Kevin cuek. Matanya malah asyik mengedarkan pandang ke seluruh sudut taman kota. Aha! Tiba-tiba jarinya menjentik dan senyum pun tersungging di bibirnya.
"Kita nyabu (nyarap bubur) dulu, yuk!" ajak Kevin seraya berdiri dan setengah berlari menuju tempat gerobak bubur ayam yang dilihatnya tadi.
"Vin--"
Keyla sebenarnya ingin mencegah dan menolak ajakan Kevin, tapi ia kalah cepat. Kevin keburu pergi meninggalkannya sendiri menuju tukang bubur ayam yang ada di seberang sana. Fuih! Akhirnya, Keyla kembali duduk di pinggiran trotoar sambil pikirannya menerawang ke kejadian lima tahun silam.
***
Ting ting ting...
Terdengar suara mangkok yang dipukul oleh sendok stainless steel dari arah luar rumah. Segera, Keyla keluar dengan membawa sebuah mangkuk kosong.
"Buburnya satu, Mang. Kayak biasa, ya," ujar Keyla seraya menyerahkan mangkuknya ke Mang Dirja, penjual bubur ayam yang biasa ngider di perumahan tempat Keyla tinggal.
"Bubur untuk Ibu, ya, Neng," sahut Mang Dirja, yang dibalas anggukan dan senyuman dari Keyla. Segera, tangan cekatan penjual bubur ayam itu meracik bubur pesanan pelanggannya. Beberapa sendok sayur bubur pun berpindah tempat di dalam mangkuk, diberi sedikit kuah kuning, suwiran ayam dan taburan bawang goreng. Tak lupa sedikit kecap manis dituangkan ke dalam mangkuk sebagai penambah rasa.
"This is it. Bubur ayam racikan Mang Dirja siap dihidangkan untuk ibunya Neng Keyla yang manis," ucap Mang Dirja yang sengaja menirukan gaya Farah Quinn--seorang chef pemandu acara kuliner di televisi.Â
Melihat gaya Mang Dirja yang konyol, tak ayal Keyla pun tergelak. "Hahaha... Si Mang bisa aja, deh. Nuhun, ya, Mang, buburnya." Segera, Keyla mengeluarkan uang kertas berwarna cokelat bergambar pengrajin tenun dari Minang. Tapi langsung ditolak oleh Mang Dirja.