Mohon tunggu...
Alif Akhtar_
Alif Akhtar_ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Alif Akhtar Hasan-Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalinaga-20107030150

Alif Akhtar Hasan-Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalinaga-20107030150

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekolah Tinggi-tinggi, Kok Malah Jadi Ibu Rumah Tangga Sih?

30 Juni 2021   02:17 Diperbarui: 30 Juni 2021   11:01 1629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://djatinangor.com/2020/03/08/stigma-masyarakat-membuat-ibu-rumah-tangga-dipaksa-memiliki-mental-sekuat-baja/

Bukankah kita sering menjumpai anak SMP dan SMA yang begitu bebas menggunakan media sosial dengan anggapan toh orang tuanya tak akan tahu. Yes, si ibu anak tersebut memang termasuk gagap teknologi sehingga tak bisa mengimbangi perkembangan teknologi informasi.

Di sinilah peran pentingnya pendidikan tinggi untuk para perempuan. Perempuan yang akan menjadi ibu, pendamping dan teman untuk anak-anak. Bahwa membesarkan anak-anak di era yang begitu kompleks butuh ibu, dan orang tua yang bijak serta dapat berpikir cepat. Ibu yang arif dan memiliki pengalaman hidup yang luas. 

Pengalaman yang akan didapat bila ia menempuh pendidikan tinggi, perempuan dan sekolah tinggi itu harus. Intinya pendidikan perempuan juga sama pentingnya dengan laki-laki.

Lulus kuliah itu TIDAK mudah, dan merupakan sebuah pencapaian penting dalam hidup.

Di universitas, seseorang diajarkan untuk membentuk jati dirinya, membaca banyak buku, membuat perencanaan, mengembangkan sebuah proyek, interaksi, presentasi, bekerja sama dalam kelompok, mengemukakan pendapat secara sopan, memprioritaskan kepentingan, membuat laporan, berstrategi, manajemen waktu, riset, berpikir kritis dan sistematis, menjadi kreatif, cek ulang fakta, mencerna data, mengambil keputusan, kepemimpinan, team-building, skill berorganisasi, dan diharuskan menyelesaikan sebuah proyek hingga selesai.

Perempuan harus berpendidikan karena mereka adalah titik utama generasi selanjutnya dan mereka adalah penentu kemajuan bangsa. Dari merekalah akan lahir generasi yang IPTEK dan IMTAQ. 

Mereka adalah kunci keberhasilan generasi selanjutnya. Seorang anak akan memiliki 75% IQ dari sang ibu dan 25% dari sang ayah berdasarkan teori hereditas. Oleh karena itulah, salah satu cara untuk meningkatkan kualitas generasi selanjutnya adalah dengan meningkatkan IQ, EQ, dan SQ sang ibu.

Dan istri yang berpendidikan tinggi dapat menjadi sosok pendukung yang tangguh bagi suaminya. Selain itu, keahlian-keahlian diatas akan sangat berguna dalam menjalankan rumah tangga dan membesarkan anak.

So, Masihkah kita berpikir bahwa menjadi perempuan tak perlu sekolah tinggi. Atau masihkan terbersit penyesalan di hati ketika melihat ijazah yang tersimpan rapi dan hanya menjadi ibu rumah tangga biasa? Untuk apa sekolah tinggi kalau akhirnya hanya jadi ibu rumah tangga mengurus anak dan keluarga?

Dan, tempekah kalian, jauh sebelum cibiran tentang perempuan dan sekolah tinggi ini meluas, Raden Ajeng Kartini sudah menulis. Ia dengan terang benderang menyatakan bahwa perempuan harus sekolah, dan emansipasi seperti yang digaungkan Ibu Kartini itu, tak melulu tentang perempuan bekerja seperti yang selama ini sering tersiar.

"Apabila kami disini minta, ya mohon, mohon dengan sangat supaya diusahakan pengajaran dan pendidikan bagi anak-anak perempuan, bukanlah karena kami hendak menjadikan anak-anak perempuan menjadi saingan orang laki-laki dalam perjuangan hidup ini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun