Mohon tunggu...
Ali Maksum
Ali Maksum Mohon Tunggu... Guru - Education is the most powerful weapon.

Guru, Aktifis dan Pemerhati pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kejahatan Seksual di Lingkungan Pendidikan

17 Desember 2022   13:00 Diperbarui: 17 Desember 2022   13:42 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pagi ini sambil menikmati secangkir kopi tiba-tiba disuguhkan acara di salah satu televisi swasta tentang maraknya kejahatan seksual dilingkungan pendidikan yang mengancam peserta didik. Beberapa kasus akhir-akhir ini yang terjadi seperti seorang oknum guru berinisial MS melakukan pelecehan seksual terhadap belasan siswi di SMK Negeri 1 Wae Ri, Manggarai Nusa Tenggara timur . Hal itu dia lakukan dari awal Oktober sampai awal Desember 2022, pelaku sempat membuat pernyataan tertulis agar tidak mengulangi perbuatannya namun faktanya dia mengulanginya pada belasan siswi yang sama. Oknum guru adalah pengajar agama Katolik lulusan seminari filsafat Lidalero Flores. 

Kasus yang sama juga terjadi di Batang Jawa Tengah, seorang pelaku berinisial R ditangkap polisi setelah dituding melecehkan anak didiknya yang masih berusia 5 tahun. pelaku yang berumur 55 tahun tersebut merupakan guru agama di salah satu pendidikan agama di kecamatan keputon, Blado, Batang Jawa Tengah. R diduga telah melecehkan korbannya dua kali setelah mendapat laporan dari orang tua korban. Modus pelaku dengan mengiming imingi jajan kepada korban, akibat perbuatan oknum tersebut korban mengalami trauma berat. Di Mojokerto seorang ayah tiri memperkosa anak tiriny ayang berusia 10 tahun, hal itu diketahui setelah ibu kandung korban memergokinya, setelah di selidiki ternyata pelaku telah memperkosa sebanyak 3 kali sepenjang bulan Oktober 2022.

Menurut Retno Listiarti, Komisioner KPAI, beberapa kasus diatas adalah perilaku kejahatan seksual yang terjadi akhir-akhir ini yang begitu memprihatinkan Setelah seblumnya banyak terjadi. Menurut data KPAI dari bulan Juni dalam waktu 6 bulan terdapat 18 kasus kekerasan seksual dilingkungan pendidikan, khuusnya terjadi pada sekolah yang berbasis asrama. 

Di antara 18 kasus tersebut 14 diantaranya di bawah naungan departemen Agama dan sisanya yang 4 kasus di bawah naungan kemendikbud. Salah satu 4 kasus tersebut adalah sekolah berbasis asrama di kota Medan. Itu adalah beberapa kasus yang berhasil terakam dan dilaporkan dan belum kasus-kasus yang tidak lapor ke Polisi. Data KPAI menunjukkan bahwa 88% pelakunya adalah oknum guru, sisanya ada kepala sekolah dan juga penjaga sekolah. Kekerasan seksual juga terjadi secara daring seperti kasus seorang remaja 16 tahun di kota Jogjakarta yang mendapat pelecehan seksual dari orang yang berasal dari Aceh Utara. Modus pelaku adalah pacaran online disuruh menunjukkan bagian-bagian tubuh yang dilarang hingga sampai telanjang. Disaat itu pengancaman terjadi, pelaku foto korban dan mengancam akan menyebarkan foto tersebut jika tidak menuruti apa yang dia inginkan.

Gejala yang terjadi diatas tentunya sangat miris dan memprihatinkan apalagi diantaranya terjadi di lembaga pendidikan yang notabene merupakan tempat mendidik moral dan etika peserta didik. Lebih parahnya lagi hal itu dilakukan oleh guru agama. Menurut pemerhati anak Ustadz Bendri Jaisyurrahman orang yang melakukan perilaku kejahatan seksual terhadap orang terdekat sudah mengalami kerusakan bagian otak bagian yang disebut PFC (Prefrontal Cortex) yang berfungsi mengontrol diri dan membedakan benar dan salah dan juga PFC adalah pembeda dari otak hewan dan otak manusia.

Menurut penelitian rusaknya PFC terjadi karena pornografi dan kebanyakan perilkau kejahatan seksual yang terjadi dalah karena akibat pornografi. Selain itu faktor penting selanjutnya adalah keterbukaan.  Pentingnya anak untuk berani berbicara secara terbuka. Jangan sampai dengan alasan privasi anak, orang tua hanya diam dan tidak mengerti kondisi anak yang tertutup. 

Yang kedua: Pendidikan seksualitas itu penting. terutama pendidikan seksual yang mendidik bagaimana mereka memproteksi diri misalnya memperkenalkan membedakan sentuhan, ada sentuhan yang pantas yang menggambarkan kasih sayang seperti dari kepala sampai bahu, ada sentuhan yang meragukan seperti dari perut ke pinggang dan ini anak haru berani menolak dengan halus, dan anak harus brani menolak dengan keras jika di sentuh pada bagian yang di larang yaitu bagian dada (bagi perempuan) atau bagian kemaluan. 

Selain itu anak-anak juga penting diajarakan tentang pohon kekerabatan seperti mengenali mana mahram dan bukan mahram, antara saudara, teman dan orang asing, pendidikan bagaimana bergaul dengan lawan jenis misalnya sasama jenis ngobrol berduaan dan akrab dan lawan jenis tidak boleh berduaan. Yang paling penting adalah bagaimana anak didik mengenali bagaimana etika pergaulan yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan seperti bagaiman anak dididik menutup tubuhnya sehingga orang lain tidak terpancing untuk melakukan hal-hal yang buruk  

Kembali menurut Retno Listiarti, membenarkan apa yang dikatakan oleh ustadz Bendri bahwa beberapa modus kejahatan seksual di lingkungan pendidikan anaknya diajak nonton pornografi pada saat istirahat dan guru lain di suruh keluar kondisi tersebut di dalam kelas dan oknum guru melakukan aksinya. 

Orang yang kecanduan pornografi otaknay akan rusak jika bagian otak ada 5 bagian maka kelima-limanya akan rusak. Otak yang rusak akan menghilangkan rasa welas asih, tidak bisa membedakan mana baik dan buruk tidak punya rasa malu dll. Hal ini dapat terjadi kepada sispapun karena oknum pelaku kejahatan seksual sangat pintar menyembunyikan kejahatannya termasuk kepada mereka yang dipnadang sangat sopan dalam bergaul, sangat baik dalam memimpin bahkan dipandang sebagai orang yang alim sekalipun misalnya dia sangat rajin ibadah, sholat lima waktu dan memimpin do`a sehari-hari. 

Menurut Retno selain perlindungan seperti CCTV dan secara kebijakan sekolah anak-anak juga harus dibekali dengan mengajari mereka untuk speak up berkata `tidak` . Dalam beberapa hal selama ini anak dibekali dengan doktrin harus sopan dengan yang lebih tua, harus menuruti apa kata guru, tidak boleh membantah kata guru sehingga dalam fikiran anak sudah terpatri bahwa jika oknum guru berbuat yang tidak semestinya. Doktrin seperti itulah yang mereka ingat namun lupa kita sebagai seorang pendidik juga membekali mereka untuk membuat `tameng` hal-hal apa sajakah yang menjadi batasan agar orang lain tidak berbuat sekehendak hatinya terhadap anak termasuk bagi mereka yang dipandang selama ini terhormat di instansi pendidikan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun