Mohon tunggu...
Alif Akhtar_
Alif Akhtar_ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Alif Akhtar Hasan-Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalinaga-20107030150

Alif Akhtar Hasan-Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalinaga-20107030150

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekolah Tinggi-tinggi, Kok Malah Jadi Ibu Rumah Tangga Sih?

30 Juni 2021   02:17 Diperbarui: 30 Juni 2021   11:01 1629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://djatinangor.com/2020/03/08/stigma-masyarakat-membuat-ibu-rumah-tangga-dipaksa-memiliki-mental-sekuat-baja/

Sebelum menyelam lebih jauh, mari kita samakan dulu persepsi tentang sekolah. Sekolah yang akan dibahas adalah sekolah tinggi, bukan pendidikan dasar seperti Sekolah Dasar hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.

Sekolah dalam artian pendidikan dasar tak perlu diulas karena merupakan hak seluruh warga negara yang diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 31. Itu artinya, itu termasuk HAM atau sudah menjadi hak bagi setiap warga negara termasuk perempuan untuk mengenyam pendidikan sekolah dasar. Tidak ada pengecualian untuk hal ini. Titik, nggak pakai koma.

Sekarang mari kita bicarakan tahap pendidikan lebih lanjut. Pendidikan tinggi dengan berbagai variannya dan jenisnya. Ada pendidikan formal, informal, dan nonformal. 

Ada akademi, sekolah tinggi, perguruan tinggi negeri maupun swasta atau universitas dan institut, serta jenjang pendidikan mulai dari diploma, sarjana, magister hingga doktor.

Saat ini, masih banyak orang yang melihat pendidikan atau sekolah sebagai formalitas untuk mendapatkan ijazah. Karena itu wajar bila kemudian sekolah tinggi diartikan sebagai tahapan untuk mencari pekerjaan. 

Artinya, bila mau bekerja di sektor formal, maka harus sekolah tinggi dulu. Itu pun sebaliknya. Bila sekolah tinggi, berarti seseorang sedang merencanakan untuk mengambil pekerjaan formal.

Perempuan yang melanjutkan pendidikan pun akan diasosiasikan sebagai perempuan yang sedang mempersiapkan diri untuk mendapatkan pekerjaan formal. Dan pada titik inilah kemudian timbul berbagai pendapat seperti yang muncul di awal tulisan. "Jadi perempuan untuk apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya di rumah juga."

Dan kadang diam-diam pertanyaan serupa justru datang dari dalam diri sendiri. Ketika jenuh melanda, lalu pemikiran tentang eksistensi menyapa. Ketika mata tertumbuk pada berkas ijazah yang duduk manis di laci meja, dan saat pikiran menerawang ke arah dunia masa depan yang sebentar lagi akan berjumpa.

"Untuk apa saya sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya saya di rumah juga?"

Terlepas apakah seorang perempuan memilih berkarir di luar rumah atau hanya mengurus rumah tangga, semua sepakat bahwa perempuan juga punya peran ganda. Pada satu waktu, perempuan akan menjadi istri, ibu, serta menjadi pribadi mandiri untuk dirinya.

Namun, pada waktu yang lain mereka juga bisa mengambil posisi sebagai wanita karir, pekerja keras dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun