeng yang disukai orang adalah dongeng yang dekat dengan kehidupannya. Bayangin saja, selama ini kan kita taunya obat kayak gitu dari luar negri, tiba-tiba dibilang ada obat hebat yang ditemukan orang Indonesia. Apa nggak hebat tuh? Apa Ceu Kokom dan Bi Dodoy nggak tertarik? Apalagi kalau mikirnya, pasti karena orang Indonesia yang buat, harganya pasti murah, gitu kan?"

Bi Dodoy dan Ceu Kokom mengangguk-angguk. "Jadi obatnya mungkin bener ya Pak?" tanya Ceu Kokom. Pak Cecep mengangguk. "Tapi soal penemunya orang Indonesia, bisa jadi hanya karangan supaya saya tertarik ya?" tanyanya lagi. Pak Cecep mengangguk lagi. "Kalau soal khasiat?" tanya Ceu Kokom lagi. "Ya wallahualam, mungkin manjur mungkin enggak.. kan udah saya bilang berkali-kali..." jawab Pak Cecep lagi. "Tapi banyak pengakuan tah, katanya sudah pada beli dan manjur obatnya..." kata Bi Dodoy sambil menunjuk komentar-komentar di bawah artikel. Pak Cecep tersenyum, "Bi, kalau cerita di atasnya karangan, kira-kira komentarnya karangan juga nggak?" tanya Pak Cecep, "Inget nggak penjual obat di alun-alun, terus ada yang ngaku pake dan sembuh, ternyata kan yang ngaku temennya juga..." kata Pak Cecep lagi.

"Iya ya..." kata Bi Dodoy. "Terus kalau saya beli gimana Pak?" tanya Ceu Kokom. "Ya beli aja, siapa tau meski ceritanya karangan, obatnya beneran manjur buat Ceu Kokom. "Bener juga ya, apa salahnya juga nyoba ya, kali aja saya beneran bisa kinclong lagi kayak si Ojoh..." kata Ceu Kokom. "Ya itu mah terserah Ceu Kokom..." kata Pak Cecep. "Berapaan obatnya Bi?" tanya Ceu Kokom pada Bi Dodoy... Bi Dodoy lalu mengklik tautan pemesanan obat. "Limaratus rebu sebotol Kom..." kata Bi Dodoy. "Limaratus rebu? Masak obat lokal lebih mahal daripada obat impor?" Ceu Kokom terbelalak. "Itu mah bukan kabar baik atu Bi Dodoy!" kata Ceu Kokom.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun