Mohon tunggu...
Brilliant Dwi I
Brilliant Dwi I Mohon Tunggu... Freelancer - Memuat Opini yang

Mahasiswa Pendidikan UIN Jakarta | Acap membuat komik di Instagram @sampahmasyarakart | Sedang Belajar Menulis | #SalamAlinea

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kritis dan Melek Politik, Pendidikan untuk Masyarakat Akar Rumput

20 Februari 2020   01:52 Diperbarui: 21 Februari 2020   05:16 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi cetak biru pendidikan Indonesia. (sumber: KOMPAS/JITET)

Politik dan pendidikan bagi saya kurang lebih mirip dengan Harvey Dent di film Batman: The Dark Knight. Punya dua sisi yang saling berkaitan. Mereka punya sisi baik dan sisi buruk. Tapi cukup adil. Ia membuka tabir kaku dan mengungkap sisi keadilan sebenarnya.

Pertama, jika Anda belum sepenuhnya mengerti maksud saya, silahkan terlebih dahulu tonton film Batman: The Dark Knight. Kedua, artikel ini bukan artikel yang akan mengulas siapa Harvey Dent. Jadi sebagai gantinya, akan saya berikan analogi lain.

Politik dan pendidikan adalah dua sisi koin yang tidak terpisahkan. Anehnya, berbagai tokoh atau pemikir, banyak yang menganggap bahwa keduanya adalah hal yang terpisah. Ia bak minyak dan air. Atau mungkin Cebong dan Kampret yang ributnya 24 jam bikin gak bisa tidur.

Tidak bisa ditampilkan sebagai sebuah sisi yang saling berdampingan. Beberapa di antaranya bahkan menganggap bahwa politik terlalu keras dan kotor jika harus disandingkan dengan pendidikan.

Nyatanya tentu tidak. Politik dan pendidikan adalah dua hal yang saling berkaitan. Ia mengatur bagaimana seseorang mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. 

Ia punya peran, bahkan saat Anda menyalakan korek untuk merokok. Barang legal yang diperdebatkan karena katanya bikin mati jadi lebih sakit dan lebih cepat. Harga sebatang rokok diatur oleh kebijakan politik. Dan mengapa serta bagaimana Anda merokok, banyak dipengaruhi oleh pendidikan.

Sederhana. Keduanya saling melengkapi. Politik menjaganya dari atas, dari tataran kebijakan, dan pendidikan merawatnya dari bawah, ia membentuk seseorang.

Hubungan Politik dan Pendidikan: Alasan Kenapa Harus Melek Politik

Kita bebas mau lihat dengan kacamata apa, analisis mana. Mau dengan kacamata historis, atau analisis ngintelektual yang lain, ujungnya kita akan menemukan bukti bahwa politik dan pendidikan pasti berkaitan.

Pendidikan sebagai kunci pembentukan seseorang, harusnya didukung dengan kebijakan yang ramah manusia. Ramah untuk segala pekerjaan dan golongan. Iklim politik yang tidak sehat tentu akan banyak berpengaruh terhadap proses pendidikan. Baik itu pendidikan formal, maupun nonformal.

Sekarang kita tau bahwa posisi politik dan tataran kebijakan sangat vital. Sialnya, di Indonesia banyak sekali aktor politik ngehek nan oportunis. Sudah begitu, masyarakat kita juga beberapa apatis, dan apolitis. Letih. Gak semuanya melek politik. Padahal sebagai warga sipil, ya tugas kita untuk mengawal kebijakan.

Sikap masyarakat yang gak melek politik bisa saja terjadi karena politik kita yang feodal. Ia juga turut menghasilkan pendidikan 'mohon arahan'. Pendidikan yang gak mandiri, yang bikin nalar kritis mati. Kebijakan-kebijakan yang dihasilkan cenderung represif. Mematikan hak-hak warga sipil dan masyarakat akar rumput secara tidak langsung.

Tidak ada alasan bagi kita, masyarakat akar rumput untuk tidak melek politik. Ngomong-ngomong soal kebijakan, semoga tidak ada kebijakan yang melarang kita untuk ngomong 'ah' setelah minum kopi di pagi hari. Karena itu luar biasa nikmat, saudara. Ah~

Pendidikan Kritis: Pendidikan untuk Masyarakat Akar Rumput

Masyarakat akar rumput tidak sedikit yang terjebak pada ketidaktau dan ketidakpedulian. Ia cuma sebatas pie chart orang-orang yang pada akhirnya diperdaya bukan diberi daya. Politik kita yang feodal dan tidak ramah pemula ini rawan pengelabuhan.

Kalau badan kotor butuh sabun, politik kita butuh masyarakat kritis. Masyarakat yang lahir dan melawan. Minimal sering bertengkar dengan pikirannya sendiri. Sering bertanya dan menjawab pertanyaan 'kenapa'.

Saya secara personal mengenal pendidikan kritis ini setelah baca bukunya Paulo Freire. Pendidikan kritis adalah pendidikan yang melawan kebudayaan bisu. Sebuah keadaan di mana masyarakat akar rumput dibiarkan bodoh dan tidak tau-menau. 

Sebuah keadaan di mana sebelumnya pendidikan merupakan tempat terjadinya penindasan intelektual. Ia menekan kebebasan individu sehingga yang tercipta adalah masyarakat dan peserta didik yang dogmatis. Indonesia hari ini butuh masyarakat dengan pendidikan kritis. 

Masyarakat akar rumput harus jadi komoditas yang menentang status quo. Masyarakat yang dapurnya lebih ngebul dari asap knalpot mamang-mamang racing. Masyarakat akar rumput yang senantiasa dihadapkan pada realitas yang membawa kesadaran kolektif. Karena hanya dengan itu perubahan bisa diraih.

Politik dan pendidikan adalah dua hal yang menyeimbangkannya lebih susah ketimbang menyeimbangkan diri waktu melewati jembatan licin yang di bawahnya adalah comberan. Politik yang bersih, pendidikan yang baik, adalah kombinasi sempurna. Lebih sempurna dari kombinasi kopi dan puisi senjanya anak indie.

Tapi tau yang menarik dari itu? Mereka tidak akan pernah ada. Kalaupun ada, kita semogakan bersama ya, hehehe.

Akhir kata,
Salam Alinea.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun