Mohon tunggu...
Alief Ramadhan Dwi Putra
Alief Ramadhan Dwi Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - Teknik Informatika - Universitas Mercu Buana

Nama : Alief Ramadhan Dwi Putra Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB Dosen : Prof.Dr. Apollo , Ak , M. Si. Universitas Mercu Buana Meruya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gaya Kepimpinan Ki Hadjar Dewantara dan Upaya Pencegahan Korupsi

12 November 2023   17:20 Diperbarui: 12 November 2023   18:29 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Canva design by Alief Rama

Nama : Alief Ramadhan Dwi Putra

NIM : 41520010214

Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB

Dosen : Prof.Dr.Apollo, Ak, M.Si.

Pembukaan:

Pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan mengarahkan perkembangan masyarakat. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia, memberikan dasar-dasar yang kuat untuk mengembangkan sistem pendidikan yang berorientasi pada nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan. Pada tahun 1947, Ki Hadjar Dewantara menyusun Panca Darma yang menjadi landasan dalam mencapai cita-cita pendidikan yang merdeka dan berwawasan kebangsaan.

Panca Darma 1947: Landasan Pencegahan Korupsi dalam Pendidikan

Pada tahun 1947, Ki Hadjar Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia, merumuskan Panca Darma sebagai panduan utama dalam membentuk sistem pendidikan yang holistik dan menyeluruh. Dengan sudut pandang pencegahan korupsi, Panca Darma menjadi instrumen penting dalam membentuk karakter, moral, dan integritas individu, yang pada gilirannya dapat menciptakan masyarakat yang bebas dari korupsi. Mari kita telaah bagaimana setiap asas Panca Darma dapat berkontribusi pada upaya pencegahan korupsi.

1. Asas Kemerdekaan: Kunci untuk Membentuk Pikiran Kritis dan Independen


Asas Kemerdekaan dalam Panca Darma menekankan kebebasan individu untuk mengembangkan potensi dan bakatnya. Dalam konteks pencegahan korupsi, kemerdekaan berpikir menjadi kunci untuk membentuk pikiran kritis dan independen. Individu yang merdeka berpikir cenderung lebih mampu mengidentifikasi, menilai, dan menentang tindakan korupsi. Pendidikan yang mendasarkan diri pada asas ini membentuk generasi yang tahan terhadap godaan korupsi dengan mengajarkan mereka untuk mempertanyakan, menganalisis, dan memahami implikasi etika dalam segala keputusan.

2. Asas Kodrat Alam: Menyelaraskan Pendidikan dengan Prinsip-prinsip Kehidupan

Asas Kodrat Alam mengingatkan kita untuk menyelaraskan pendidikan dengan prinsip-prinsip dasar kehidupan. Dalam konteks pencegahan korupsi, penyelarasan ini menjadi dasar untuk membentuk karakter yang memiliki kepekaan terhadap kebenaran, keadilan, dan tanggung jawab. Pendidikan yang memahami dan menghormati prinsip-prinsip kodrat alam mendorong tumbuhnya generasi yang mampu menentang korupsi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika.

3. Asas Kebudayaan: Mempertahankan Identitas dan Etika Bangsa

Asas Kebudayaan dalam Panca Darma menekankan pentingnya mempertahankan nilai-nilai budaya. Dalam konteks pencegahan korupsi, asas ini memberikan landasan untuk membangun karakter yang kental dengan etika dan integritas. Pendidikan yang berakar pada kebudayaan mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi godaan korupsi dengan memahami dan memegang teguh nilai-nilai lokal yang mendorong transparansi, kejujuran, dan tanggung jawab.

4. Asas Kebangsaan: Menumbuhkan Jiwa Nasionalisme dan Solidaritas

Asas Kebangsaan dalam Panca Darma menekankan pembangunan jiwa nasionalisme. Dalam konteks pencegahan korupsi, jiwa nasionalisme menjadi kekuatan yang mendorong individu untuk bertindak demi kepentingan bersama. Pendidikan yang membangun kesadaran nasionalisme dan solidaritas menciptakan masyarakat yang tidak hanya berorientasi pada kepentingan pribadi, tetapi juga pada kesejahteraan bersama. Hal ini dapat menjadi hambatan efektif terhadap tindakan korupsi yang merugikan bangsa.

5. Asas Kemanusiaan: Menciptakan Individu yang Peduli dan Bertanggung Jawab

Asas Kemanusiaan dalam Panca Darma mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Dalam konteks pencegahan korupsi, asas ini menekankan pentingnya menciptakan individu yang peduli dan bertanggung jawab. Pendidikan yang menanamkan nilai-nilai kemanusiaan mendorong tumbuhnya generasi yang memiliki empati terhadap penderitaan sesama dan berkomitmen untuk bertindak secara positif dalam membangun masyarakat yang adil dan bermoral.

Pentingnya Pendidikan sebagai Benteng Pencegahan Korupsi

Pendidikan, ketika didasarkan pada prinsip-prinsip Panca Darma, bukan hanya menjadi alat untuk mentransfer pengetahuan akademis tetapi juga untuk membentuk karakter dan integritas individu. Membangun sistem pendidikan yang melibatkan setiap asas Panca Darma dapat menjadi benteng kuat dalam pencegahan korupsi. Melalui pemahaman, penghargaan, dan penerapan nilai-nilai ini, generasi muda dapat tumbuh menjadi pemimpin yang integritasnya tidak dapat digoyahkan oleh godaan korupsi, melainkan selalu berkomitmen untuk bertindak demi kepentingan bersama dan kesejahteraan bangsa.

Asas-asas dalam Tindak Pendidikan: Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani

Tiga konsep utama mengemuka dalam ajaran Ki Hadjar Dewantara: Ing Ngarsa Sung Tuladha, yang mencerminkan menenuntun; Ing Madya Mangun Karsa, yang berarti mendidik; dan Tut Wuri Handayani, yang menunjukkan mengupayakan dan memperluas wawasan. Ini bukan sekadar kata-kata, melainkan landasan filosofis yang membimbing praktik pendidikan.

  • Ing ngarsa sung tuladha:
    Prinsip pertama, "ing ngarsa sung tuladha", berarti "jadilah pemimpin dengan memberi contoh". Prinsip ini menekankan pentingnya para pemimpin memberikan contoh yang baik bagi para pengikutnya. Dalam konteks pencegahan korupsi, para pemimpin memainkan peran penting dalam menumbuhkan budaya integritas dan kejujuran. Ketika para pemimpin menunjukkan perilaku etis, mereka menetapkan standar yang tinggi untuk diikuti oleh orang lain, sehingga membuat korupsi menjadi lebih sulit untuk berakar.
  • Ing madya mangun karsa:
    Prinsip kedua, "ing madya mangun karsa", berarti "membangun konsensus di tengah-tengah". Prinsip ini menekankan pentingnya kolaborasi dan kerja sama tim. Dalam konteks pencegahan korupsi, kolaborasi yang efektif di antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pejabat pemerintah, pelaku usaha, dan organisasi masyarakat sipil, sangat penting untuk mengidentifikasi dan mengatasi risiko dan kerentanan korupsi. Dengan bekerja sama, para pemangku kepentingan dapat mengembangkan dan menerapkan strategi anti-korupsi yang komprehensif yang dapat mengatasi akar penyebab korupsi.
  • Tut wuri handayani:
    Prinsip ketiga, "tut wuri handayani", berarti "mendukung dari belakang". Prinsip ini menekankan pentingnya memberikan dukungan dan bimbingan kepada orang lain. Dalam konteks pencegahan korupsi, prinsip ini menyoroti pentingnya memberdayakan individu untuk melaporkan korupsi dan melindungi pelapor dari pembalasan. Dengan menciptakan lingkungan yang mendukung di mana individu merasa aman untuk berbicara menentang korupsi, pihak berwenang dapat mengungkap dan menyelidiki kasus-kasus korupsi secara lebih efektif. Secara keseluruhan, tiga prinsip pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana pendidikan dapat berkontribusi pada pencegahan korupsi. Dengan menumbuhkan budaya integritas, mendorong kolaborasi, dan memberdayakan individu, pendidikan dapat memainkan peran penting dalam membangun masyarakat yang tahan terhadap korupsi.

Kritik Pendidikan: Perintah, Ancaman, dan Ketertiban beserta dampak dalam sudut pandang Upaya pencegahan

Ki Hadjar Dewantara memiliki pandangan kritis terhadap penggunaan perintah, ancaman, dan ketertiban dalam konteks pendidikan. Kritik ini tidak hanya memiliki dampak terhadap perkembangan karakter individu, tetapi juga relevan dalam upaya pencegahan korupsi. Berikut adalah pembahasan mengenai kritik Ki Hadjar Dewantara terhadap perintah, ancaman, dan ketertiban dalam pendidikan serta dampaknya dalam upaya pencegahan korupsi:

Kritik Terhadap Perintah, Ancaman, dan Ketertiban:

  • Pasivitas dan Kreativitas Terbatas: Ki Hadjar Dewantara menyoroti bahwa pendidikan yang terlalu mengandalkan perintah dan ancaman cenderung menciptakan siswa yang pasif dan kurang kreatif. Siswa yang hanya mendengarkan perintah tanpa diajak berpikir kritis dapat menjadi kurang peka terhadap implikasi etis dan moral dari tindakan korupsi.

 

  • Ketidakmampuan Mengembangkan Integritas: Pendidikan yang terlalu otoriter dapat membuat siswa hanya taat pada perintah tanpa mengembangkan integritas pribadi. Dalam konteks pencegahan korupsi, integritas pribadi menjadi kunci. Siswa yang tidak mampu mengembangkan integritas cenderung lebih rentan terhadap tindakan korupsi di kemudian hari.
  • Kurangnya Kesadaran Sosial: Pendidikan yang terlalu didasarkan pada ketertiban eksternal sering kali gagal membentuk kesadaran sosial. Siswa mungkin tidak memahami konsekuensi sosial dari tindakan korupsi jika pendidikan hanya menekankan pada aturan dan perintah tanpa memberikan pemahaman yang lebih dalam.

Dampak Terhadap Pencegahan Korupsi:

  • Kurangnya Pemahaman Etika dan Moral: Siswa yang dididik dalam lingkungan yang menekankan perintah dan ancaman mungkin kurang memiliki pemahaman mendalam tentang nilai-nilai etika dan moral. Dalam upaya pencegahan korupsi, pemahaman ini penting untuk membentuk sikap yang menolak tindakan korupsi.
  • Rendahnya Kesadaran Terhadap Dampak Sosial: Pendidikan yang kurang memberikan ruang untuk refleksi dan pemahaman terhadap dampak sosial korupsi dapat menghasilkan individu yang tidak sadar betapa merusaknya tindakan korupsi terhadap masyarakat. Kesadaran sosial yang rendah dapat menjadi kendala dalam membangun masyarakat yang menentang korupsi.
  • Pola Pikir Otoriter dalam Kepemimpinan: Sistem pendidikan yang sangat otoriter juga dapat menciptakan pemimpin atau pejabat yang cenderung mempraktikkan kepemimpinan otoriter dan mungkin lebih rentan terhadap perilaku koruptif. Kurangnya penghargaan terhadap partisipasi dan ide-ide kreatif dalam pendidikan dapat tercermin dalam praktik korupsi di tingkat kepemimpinan.

Kritik Ki Hadjar Dewantara terhadap perintah, ancaman, dan ketertiban dalam pendidikan membawa implikasi dalam konteks pencegahan korupsi. Pendidikan yang lebih menekankan pada pengembangan karakter, pemikiran kritis, dan integritas pribadi dapat menjadi landasan yang lebih kokoh dalam membentuk masyarakat yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip etika dan menolak korupsi.

Ki Hadjar Dewantara tidak hanya memberikan landasan positif, tetapi juga kritik tajam terhadap pendidikan yang terlalu mengandalkan perintah, ancaman, dan ketertiban. Menurutnya, model otoriter ini tidak hanya menghambat kreativitas, tetapi juga mengesampingkan kecerdasan budi, mendewakan intelektual tanpa imajinasi, serta merangsang materialisme dan keutamaan diri sendiri.

Kemerdekaan Belajar: Mewujudkan Pendidikan yang Berbakat

Menurut Ki Hadjar Dewantara, "Kemerdekaan Belajar" memiliki peran kunci dalam mewujudkan pendidikan yang dapat mengembangkan potensi berbakat setiap individu. Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa melalui kemerdekaan belajar, setiap siswa dapat mengeksplorasi dan mengembangkan bakatnya sesuai dengan minat dan potensinya. Berikut adalah beberapa poin terkait dengan pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang "Kemerdekaan Belajar: Mewujudkan Pendidikan yang Berbakat":

  • Individualitas dan Bakat: Ki Hadjar Dewantara memandang setiap siswa sebagai individu yang unik dengan potensi dan bakat yang berbeda-beda. Kemerdekaan belajar diartikan sebagai sarana untuk membantu siswa menemukan dan mengembangkan bakat mereka sesuai dengan minat dan kecenderungan masing-masing.
  • Proses Aktif Pembelajaran: Menurut Ki Hadjar Dewantara, kemerdekaan belajar memerlukan keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran. Siswa diberi kebebasan untuk mencari pengetahuan, mengajukan pertanyaan, dan menyusun metode belajar yang sesuai dengan gaya dan kebutuhan mereka.
  • Mengembangkan Kreativitas: Konsep kemerdekaan belajar juga dihubungkan dengan pengembangan kreativitas siswa. Ki Hadjar Dewantara percaya bahwa dengan memberi siswa kebebasan untuk mengeksplorasi dan menciptakan, mereka dapat mengembangkan kreativitas yang menjadi dasar dari potensi berbakat.
  • Pendidikan Merdeka: Kemerdekaan belajar sejalan dengan prinsip pendidikan merdeka yang diusung oleh Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan merdeka menekankan bahwa siswa harus belajar secara bebas, sesuai dengan bakat dan minat mereka, tanpa terkekang oleh norma-norma yang menghambat perkembangan pribadi.
  • Membentuk Karakter Unggul: Kemerdekaan belajar juga dianggap sebagai sarana untuk membentuk karakter unggul pada setiap individu. Siswa diajak untuk mengambil tanggung jawab atas proses pembelajaran mereka sendiri, yang dapat membentuk karakter yang mandiri, disiplin, dan memiliki semangat untuk mencapai prestasi.

Pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang kemerdekaan belajar sebagai upaya untuk mewujudkan pendidikan yang berbakat menekankan pentingnya memberdayakan setiap individu untuk mencapai potensi maksimalnya. Konsep ini mencerminkan tekadnya untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar dan menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung pengembangan bakat dan potensi masing-masing siswa.

Konsep "Taman": Hidup Alami, Gembira, dan Hak Anak untuk Memilih

Konsep "Taman" memiliki makna yang mendalam dalam konteks pendidikan. Ki Hadjar Dewantara mengaitkan konsep "Taman" dengan nilai-nilai alami, gembira, kebebasan, dan hak anak untuk memilih. Berikut adalah beberapa poin terkait dengan pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang konsep "Taman":

  • Alamiah dan Gembira: Ki Hadjar Dewantara menyematkan makna alamiah dan gembira pada konsep "Taman." Pendidikan dianggap sebagai suatu proses yang seharusnya memberikan kegembiraan dan kebebasan bagi siswa, mirip dengan suasana yang dapat ditemui di taman.
  • Bermain dengan Kebasahan: Konsep "Taman" juga dihubungkan dengan ide bermain dan eksplorasi. Ki Hadjar Dewantara ingin siswa belajar seperti bermain di taman, di mana mereka dapat mengeksplorasi pengetahuan dengan penuh kreativitas dan kebebasan.
  • Hak Anak untuk Memilih: Ki Hadjar Dewantara menyoroti hak anak untuk memilih dalam konsep "Taman." Siswa diberi kebebasan untuk memilih bidang studi atau minat mereka, mencerminkan prinsip kemerdekaan belajar dan penghargaan terhadap keunikan setiap individu.
  • Pengarahan Orang Tua: Meskipun memberikan kebebasan kepada siswa, Ki Hadjar Dewantara juga menyoroti peran orang tua dalam mengarahkan dan membimbing. Seperti orang tua yang memberikan bimbingan pada anak-anak mereka di taman, pendidik juga diharapkan memberikan arahan yang positif.
  • Jenjang Pendidikan sebagai Tahap Pertumbuhan: Konsep "Taman" diaplikasikan pada berbagai jenjang pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak (TK) hingga tingkat sarjana (Taman Guru). Setiap tahap pendidikan dianggap sebagai tahap pertumbuhan yang harus dijelajahi dan dinikmati seperti bermain di taman.
  • Keterlibatan Orang Tua: Orang tua juga dimasukkan ke dalam konsep "Taman" sebagai pemandu dan pengarah. Mereka diharapkan ikut terlibat dalam proses pendidikan anak-anak mereka, menciptakan kolaborasi antara lingkungan keluarga dan pendidikan formal.

Pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang konsep "Taman" menggambarkan visinya tentang pendidikan yang alamiah, penuh kegembiraan, dan menghargai keunikan setiap individu. Konsep ini juga mengandung nilai-nilai kebebasan, bermain, dan keterlibatan orang tua dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan siswa.

Orientasi Tri Rahayu 'Tri Hayu': Menjaga Keseimbangan Diri, Bangsa, dan Alam Semesta

Canva Design by Alief Rama
Canva Design by Alief Rama

Tri Rahayu mengilustrasikan tiga aspek penting: Memayu Hayuning Sarira (Diri Sendiri), Memayu Hayuning Bangsa (Bangsa), dan Memayu Hayuning Bawana (Seluruh Alam Semesta). Ini menekankan keseimbangan dalam pendidikan, tidak hanya pada pengembangan individu tetapi juga dalam konteks kebangsaan dan hubungan dengan alam. Berikut adalah penjelasan mengenai orientasi Tri Rahayu menurut Ki Hadjar Dewantara:

  • Memayu Hayuning Sarira (Diri Sendiri): Dimensi pertama dari Tri Rahayu adalah Memayu Hayuning Sarira, yang berarti "memayu" atau merawat dan mengembangkan diri sendiri. Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa setiap individu perlu memahami dan merawat dirinya sendiri dengan baik. Ini mencakup aspek-aspek seperti moralitas, kesehatan, dan perkembangan pribadi.
  • Memayu Hayuning Bangsa (Bangsa): Dimensi kedua adalah Memayu Hayuning Bangsa, yang berarti "memayu" atau merawat kebaikan dan kesejahteraan bangsa. Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya setiap individu dalam berkontribusi untuk kesejahteraan bersama dan keberlanjutan bangsa. Ini mencakup sikap patriotisme, tanggung jawab sosial, dan partisipasi dalam pembangunan nasional.
  • Memayu Hayuning Bawana (Seluruh Alam Semesta): Dimensi ketiga adalah Memayu Hayuning Bawana, yang berarti "memayu" atau merawat seluruh alam semesta. Ki Hadjar Dewantara memandang bahwa setiap individu harus memiliki kesadaran dan tanggung jawab terhadap keberlanjutan lingkungan dan alam semesta. Ini mencakup nilai-nilai kepedulian terhadap alam dan lingkungan.

Orientasi Tri Rahayu ini mencerminkan visi Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan yang melibatkan pembentukan karakter individu yang bertanggung jawab, peduli terhadap bangsa dan lingkungan, serta memiliki kesadaran sosial. Konsep ini juga sejalan dengan ide pembentukan manusia yang utuh dan berkontribusi positif dalam membentuk masyarakat dan negara yang lebih baik.

 Meskipun Ki Hadjar Dewantara tidak secara langsung membahas konsep Tri Rahayu dalam konteks pencegahan korupsi, prinsip-prinsip yang diusungnya dapat memberikan pandangan yang relevan terkait upaya pencegahan korupsi. Seperti dalam "Memayu Hayuning Sarira" menunjukkan pentingnya pengembangan karakter yang jujur, adil, dan bertanggung jawab pada setiap individu, lalu "Memayu Hayuning Bangsa" setiap individu harus berkontribusi positif untuk menciptakan masyarakat yang bebas dari korupsi. Ini mencakup penanaman rasa cinta tanah air, partisipasi aktif dalam pembangunan, dan menolak praktik-praktik korupsi, dan terakhir "Memayu Hayuning Bawana" Kesadaran terhadap dampak lingkungan dan alam semesta dalam konteks pencegahan korupsi dapat diartikan sebagai tanggung jawab terhadap keberlanjutan dan keseimbangan. Memayu Hayuning Bawana dapat mencakup sikap etis dalam pengelolaan sumber daya dan keberlanjutan ekonomi yang berkelanjutan.

Sistem Among: Merawat, Memberi Contoh, dan Menjaga

Konsep Sistem Among yang diusung oleh Ki Hadjar Dewantara memiliki aplikasi yang relevan dalam konteks pencegahan upaya korupsi. Sistem Among mencakup tiga aspek utama: Merawat, Memberi Contoh, dan Menjaga. Dalam konteks pencegahan korupsi, berikut adalah penjelasan mengenai bagaimana konsep Sistem Among dapat diterapkan:

  • Merawat (Momong): Dalam pencegahan korupsi, "Momong" dapat diartikan sebagai memberikan perhatian dan perawatan terhadap nilai-nilai moral dan etika. Sistem ini menciptakan lingkungan di mana individu merasa diperhatikan dan didukung untuk mengembangkan karakter yang integritas. Pendidikan nilai-nilai moral dan etika menjadi bagian integral dari upaya pencegahan korupsi.
  • Memberi Contoh (Among): Aspek "Among" dalam Sistem Among menekankan pentingnya memberi contoh yang baik. Dalam konteks pencegahan korupsi, pemimpin, pendidik, dan tokoh masyarakat diharapkan menjadi teladan integritas dan kejujuran. Memberi contoh yang baik menciptakan budaya di mana praktik korupsi dianggap tidak dapat diterima.
  • Menjaga (Ngemong): "Ngemong" mencakup tindakan menjaga nilai-nilai yang telah diajarkan dan diterapkan dalam masyarakat. Dalam upaya pencegahan korupsi, hal ini mencakup pengawasan dan penegakan aturan serta norma-norma yang melarang praktik korupsi. Sistem ini memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai integritas dan kejujuran.

Dengan menerapkan konsep Sistem Among, diharapkan tercipta lingkungan yang mendukung pencegahan korupsi melalui tiga cara utama:

  • Pendidikan Nilai: Momong (Merawat) melibatkan pendidikan nilai-nilai moral dan etika sejak dini. Ini menciptakan dasar yang kuat bagi individu untuk mengembangkan karakter yang jujur dan berintegritas.
  • Teladan Pemimpin: Among (Memberi Contoh) menekankan pentingnya peran pemimpin dalam memberikan contoh yang baik. Pemimpin yang jujur dan bersih dapat menjadi inspirasi bagi yang lain untuk mengikuti jejak yang benar.
  • Pengawasan dan Penegakan Hukum: Ngemong (Menjaga) mencakup tindakan nyata untuk menjaga nilai-nilai integritas dan kejujuran. Ini termasuk pengawasan oleh masyarakat, penegakan aturan hukum, dan sanksi terhadap praktik korupsi.

Dengan Sistem Among yang terintegrasi, diharapkan masyarakat dapat membangun fondasi yang kuat untuk mencegah dan mengatasi upaya korupsi, menciptakan lingkungan yang bersih dan berintegritas.

Tri Sentra Pendidikan: Keseimbangan antara Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat

konsep Tri Sentra Pendidikan sebagai landasan dalam penyelenggaraan pendidikan. Tri Sentra Pendidikan ini mencakup tiga aspek utama yang harus menjadi perhatian dalam pendidikan, yaitu Alam Keluarga (informal), Alam Sekolah (formal), dan Alam Masyarakat (informal). Berikut adalah penjelasan mengenai Tri Sentra Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara:

  • Alam Keluarga (Informal):
    Tri Sentra Pendidikan mengakui peran penting keluarga sebagai tempat pertama dan utama dalam pendidikan anak. Alam Keluarga mencakup pengajaran nilai-nilai, norma-norma, dan budaya dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya. Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa pendidikan keluarga menciptakan dasar yang kuat untuk perkembangan pribadi anak.
  • Alam Sekolah (Formal):
    Alam Sekolah mencakup lingkungan pendidikan formal di mana siswa menerima pengajaran melalui proses belajar-mengajar yang terstruktur. Ki Hadjar Dewantara mendukung pendidikan formal yang membebaskan kreativitas siswa dan mengembangkan potensi mereka. Alam Sekolah diharapkan menjadi tempat di mana nilai-nilai kehidupan dan kebangsaan diajarkan dengan baik.
  • Alam Masyarakat (Informal):
    Alam Masyarakat mencakup pengaruh dan pembelajaran yang berasal dari interaksi dengan masyarakat lebih luas. Ki Hadjar Dewantara menyadari bahwa pendidikan tidak hanya terjadi di kelas, melainkan juga melalui pengalaman dan interaksi sehari-hari dengan masyarakat. Alam Masyarakat memainkan peran dalam membentuk karakter, sikap, dan pemahaman siswa terhadap realitas sosial.

Penerapan Tri Sentra Pendidikan dalam pencegahan korupsi melibatkan:

  • Integrasi Nilai-nilai Anti-Korupsi: Memasukkan nilai-nilai anti-korupsi dalam pendidikan formal dan informal, dengan fokus pada transparansi, akuntabilitas, dan kejujuran.
  • Peran Pendidik sebagai Teladan: Guru dan tokoh pendidikan berperan sebagai teladan integritas, memengaruhi siswa melalui tindakan nyata seperti menolak suap, membentuk generasi yang mengikuti jejak integritas.
  • Peningkatan Kesadaran Masyarakat: Melalui pendidikan informal, meningkatkan kesadaran tentang bahaya korupsi. Program pendidikan masyarakat membahas dampak korupsi, mendorong masyarakat untuk menolak dan melaporkan praktik korupsi.

Dengan memanfaatkan konsep Tri Sentra Pendidikan, diharapkan terbentuk masyarakat cerdas secara intelektual dan memiliki moralitas tinggi. Pendidikan holistik ini menjadi pondasi kuat dalam upaya pencegahan korupsi, menciptakan masyarakat bersih dan berintegritas.

Trikon Pendidikan: Mengintegrasikan Tahap, Pendekatan, dan Tujuan Pendidikan

Ki Hadjar Dewantara mengembangkan konsep Trikon Pendidikan sebagai landasan untuk merancang sistem pendidikan yang efektif dan menyeluruh. Trikon Pendidikan ini terdiri dari tiga konsep utama, yaitu:

  • Kontinyu:
    Arti: Proses pendidikan harus berlangsung secara berkesinambungan dan tidak terputus.
    Implikasi: Pendidikan tidak hanya terjadi di kelas, tetapi melibatkan pengalaman sepanjang hidup. Pendidikan kontinyu mendukung pengembangan individu dari masa kanak-kanak hingga dewasa.
  • Konvergen:
    Arti: Pendidikan harus mengejar tujuan konvergensi, yakni mengarahkan individu pada keselarasan dan kesatuan.
    Implikasi: Pendidikan harus menyelaraskan berbagai aspek pembelajaran agar menciptakan individu yang seimbang, tidak hanya secara akademis tetapi juga dalam aspek karakter dan keterampilan.
  • Konsentris:
    Arti: Proses pendidikan harus berpusat pada individu dan berkembang seiring waktu.
    Implikasi: Pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, bakat, dan perkembangan individu. Proses pembelajaran harus menyesuaikan diri dengan tahap perkembangan peserta didik.

Ki Hadjar Dewantara mengajukan konsep "ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani" sebagai landasan filosofis pendidikan Indonesia. Konsep ini dapat diartikan sebagai pedoman dalam mengarahkan dan membimbing peserta didik melalui tiga fase pendidikan yang mencakup wiraga, wirama, dan wirasa. Berikut penjelasan setiap konsep dan fase pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara :Konsep "ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani":

  • Ing Ngarsa Sung Tuladha (Wiraga):
    Arti: Menyenangkan hati atau memberikan contoh yang baik.
    Implikasi Pendidikan: Pada fase ini, pendidikan berfokus pada memberikan contoh dan pembiasaan positif kepada anak-anak. Masa taman kanak-kanak sering diidentifikasi dengan kebutuhan untuk memberikan pengalaman langsung dan contoh positif.
  • Ing Madya Mangun Karsa (Wirama):
    Arti: Memacu semangat atau mengembangkan kemampuan.
    Implikasi Pendidikan: Fase ini terjadi selama pertumbuhan jiwa dan pikiran, umumnya di usia 7-14 tahun. Pendidikan pada fase ini menekankan penjelasan dan pemahaman, mengembangkan keterampilan, dan membentuk dasar pengetahuan yang lebih mendalam.
  • Tut Wuri Handayani (Wiroso):
    Arti: Memberikan petunjuk atau panduan.
    Implikasi Pendidikan: Masa terbentuk budi pengertian dan kesadaran sosial, umumnya di usia 14-21 tahun. Pendidikan pada fase ini fokus pada laku pengalaman lahir batin, membentuk karakter, kesadaran sosial, dan memberikan petunjuk untuk mencapai kemandirian.

Fase Pendidikan (Wiraga, Wirama, Wirasa):

Design Canva by Alief Rama
Design Canva by Alief Rama
  • Masa Taman Kanak-Kanak (Wiraga):
    Tujuan Pendidikan: Memberikan contoh dan pembiasaan positif.
    Aktivitas Pendidikan: Bermain, belajar melalui kegiatan menyenangkan, dan mendapatkan contoh dari lingkungan.
  • Masa Pertumbuhan Jiwa dan Pikiran (Wirama):
    Tujuan Pendidikan: Mengembangkan semangat dan kemampuan.
    Aktivitas Pendidikan: Penjelasan dan pemahaman materi lebih mendalam, pengembangan keterampilan, dan penumbuhan minat individu.
  • Masa Terbentuk Budi Pengertian & Kesadaran Sosial (Wirasa):
    Tujuan Pendidikan: Membentuk karakter, kesadaran sosial, dan kemandirian.
    Aktivitas Pendidikan: Pengalaman langsung untuk membentuk karakter, pemahaman akan tanggung jawab sosial, dan petunjuk untuk mencapai kemandirian.

Melalui konsep ini, Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya pendidikan yang menyeluruh, tidak hanya membentuk kecerdasan akademis tetapi juga karakter dan kesadaran sosial peserta didik. Pendidikan diarahkan untuk memberikan contoh positif, mengembangkan semangat, dan membimbing individu menuju kemandirian dengan kesadaran sosial yang tinggi.

Indikator Pendidikan Merdeka: Tetap, Mantep, Ngandel, Kendel, Kandel, Bandel, Neng, Ning, Nung, Nang, Gong

  • Tetap (Tetap): Mungkin mencerminkan keteguhan atau kestabilan, yang dapat diartikan sebagai konsistensi dalam menjalani prinsip-prinsip moral dan etika, termasuk penolakan terhadap tindakan korupsi.
  • Mantep (Mantap): Dapat diartikan sebagai kekokohan dan keyakinan diri. Dalam konteks pencegahan korupsi, ini dapat merujuk pada keberanian untuk menolak dan melawan tindakan korupsi, bahkan jika dihadapkan pada tekanan atau godaan.
  • Ngandel (Ngandel): Mungkin berkaitan dengan kejujuran dan ketulusan, yang merupakan nilai penting dalam upaya pencegahan korupsi.
  • Kendel (Kendel): Dapat diartikan sebagai kekompakan dan kebersamaan. Dalam konteks pencegahan korupsi, hal ini bisa merujuk pada dukungan kolektif terhadap nilai-nilai anti-korupsi.
  • Kandel (Kandel): Mungkin mencerminkan keadilan dan keberpihakan yang sesuai dengan prinsip-prinsip pencegahan korupsi.
  • Bandel (Bandel): Dapat diartikan sebagai keberanian untuk bersikap tegas dan tidak toleran terhadap perilaku korupsi.
  • Neng, Ning, Nung, Nang (Neng, Ning, Nung, Nang): Mungkin menunjukkan variasi atau keragaman dalam penerapan nilai-nilai anti-korupsi sesuai dengan konteks dan tantangan yang dihadapi.
  • Gong (Gong): Mungkin merujuk pada keselarasan atau keharmonisan dalam menerapkan prinsip-prinsip pencegahan korupsi.

Pendidikan merdeka memiliki indikator spesifik menurut Ki Hadjar Dewantara. Ini melibatkan kepemilikan pendirian yang tetap, keteguhan, prinsip, kualitas, keberanian, pengetahuan yang luas, dan keberhasilan dalam hak dan kewajiban.

Bahasa, Pendidikan, dan Kebangsaan: Mempertahankan Identitas Budaya

Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya mempertahankan identitas budaya, bahasa, dan pendidikan lokal sebagai bagian dari usaha membangun bangsa yang kuat. Dalam konteks pencegahan upaya korupsi, pemahaman akan identitas budaya dan pendidikan yang kuat dapat menjadi landasan untuk membentuk karakter yang menolak korupsi.

Berikut adalah beberapa cara di mana konsep ini dapat berkaitan dengan pencegahan korupsi:

  • Pengembangan Karakter Moral: Identitas budaya dan nilai-nilai lokal sering kali mencerminkan norma dan moralitas yang dihormati oleh masyarakat. Dengan mempertahankan dan mengintegrasikan nilai-nilai ini dalam pendidikan, kita dapat membentuk generasi muda dengan karakter moral yang kuat, termasuk sikap menolak terhadap korupsi.
  • Pemberdayaan Komunitas: Mempertahankan identitas budaya dan bahasa seringkali berarti memberdayakan komunitas lokal. Dengan memberdayakan komunitas, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih adil dan berkeadilan, yang pada gilirannya dapat mengurangi kesempatan dan dorongan untuk terlibat dalam tindakan korupsi.
  • Kritis Terhadap Pengaruh Asing yang Merugikan: Dengan menjaga bahasa, pendidikan, dan kebudayaan sendiri, masyarakat menjadi lebih sadar terhadap pengaruh asing yang mungkin merusak nilai-nilai lokal. Kesadaran ini dapat membantu mencegah terjadinya korupsi yang mungkin muncul sebagai dampak negatif dari pengaruh eksternal.
  • Pendidikan Anti-Korupsi: Memasukkan prinsip-prinsip anti-korupsi dalam kurikulum pendidikan lokal dapat menjadi langkah penting. Dengan demikian, generasi muda akan dilengkapi dengan pemahaman yang kuat tentang bahaya korupsi dan pentingnya menjaga integritas.

Pentingnya memahami dan melestarikan identitas budaya, bahasa, dan pendidikan lokal sesuai dengan visi Ki Hadjar Dewantara dapat menjadi dasar untuk menciptakan masyarakat yang lebih kuat dan bersih dari korupsi..

Metafora Pendidikan: Kabudan/Pawiyatan - Sistem Asrama dan Pendidikan Biarawan/I

Ki Hadjar Dewantara menggunakan metafora Kabudan/Pawiyatan sebagai bagian dari konsep pendidikan yang diusungnya. Metafora ini mengacu pada sistem asrama dan pendidikan biarawan yang diterapkan dalam tradisi kebudayaan Jawa. Berikut adalah pemahaman metafora ini:

  • Kabudan/Pawiyatan:
    Kabudan: Mengacu pada suatu wilayah atau asrama tempat pendidikan berlangsung.
    Pawiyatan: Mengacu pada pendidikan formal yang diberikan dalam suatu komunitas atau asrama.
  • Sistem Asrama:
    Pendidikan dalam suasana asrama menciptakan lingkungan di mana siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan akademis tetapi juga terlibat dalam pembentukan karakter dan nilai-nilai moral.
    Sistem asrama menekankan kehidupan bersama, kerjasama, dan kedisiplinan dalam pembelajaran sehari-hari.
  • Pendidikan Biarawan/I:
    Menggambarkan pendidikan yang mencakup aspek spiritual dan moral, mirip dengan pendidikan yang diterima oleh biarawan atau pertapa.
    Fokus pada pengembangan karakter, disiplin diri, dan pengabdian kepada masyarakat.

Metafora ini mencerminkan visi pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang holistik, mencakup aspek intelektual, moral, dan spiritual. Sistem asrama di Kabudan/Pawiyatan tidak hanya menjadi tempat pembelajaran formal tetapi juga menjadi komunitas tempat siswa dapat tumbuh dan berkembang secara menyeluruh.

Pentingnya metafora ini adalah untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga memiliki karakter dan moralitas yang kuat, serta memiliki dedikasi untuk melayani masyarakat. Ini adalah konsep integral dalam pendidikan yang diusung oleh Ki Hadjar Dewantara untuk membangun generasi yang memiliki nilai-nilai luhur dan tanggung jawab sosial

Penutup: Memahami dan Menerapkan Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Dalam penelusuran konsep-konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara, terutama melalui Panca Darma, Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, Kemerdekaan Belajar, konsep "Taman", Tri Rahayu, Sistem Among, Tri Sentra Pendidikan, dan Trikon Pendidikan, kita mendapati fondasi kuat untuk mendukung pencegahan korupsi melalui pendidikan.

Konsep-konsep tersebut tidak hanya menekankan pengembangan intelektual, tetapi juga pembentukan karakter yang berintegritas, kritis, dan bertanggung jawab. Pendidikan yang berakar pada nilai-nilai kebangsaan, moral, dan kemanusiaan dapat menjadi benteng yang efektif dalam melawan godaan korupsi.

Dengan mengaplikasikan asas-asas ini, diharapkan generasi muda dapat tumbuh menjadi pemimpin yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki moralitas tinggi dan kepedulian terhadap kepentingan bersama. Pendidikan, sebagai perpaduan antara keluarga, sekolah, dan masyarakat, memiliki peran sentral dalam membentuk masyarakat yang bersih, berintegritas, dan tahan terhadap korupsi. Dengan demikian, pencegahan korupsi bukan hanya tugas lembaga pemerintah, tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama untuk menciptakan perubahan positif dalam masyarakat.

REFERENSI:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun