Mohon tunggu...
Ali Mursyid
Ali Mursyid Mohon Tunggu... Guru di MTs Muslimin Bojongpicung | Awardee LPDP-BIB Kemenag

Pemilik Website Bahasa Arab Madrasah (MI Arabic, MTs Arabic, MA Arabic) | Talk Less Do More

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Reformasi Haji Indonesia 2025: Evaluasi, Solusi, Urgensi

12 Juni 2025   06:25 Diperbarui: 12 Juni 2025   06:25 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Musim  haji 1446 H/2025 telah usai, menyisakan catatan penting dalam tata kelola ibadah akbar umat Islam ini. Meski pelaksanaan berjalan relatif tertib, berbagai persoalan muncul kembali: dari gagal berangkatnya ribuan jemaah visa non-kuota (furoda), polemik dana talangan, hingga profesionalitas petugas yang belum merata. Saatnya publik, pemerintah, dan para pemangku kepentingan mendorong reformasi kebijakan haji secara menyeluruh, berbasis pada evaluasi dan analisis kebijakan publik yang mendalam.

Evaluasi Kritis Musim Haji 2025

1. Visa Non-Kuota: Celah Legal yang Perlu Ditutup

Lebih dari seribu jemaah gagal berangkat karena visa tidak terbit, sebagian besar melalui jalur furoda tanpa pengawasan negara. Hal ini menegaskan bahwa sistem pengendalian visa non-kuota masih lemah, dan celah hukum dalam UU No. 8 Tahun 2019 belum menutup praktik komersialisasi ilegal.

Dalam analisis kebijakan publik, hal ini masuk pada fase policy failure dan menunjukkan lemahnya policy legitimacy. Negara perlu segera merevisi UU Haji agar terdapat kejelasan hukum, standar pengawasan, dan perlindungan jemaah non-kuota.

2. Dana Talangan: Distorsi Keadilan Antrian

Model dana talangan haji oleh lembaga keuangan telah memicu ketimpangan keadilan. Banyak jemaah mampu "menyalip" antrean, meski belum memenuhi syarat pembiayaan sendiri. Hal ini bertentangan dengan prinsip fairness dalam kebijakan publik.

Analisis model Lasswell menunjukkan kegagalan menjawab pertanyaan dasar: "Who gets what, when, and how?". Kebijakan ini perlu dihapus dan diganti dengan pendidikan keuangan syariah dan pembinaan tabungan jangka panjang bagi calon jemaah.

3. Profesionalisme Petugas Haji: Masih Banyak PR

Di lapangan, ditemukan sejumlah petugas yang belum memahami tugas-tugasnya secara utuh, terutama saat pelayanan di Armuzna. Ini menunjukkan kelemahan pada tahap policy implementation, di mana antara perencanaan dan realisasi terjadi gap kompetensi.

Evaluasi dari Kemenkes juga mencatat kekurangan SDM medis dan distribusi obat-obatan yang tidak merata. 

Solusi Strategis dan Rekomendasi Kebijakan ke Depan

1. Revisi UU Haji Secara Komprehensif

UU No. 8 Tahun 2019 perlu direvisi dengan mengatur secara eksplisit jalur visa non-kuota (furoda/mujamalah), sanksi travel ilegal, serta penguatan peran negara dalam perlindungan jemaah di luar kuota resmi.

Revisi ini perlu melewati policy formulation yang melibatkan akademisi, ormas Islam, dan praktisi haji secara terbuka, berbasis prinsip transparansi dan keadilan.

2. Hapus Dana Talangan, Perkuat Tabungan Syariah

Kebijakan pelarangan dana talangan dapat didukung dengan menyediakan produk tabungan syariah jangka panjang dan simulasi keberangkatan berbasis realita waktu antrean. Peran BPKH dan bank syariah sangat penting dalam edukasi publik soal keberangkatan berbiaya sendiri.

3. Profesionalisasi Petugas Lewat Sertifikasi & Sistem Merit

Ke depan, proses rekrutmen petugas harus berbasis sistem merit dan pelatihan berbasis sertifikasi, bukan sekadar penugasan struktural. Evaluasi berbasis aplikasi, pelaporan digital, dan umpan balik jemaah harus menjadi bagian integral dari monitoring dan evaluasi (Monev).

4. Digitalisasi dan Integrasi Sistem Layanan

Penguatan platform digital seperti aplikasi Nusuk, sistem pelaporan kondisi jemaah, integrasi biometrik dan visa harus dilanjutkan. Transformasi digital dalam penyelenggaraan haji akan mendorong efisiensi pada semua tahap kebijakan: dari perencanaan, implementasi hingga evaluasi.

Penyelenggaraan haji bukan sekadar urusan ibadah, tetapi juga kebijakan publik yang kompleks dan menyentuh aspek sosial, ekonomi, hukum, dan politik. Evaluasi musim haji 2025 memperlihatkan bahwa kita masih memiliki pekerjaan rumah besar, khususnya dalam:

  • Menutup celah visa non-kuota ilegal,
  • Menghapus distorsi dari sistem dana talangan,
  • Meningkatkan kualitas SDM petugas haji.

Dengan pendekatan teori kebijakan publik seperti siklus kebijakan, model Lasswell, dan sistemik Easton, solusi ke depan harus berbasis evidence-based policy dan reformasi struktural. Kita perlu bergerak dari reaktif menjadi strategis, dari ritual tahunan menjadi kebijakan transformatif.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun