Mohon tunggu...
Alin You
Alin You Mohon Tunggu... Insinyur - Penyuka fiksi, khususnya cerpen dan novel.

PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) • Penulis Amatir • Penyuka Fiksi • Penikmat Kuliner • Red Lover Forever • Pecinta Kucing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Fiksi Kuliner] Bubur Ayam Terakhir Ibu

6 Juni 2016   21:52 Diperbarui: 6 Juni 2016   22:07 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: Fiksiana Community"][/caption]

 

Alin You, Peserta No.20

 

"Key, berhenti dulu dong.... Capek nih!" teriak Kevin yang segera menepi dan duduk selonjoran di pinggiran trotoar. Napasnya tampak ngos-ngosan dan keringat mengucur deras di wajah orientalnya.

Keyla yang telah berlari beberapa langkah di depan terpaksa mundur dan menghampiri Kevin.

"Payah lu, Vin. Katanya pengen punya badan six pack.Katanya naksir berat ama si seksi Maya. Beuh... baru diajak lari segitu aja udah K.O." Gadis tomboi dengan rambut ala Demi Moor itu menepuk bahu Kevin. Kemudian mengambil posisi duduk di sebelah laki-laki tambun bermata agak sipit.

"Minum?" Kevin sengaja mengalihkan pembicaraan dengan menawarkan air mineral kemasan kepada Keyla. Tapi sayang, tawaran itu langsung disambut dengan gelengan kepala gadis yang duduk di sebelahnya itu.

"Gue nggak haus," sahut Keyla cepat.

"Oh. Ya udah." Kevin kembali meneguk air mineral itu hingga kandas, sehingga membuat mata Keyla melotot kaget.

"Busyet, haus lu, Bro?"

Kevin cuek. Matanya malah asyik mengedarkan pandang ke seluruh sudut taman kota. Aha! Tiba-tiba jarinya menjentik dan senyum pun tersungging di bibirnya.

"Kita nyabu (nyarap bubur) dulu, yuk!" ajak Kevin seraya berdiri dan setengah berlari menuju tempat gerobak bubur ayam yang dilihatnya tadi.

"Vin--"

Keyla sebenarnya ingin mencegah dan menolak ajakan Kevin, tapi ia kalah cepat. Kevin keburu pergi meninggalkannya sendiri menuju tukang bubur ayam yang ada di seberang sana. Fuih! Akhirnya, Keyla kembali duduk di pinggiran trotoar sambil pikirannya menerawang ke kejadian lima tahun silam.

***

Ting ting ting...

Terdengar suara mangkok yang dipukul oleh sendok stainless steel dari arah luar rumah. Segera, Keyla keluar dengan membawa sebuah mangkuk kosong.

"Buburnya satu, Mang. Kayak biasa, ya," ujar Keyla seraya menyerahkan mangkuknya ke Mang Dirja, penjual bubur ayam yang biasa ngider di perumahan tempat Keyla tinggal.

"Bubur untuk Ibu, ya, Neng," sahut Mang Dirja, yang dibalas anggukan dan senyuman dari Keyla. Segera, tangan cekatan penjual bubur ayam itu meracik bubur pesanan pelanggannya. Beberapa sendok sayur bubur pun berpindah tempat di dalam mangkuk, diberi sedikit kuah kuning, suwiran ayam dan taburan bawang goreng. Tak lupa sedikit kecap manis dituangkan ke dalam mangkuk sebagai penambah rasa.

"This is it. Bubur ayam racikan Mang Dirja siap dihidangkan untuk ibunya Neng Keyla yang manis," ucap Mang Dirja yang sengaja menirukan gaya Farah Quinn--seorang chef pemandu acara kuliner di televisi. 

Melihat gaya Mang Dirja yang konyol, tak ayal Keyla pun tergelak. "Hahaha... Si Mang bisa aja, deh. Nuhun, ya, Mang, buburnya." Segera, Keyla mengeluarkan uang kertas berwarna cokelat bergambar pengrajin tenun dari Minang. Tapi langsung ditolak oleh Mang Dirja.

"Nggak usah, Neng. Hari ini gratis. Mamang cuma mampu berbuat ini untuk ibunya Neng. Semoga Ibu segera sembuh, ya."

Usai mengucapkan hal itu, Mang Dirja pun berlalu dari rumah Keyla sambil tak lupa membunyikan suara khasnya.

Ting ting ting...

Dan Keyla hanya mampu melongo dan menatap punggung penjual bubur ayam langganannya itu dari belakang. Tanpa terasa setitik air pun perlahan turun dari sudut matanya.

***

[caption caption="Bubur Ayam (harianlampung.co.id)"]

[/caption]

 

"Bu, kita sarapan dulu, yuk!"

Bergegas Keyla menuju kamar ibunya yang sudah dua tahun ini hanya mampu terbaring lemah di atas pembaringan. Hasil diagnosa dokter, ibu menderita strokeyang menyebabkan syaraf bagian kanan beliau tidak berfungsi lagi. Berbicara pun ibu tak lagi bisa. Hanya tatapan mata dan bahasa isyarat saja yang kini masih mampu Ibu ungkapkan.

Saat mendengar suara Keyla memanggil, Ibu hanya menatap putri bungsunya itu dengan tatapan sendu.

"Bu, kita sarapan dulu, yuk!" ulang Keyla seraya duduk di pinggir pembaringan Ibu.

"Hm... Ibu wangi banget pagi ini. Ayah yang mandiin tadi, ya." Segera, Keyla mendekatkan kepala dan mencium pipi keriput Sang Ibu. Ibu hanya tersenyum menanggapi.

"Bu, bubur ini gratis lho. Kata Mang Dirja, semoga Ibu cepat sembuh, ya."

Ibu tiba-tiba saja menangis.

"Ibu kenapa? Ibu pengen cepat sembuh juga, kan?" Sambil menahan perasaannya, Keyla pun segera menghapus bulir-bulir air mata yang menetes di kedua pipi ibunya.

"Makan, yuk, Bu, buburnya. Biar Ibu cepat sembuh." Disedorkannya sesendok makan bubur ayam ke mulut Sang Ibu. Tapi segera ditolak oleh Ibu. 

Ibu hanya menggeleng dan menjauhkan tangan Keyla dari mulutnya.

"Ibu kenapa nggak mau makan? Kan perut Ibu dari tadi belum diisi apa apa?"

Kembali, Ibu hanya menggeleng dan menjauhkan tangan putri bungsunya itu dari mulutnya. Keyla menghela napas. Tiba-tiba saja Ayah sudah berada di dalam kamar dan meminta Keyla untuk tak lagi memaksa Ibu makan.

"Udahlah, Key. Mungkin udah waktunya Ibu--" Ayah membuang muka cepat, menahan buliran air yang hendak jatuh pula.

"Maksud Ayah..."

Ayah tak berkata apa-apa lagi dan segera keluar kamar.

Sungguh, Keyla tampak bingung. Berkali-kali ditatapnya wajah Sang Ibu yang hanya menatap kosong langit-langit kamar. Kembali dicernanya perkataan ayahnya tadi. Apakah Ibu...? Ah, Keyla benar-benar tak sanggup membayangkannya. Segera diletakkannya bubur ayam Mang Dirja di atas meja dekat pembaringan ibu, kemudian naik dan tidur di sebelah Sang Ibu.

***

Pukul tiga sore...

"Bu, bangun, yuk! Kita mandi dulu."

Keyla mengguncang tubuh ringkih ibunya, pelan. Tapi tak ada reaksi apa-apa dari Sang Ibu. Dua kali Keyla melakukan hal yang sama, tetap tak ada reaksi. Makin diguncang tubuh ibunya hanya diam dan tanpa sengaja tangan Keyla menyentuh kaki Sang Ibu...

"Ya, Tuhan. Ibu, Ibuuu...." Keyla menjerit histeris manakala menyadari bahwa Ibu telah pergi untuk selama-lamanya, kembali menghadap Sang PenciptaNya.

***

"Key, Keyla...," panggil sebuah suara.

Keyla pun tersentak dan menoleh ke arah sumber suara. "Kevin...."

"Lu kenapa? Ituuu..., lu abis nangis, ya, Key?" Kevin menunjuk bulir-bulir air mata yang tumpah ruah di kedua pipi gadis tomboi itu.

"Oh, eh...," Keyla tergeragap. Menyentuh kedua pipinya yang basah oleh air mata. Jadi tadi ia...?

"Gimana nyabunya? Udah?" Segera, Keyla mengalihkan pembicaraan. Tapi dilihatnya Kevin menggeleng.

"Gimana mau nyabu? Elu, gue tungguin di sono nggak nongol-nongol. Ya, udah deh, gue susul balik aja kemari. Ealah, elunya malah nangis bombay di mari."

"Maaf, Vin. Gue keingat almarhumah Ibu waktu lu ajak makan bubur tadi. Makanya, gue nggak jadi nyamperin lu. Maaf, ya...."

Kevin terdiam mendengar penjelasan sahabat kecilnya itu. Tanpa banyak omong, segera direngkuhnya Keyla ke dalam pelukannya.

***

Teruntuk: almarhumah Ibu.

Akhirnya aku benar-benar tak lagi bisa mencicipi nikmatnya semangkuk bubur ayam. Hiks.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun