Latar Belakang
Dalam satu dekade terakhir, industri toko kopi di Indonesia sedang berkembang dengan pesat, ditandai dengan menjamurnya toko kopi yang baru berdiri maupun yang sudah lama berdiri di banyak titik setiap kota. Kemunculan berbagai toko kopi dengan konsep terkini, desain yang estetik, hingga berbagai sajian kopi unik ala artisan membuat industri toko kopi menjadi semakin padat dan kompetitif. Namun, semakin banyak toko yang buka dan tutup, tak sedikit yang redup secepat kemunculannya. Ditengah cepatnya arus perubahan pada industri toko kopi Indonesia, Toko Kopi Tuku berhasil menjadi salah satu UMKM toko kopi yang mempertahankan bisnisnya selama 10 tahun. Toko Kopi Tuku membuka Toko pertamanya pada tahun 2015 dan bertahan hingga sekarang.Â
Memulai dari konsep sederhana dengan misi "kopi untuk tetangga", dimana Kopi Tuku merancang strategi bisnis yang berbeda dengan model bisnis kopi kebanyakan, Melainkan membangun keunikannya sendiri. Dengan cara menargetkan pasar yang lebih luas tanpa kehilangan sentuhan lokal dan berkembang dengan tenang namun berdampak. Tulisan berikut akan membahas mengenai studi kelayakan bisnis Kopi Tuku dari berbagai aspek, sekaligus mengulas tentang bagaimana strategi yang diterapkan sehingga mampu menjaga eksistensi di tengah dinamika industri kopi yang berputar cepat.Â
2. Rumusan Masalah
Bagaimana kelayakan bisnis Toko Kopi Tuku ditinjau dari aspek yuridis, teknis, pasar, finansial, manajemen & operasional, sosial-ekonomi, dan lingkungan?
- Strategi unik apa yang diterapkan oleh Toko Kopi Tuku untuk bertahan dan berkembang di tengah persaingan industri coffee shop?
3. Aspek-aspek Analisis Studi Kelayakan Bisnis
A. Aspek YuridisÂ
Dalam menjalankan usaha Toko Kopi Tuku, aspek yuridis merupakan hal yang krusial karena berkaitan dengan legalitas dan kepatuhan bisnis terhadap hukum yang berlaku. Toko Kopi Tuku sebagai salah satu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menunjukkan kepatuhannya dalam memenuhi berbagai persyaratan hukum yang diperlukan. Dibuktikan dengan kepemilikan izin usaha resmi seperti Nomor Induk Berusaha (NIB), dan izin operasional lain yang mendukung kelangsungan bisnisnya secara sah di mata hukum. Selain itu, Toko Kopi Tuku juga telah mendapatkan sertifikasi halal dari MUI untuk produknya. Tidak hanya mematuhi ketentuan keagamaan, tetapi juga menunjukkan kepatuhan terhadap regulasi perpajakan, ketenagakerjaan, dan perlindungan konsumen juga menjadi bagian penting dalam operasional bisnis Toko Kopi Tuku sebagai bentuk jaminan keamanan dan kenyamanan bagi konsumen.
B. Aspek Teknis
Toko Kopi Tuku lahir dari gagasan yang sederhana, yaitu menyediakan kopi yang terjangkau bagi semua kalangan. Pada awal berdirinya, Tuku hanya menjual kopi dalam varian yang dasar, seperti kopi susu dan gula aren. Namun seiring waktu permintaan dari konsumen semakin beragam sesuai selera, seperti kopi dingin, lebih banyak susu, hingga tambahan gula aren. Respons terhadap berbagai permintaan ini menunjukkan bagaimana Tuku berkembang tidak hanya sebagai penjual produk, tetapi juga sebagai pendengar aktif dari konsumennya. Pendekatan teknis Tuku sangat dipengaruhi oleh interaksi langsung dengan konsumen yang disebut sebagai "tetangga". Melalui masukan yang datang dari para pelanggan sekitar, Tuku mulai membangun strategi untuk memperluas jangkauan bisnis untuk memperluas ruang lingkup konsumen agar memberi dampak yang lebih besar. Salah satu tindakan ekspansi adalah dengan membuka pop-up store di Korea Selatan. Bukan semata hanya mengejar pasar global, namun lebih kepada menciptakan komunitas yang lebih luas, sejalan dengan visi Tuku menjadi toko kopi sebagai ruang komunitas yang memicu pergerakan positif.Â
Dalam menjalankan misinya, Tuku berusaha menerapkan pendekatan yang humanis kepada konsumen, baik kepada pekerja toko, maupun konsumen. Setiap elemen di dalam toko dirancang untuk mendorong interaksi, dari ukuran meja dan kursi yang penempatannya saling berhadapan, mesin kopi yang tidak terlalu tinggi, hingga arah toilet yang sengaja harus melewati area bar, membuat pengunjung bisa menyapa dengan "permisi" kepada barista. Hal-hal kecil tersebut menciptakan kenyamanan dan suasana akrab, sekaligus menjadi titik temu yang bermakna. Untuk lebih memperkuat identitasnya sebagai ruang milik bersama, Tuku juga menyediakan elemen tambahan sederhana yang penuh makna lokal seperti gorengan, koran, dan berbagai hal yang membuat pengunjung merasa seperti di rumah sendiri. Semua ini dirancang agar memperlihatkan bahwa pendekatan teknis Tuku tidak hanya soal operasional, tetapi juga soal membangun suasana dan hubungan sosial yang kuat dengan pelanggan.Â
C. Aspek Pasar dan Pemasaran
Dalam peta pemasaran dalam membangun bisnisnya, Toko Kopi Tuku tidak hanya berfokus pada produk, tetapi juga pada pengalaman menyeluruh yang diharapkan dapat dirasakan oleh konsumen. Tuku percaya bahwa kekuatan pasar tidak hanya terletak pada cita rasa kopi, tetapi juga pada kombinasi antara produk, pelayanan dan pengalaman. Dengan menyuguhkan kenyamanan berbasis pendekatan emosional, bukan sekadar fasilitas fisik, Tuku berhasil menciptakan keinginan kuat bagi konsumen untuk terus datang kembali. Strategi pemasaran Tuku berdasar pada nilai "everyday luxuries", dimana kenikmatan kecil sehari-hari yang mampu menciptakan keintiman dan keterhubungan. Tuku tidak ingin hanya menjadi tempat membeli kopi, melainkan menjadi "rumah kedua" bagi banyak orang. Konsumen yang datang ke Tuku diharapkan tidak hanya ingin minum kopi, tetapi ingin merasakan atmosfer yang hangat dan akrab, sebagai ruang yang nyaman untuk pulang, khususnya saat butuh istirahat dari rutinitas yang melelahkan.Â
Kekuatan branding Tuku dibangun dari keterlibatan emosi dengan konsumen. Dibuktikan dengan banyak pelanggan yang rela mengantre panjang, bukan semata karena rasa kopi, tetapi karena ingin merasakan nilai dan pengalaman yang ditawarkan Tuku secara konsisten. Kampanye yang diangkat pun selalu memiliki cerita ringan namun akrab, seperti kampanye #tetanggabaik, yang mengajak konsumen untuk berbagi kebaikan melalui kegiatan sosial. Juga kampanye #tukutiaphari, memperkuat ingatan konsumen dengan produk khas Tuku yang mempresentasikan nilai dan identitas merek.Â
Dalam membaca peluang pasar, Tuku menggunakan pendekatan yang adaptif dan humanis. Tidak hanya melihat data atau tren, tetapi juga 'mempelajari tetangga' dimana mengenali siapa konsumen baru dari identitas suatu negara, lalu identifikasi permasalahannya, dan mencari cara bagaimana Tuku bisa menciptakan solusi yang sesuai. Pendekatan ini yang memungkinkan Tuku untuk terus tumbuh, bahkan hingga menjajaki pasar luar negeri seperti Korea Selatan dan Belanda. Dari Korea, Tuku mengagumi bagaimana masyarakat setempat mengoptimalkan sumber daya manusia yang terbatas dengan bijak. Sementara di Belanda, Tuku melihat peluang besar karena banyaknya diaspora Indonesia yang rindu pada budaya lokal. Dengan hadir di sana, Tuku membawa rasa percaya diri atas identitas Indonesia melalui segelas kopi. Secara keseluruhan, strategi pasar dan pemasaran Tuku mencangkup kekuatan hubungan, menciptakan ruang, dan gerakan positif komunitas. Itulah yang menjadi keunikan mereka di tengah persaingan industri kopi yang semakin padat.
D. Aspek FinansialÂ
Secara performa finansial, Toko Kopi Tuku menunjukkan perputaran yang solid, sehingga terbentuk karakteristik bisnis yang sehat dan berkelanjutan. Dengan rata-rata penjualan sekitar 830 cup per hari per toko. Dimana setiap outlet menghasilkan omzet harian sekitar Rp.16 juta, dengan lebih dari 50 toko yang beroperasi. Total omzet harian Tuku diperkirakan mencapai Rp.1 miliar, atau sekitar Rp.365 miliar per tahun 2024. Berawal dari skala kecil dengan modal awal yang diperkirakan berkisar antara Rp.300 juta hingga Rp.500 juta tergantung pada lokasi dan ukuran toko. Biaya operasional yang dikeluarkan mencangkup pembelian bahan baku, gaji pegawai, sewa tempat, dan pemeliharaan peralatan. Tuku berhasil bertumbuh menjadi jaringan bisnis dengan lebih dari 10 gerai di berbagai lokasi strategis. Pendapatan utama berasal dari penjualan minuman berbasis kopi, makanan ringan, dan produk khas lainnya seperti merchandise #tukutiaphari.
Rencana strategi ekspansi yang dilakukan seperti pembukaan pop-up store di Korea Selatan akan ditambah hingga 100 toko pada tahun 2026, menunjukkan kemampuan modal dan manajemen risiko finansial yang matang. Melalui strategi pemasaran yang konsisten berbasis komunitas, Tuku berhasil melewati break even point dan sekarang berada pada fase pertumbuhan profitabilitas yang menjanjikan.Â
E. Aspek Manajemen dan Operasi
Dalam menjalankan operasional nya, Toko Kopi Tuku mengedepankan manajemen yang berbasis kedekatan emosional dan konsistensi kualitas. Dibanding mengejar pertumbuhan penjualan secara agresif, Tuku memilih menjaga kualitas produk dan pengalaman pelanggan dengan konsisten dalam berinteraksi langsung dengan konsumen, atau dipanggil dengan "Tetangga Tuku". Setiap masukan sekecil apapun, seperti rasa kopi yang berubah hingga kondisi toko, ditanggapi dengan serius sebagai bentuk komitmen terhadap service excellence. Dalam rangka menjaga keterhubungan ini, Tuku membentuk grup internal yang menangani keluhan pelanggan dan komunikasi antar toko secara intensif.
Budaya manajemen internal perusahaan juga dikuatkan dengan prinsip "cukup, ditambah sedikit kejutan", yang membangun standar pelayanan tinggi. Perspektif konsumen selalu menjadi acuan utama dalam pengambilan keputusan operasional maupun pengembangan produk. Misalnya, Tuku secara konsisten mengembangkan varian kopi berbahan lokal yang unik dan relevan dengan situasi sosial, seperti Kopi Sereh Lemon saat pandemi, atau Kopi Goes yang menyegarkan untuk komunitas pesepeda. Sementara itu, nama "Tuku" sendiri yang berarti "membeli" dalam bahasa Jawa, yang mencerminkan misi awal untuk mendorong masyarakat untuk membeli dan mencintai kopi lokal. Strategi ini berhasil menjaga keseimbangan antara inovasi produk, pendekatan dengan konsumen, dan keunikan brand yang humanis.
Â
F. Aspek Sosial dan EkonomiÂ
Toko Kopi Tuku berawal dari tumbuhnya keresahan terhadap industri kopi lokal yang pada saat itu belum cukup berpihak pada petani dan nilai-nilai budaya Indonesia. Sejak awal berdiri pada tahun 2015, Tuku berkomitmen dalam berperan membangun ekosistem kopi Indonesia secara luas. Tidak hanya fokus pada kualitas produk, pendekatan pun dilakukan pada penguatan nilai sosial melalui konsep 'tetangga'. Konsep tersebut datang dari pengalaman sang founder saat mengunjungi sebuah kafe yang bertempat di tengah perumahan dekat taman yang berada di Kota Melbourne, Australia. Kafe tersebut menyajikan suasana ketetanggaan yang hangat dan inklusif, meski kurang dalam cita rasa kopinya. Nilai kehangatan dan rasa kebersamaan itulah yang kemudian menjadi pondasi utama dalam strategi bisnis Tuku, dengan menghadirkan kenyamanan, keakraban, dan rasa memiliki bagi setiap pengunjungnya, sebagaimana kultur gotong royong di Indonesia. Dengan demikian, Tuku tidak hanya menjual kopi, tetapi juga membangun nilai sosial yang memberi dampak positif bagi komunitas dan pelaku ekonomi lokal.
G. Aspek Lingkungan
Toko Kopi Tuku memandang aspek lingkungan tidak hanya dari sisi berkelanjutan ekologis, tetapi juga dalam konteks interaksi sosial, budaya, dan akses ruang kepada konsumen. Salah satu wujud dari aspek lingkungan adalah keputusan strategi dalam menggunakan momentum pembukaan transportasi publik MRT Cipete Raya sebagai bagian dari perayaan 10 tahun berdirinya Toko Kopi Tuku. Melalui penamaan stasiun transportasi publik di sekitar lokasi Tuku, khususnya MRT Cipete Raya Tuku, brand ini tidak hanya memperluas eksistensinya, tetapi juga mengangkat identitas kawasan Cipete sebagai bagian dari cerita dan perjalanan Tuku. Cipete bukan hanya lokasi, tapi menjadi simbol bahwa Tuku hadir sebagai bagian dari lingkungan sekitar yang aktif dan inklusif.
Langkah penamaan stasiun ini sekaligus menjadi upaya dalam mendekatkan komunitas, terutama 'tetangga jauh' yang ingin mengunjungi Tuku. Dengan adanya transportasi publik seperti MRT, akses menuju Tuku menjadi lebih mudah dan ramah bagi semua kalangan. Hal ini menunjukkan bahwa Tuku memperhitungkan faktor lingkungan dalam artian sosial dan geografis, yakni bagaimana sebuah tempat bisa lebih hidup, terhubung dan memberi dampak positif lebih luas lewat kehadiran sebuah brand lokal.Â
DAFTAR PUSTAKA
Wayoi, N. L. F., & Mas'ud, F. (2025). THE IMPACT OF BRAND IMAGE, SELF-IMAGE CONGRUENCE, AND BRAND PREFERENCE ON PURCHASE INTENTION OF TOKO KOPI TUKU (A Study on Toko Kopi Tuku Jakarta). Diponegoro Journal of Management, 14(1), 83-94.
Faridah, I. (2024). ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS KOPI TUKU DENGAN PENDEKATAN BUSINESS MODEL CANVAS (BMC) DAN ANALISIS SWOT (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI