Mohon tunggu...
Alifyusuf
Alifyusuf Mohon Tunggu... Pedagang

Suka membaca cerpen, suka melihat para pedagang kecil tertawa

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Karena Mitraku, Aku Berdoa Semoga Usahaku Bangkrut

29 Juni 2025   22:42 Diperbarui: 29 Juni 2025   22:42 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel


“Apotek Ibu sangat laris ya. Pasti omsetnya sampai jutaan. Kalau ambil barang kan kemari, jadi saya tahu. Ini nota pembelian sampai sebanyak ini,” kata ibu pemilik apotek bahkan sambil memperlihatkan tumpukan nota.

Awalnya Nenek S paham maksudnya, karena memang keuntungan yang diterima setiap bulan lumayan. Tapi tetap keingintahuan Nenek S besar. Nenek S meminta ijin untuk beberapa saat melihat nota-nota tersebut. Nota sebanyak itu tidak sebanding dengan keuntungan yang dia terima.

Saat itu juga, Nenek S menuju apotek. Dia hendak melihat sendiri kegiatan di apotek. Setelah satu tahun, baru pertama kali dia masuk ke dalam usahanya, yang dianggapnya sebagai sumber pendapatan pasif.

Mas H sebagai penanggung jawab, tentu menjadi pusat pertanyaan Nenek S. Semua pertanyaan Nenek S dijawab hanya dengan “semua sudah dengan persetujuan Dokter W.”

Nenek S hanya diam, meskipun disini dia merasa ada ketidakadilan. Nenek S pulang, tapi ada rencana. Menjelang tengah malam, Nenek S mengajak seorang tukang kunci mendatangi apotek. Nenek S membuka gembok utama dengan bantuan tukang kunci. Karena kunci hanya dipegang oleh Mas H. Entah Dokter W dan Dokter H apakah benar tahu ketidakadilan ini, tapi Nenek S ingin memastikan dengan caranya.

Semua lemari di dalam apotek pun dibuka oleh tukang kunci. Semua pembukuan diperiksa saat itu juga. Nota-nota juga dipelajari meskipun sepintas. Dari penglihatan sepintas itu pun sudah terlihat bahwa keuntungan yang didapat tidak seperti perjanjian awal. Penghasilan yang didapat apotek sebegitu besar, dan keuntungan yang didapat hanya sedikit.

Pagi hari, Nenek S mendatangi Dokter W untuk mengadukan perihal keganjilan penghasilan dan keuntungan apotek. Tak lupa Dokter H pun dipanggil untuk rapat pertama kalinya. Mas H dipanggil, tidak dipecat, hanya tanggung jawab dialihkan kepada istri Dokter W. Mas H tetap bekerja di apotek. Karena apa? Karena dia adalah adik dari istri Dokter W. Dokter H apakah merespon? Tidak. Dia diam saja. Entah acuh, entah sudah tahu.

Ditangan istri Dokter W, tak kalah parah. Bahkan banyak tunggakan barang yang tak terbayar.

Keuntungan yang seharusnya didapat Nenek S menunggak. Disini Nenek S tak ada kuasa. Tapi dia punya doa. Dia berharap apoteknya segera bangkrut, karena sudah terlalu sakit hati.

Tak berselang lama, betul, apotek mengalami keruntuhan. Modal bahkan tak bisa kembali. Dokter W sudah tak mau tahu. Dokter H tak peduli. Nenek S juga diam ingin mengikhlaskan modal. Tapi saat inilah semua dimulai. Dokter W menawarkan agar apotek menjadi sepenuhnya milik Nenek S.

Harga tidak masuk akal dan Nenek S tidak mampu membayar seperti yang diminta Dokter W. Nenek S mundur. Tapi yang namanya rejeki tak akan salah alamat. Dokter W menurunkan harga hanya agar bisa mengembalikan modal mereka bertiga. Nenek S setuju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun