Mohon tunggu...
Aliefia Diwandana
Aliefia Diwandana Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa jurusan Psikologi UIN Maliki Malang angkatan 2013

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Kupikir Itu Menyenangkan

27 Mei 2016   06:18 Diperbarui: 27 Mei 2016   07:26 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ketika sampai di sekolah, wajah anak-anak seangkatanku selalu tersenyum mengejek ketika aku lewat. Ini pada kenapa semua sih, bajuku kotor ta apa gimana? Aku memperhatikan sekujur tubuhku dan tidak ada yang aneh, sampai ketika aku melihat salah satu temanku Heri membawa buku harianku dan diangkat ke udara. “Ya ampun, dia keren banget pas lagi lihat ke samping. Apa dia suka juga denganku ya Tuhan? Sampai-sampai dia selalu meletakkan tangannya di atas bangku milikku?” Aku langsung berlari dan meraih buku harianku, “Weits, sabar dong putri idola. Ini nih kukembaliin deh. Tapi aku nggak nyangka ternyata kamu suka sama Raka ya, eh nggak Raka doang sih. Di buku itu ditulis kamu juga sempat nge fans sama Toni, Kiki, sama Bayu. Wah banyak banget sih kamu sukanya.” Aku merebut paksa dan segera berlari masuk ke dalam kelas. Di dalam kelas, pacar Raka melihat ke arahku dengan tatapan nggak suka, seakan-akan berkata “Raka itu milikku. Kamu nggak selevel denganku cewek bodoh.” Tidak hanya pacar Raka, ada 3 temanku cewek lagi yang mereka terkenal kalau sedang mengincar Kiki dan Bayu pun langsung mengintrogasiku waktu solat dhuhur, “Oh kamu jadi juga suka Kiki sama Bayu ya?” Aku hanya menggeleng, “Cuman suka aja liat cowok pinter. Sekedar itu aja sih. Nggak sampe suka banget kayak ke Raka kok.” Aku benar-benar merasa dipermalukan, ini kehidupan pribadiku. Kenapa dia seenaknya membuka diary milikku dan membaca serta membagi-baginya dengan anak-anak yang lain? Cowok kok mulut bebek.

Selain mereka, Raka pun benar-benar menjauh dariku. Dia tidak pernah berbicara lagi denganku sejak saat Heri membuka diaryku. Hanya karena ini, hanya karena aku menulis tentang Raka, semuanya jadi seperti ini. Semua orang menjadi berubah ketika melihatku, yang awalnya jijik jadi semakin tidak suka padaku. Cobaan apalagi ya Tuhan, cukup. Masih ada 1 tahun lagi yang harus kulalui sebelum aku berpisah dari orang-orang ini.

Okay, tidak hanya perlakuan dari temanku yang seperti itu, guruku bahasa indonesia pun ikut memperlakukanku bak sampah masyarakat. “Kamu Nada kan ya?” “Iya bu saya Nada.” “Itu kamu punya adek kecil di sekolah ini?” “Iya bu, adek saya yang pertama kelas 3 disini, yang kecil kelas 2.” “Oh bener berarti itu ibu kamu ya yang selalu nunggu adek-adekmu di duduk2an depan sekolah? Pake kacamata kan ibu kamu?” “Iya bu, itu ibu saya.” “Oh tolong bilangin ibu kamu ya, jangan suka jadi ibu-ibu penggosip di depan sekolah, nggak ada yang ngelarang buat nungguin anak-anaknya pulang sekolah, tapi kalo nggosip di depan sekolah, sampe ada tamu yang denger kalo pas mau ke sekolah kan ya imagenya sekolah jelek jadinya kalo ada ibu-ibu macem ibu kamu.” Deg! Kali ini aku benar-benar marah, aku metolerir siapapun yang mengejekku, tapi tidak dengan ibuku. “Maksud ibu? Ibu saya nggak pernah nggosip bu. Kalo memang ibu saya lagi ngomongin orang lain, mungkin saja itu hal penting. Kalo ibu cuman denger separuh aja nggak usah bikin komentar yang menjelekkan gitu bu.” Baru kali ini aku berani melawan guru, ibu guru itu kaget melihat perilakuku. Mungkin dikira aku anak yang diem dan menerima apapun perkataan guru, mungkin iya kalau yang dikritik aku tapi kali ini yang dikritik ibuku dan aku tidak suka ada siapapun yang menjelekkan ibuku.

Setelah aku berkata seperti itu, guruku itu tidak pernah lagi berkata hal jelek tentang ibuku tetapi pandangan anak-anak terhadapku semakin jelek. Sudah menjijikkan, suka sama banyak cowok, sekarang melawan guru. Lengkap sudah. Eh? Lengkap? Belum selesai lho ini semua kawan.

Beranjaklah kami semua ke kelas enam, wah 1 tahun lagi lulus, yeay! Aku berharap aku bisa berkata seperti itu kawan. Di tingkat ini, aku pertama kalinya mendapatkan tamu bulanan. Ya, kalian semua pasti tahu apa itu. Dengan munculnya hal tersebut, semakin bertambahlah bau keringat, bulu di ketiak dan lain sebagainya. Anak-anak remaja pasti paham dengan hal ini. Aku yang baru mengalami hal ini, masih bingung cara mengatasi bau keringat milikku. Ibu juga belum memberi petunjuk apapun perihal ini, jadi aku masih benar-benar bau kencur saat itu. Oh iya, aku belum bilang ya kalau aku sekelas dengan 3 orang yang tadi kuanggap teman dekatku tadi? Ya, tahun ini aku berhasil sekelas dengan mereka lagi. Lanjut ke masalah tadi, kami semua sehabis olahraga.

Aku sangat sadar dengan bau kerigatku tapi tidak kuanggap jadi masalah jadi aku tidak habis pikir perihal itu. Tetapi berbeda dengan temanku kebanyakan, mereka masih belum mendapatkan tamu mereka jadi keringat mereka tidak se “bau” milikku karena istilahnya mereka belum puber. Hal ini pun dijadikan bahan bully oleh mereka, “Eh eh si bau kecut masuk kelas nih. Aduh baunya menyebar kemana-mana. UH.” Aku hanya bisa diam melihat perilaku mereka yang semakin parah setiap harinya. Minggu depannya, aku minta ibuku untuk membelikanku roll-on untuk mengurangi bau keringat dan tau apa kata mereka? “Wah! Tepuk tangan! Bau Kecut sadar sama bau badannya sendiri wah!” Aku masih menahan trus ucapan kasar mereka sampai aku gatau sudah berapa kali berusaha memadamkan amarahku dan tidak membuat masalah untuk orang tuaku.

Sampai suatu saat, aku tidak sengaja menjatuhkan barang mahal milik salah satu temanku yang kaya raya. Barang itu lecet dan dia minta ganti rugi penuh. Aku tanya harganya dan harganya hampir sama dengan harga spp-ku sebulan, ya Tuhan orang tuaku apa punya duit segitu, batinku. Aku minta maaf dan menjelaskan keadaanku dan tidak didengar olehnya. Sampai ibuku yang meminta maaf langsung ke orang tuanya dan mereka memaafkanku. Untunglah kali ini masalah terselesaikan, begitu pikirku. Setelah itu, semua orang langsung menjaga barang-barang mahalnya dan dijauhkan dari pandanganku, takut kurusak atau bagaimana entahlah. Hal ini membuatku muak, sangat muak. Aku ingin berteriak ke mereka satu persatu tetapi aku bukan anak ornag berada dan jika aku membuat masalah, kasihan orang tuaku.

Masalah mereda, teman-temanku sudah lumayan berubah meski tidak sepenuhnya. Aku pun masih memendam dendam pada masing-masing dari mereka yang pernah menjelek-jelekkanku. Suatu saat, temanku yang bernama Fitri bertanya padaku, “Kamu kalau disuruh milih, milih Raka apa Zaki?” Aku berpikir keras, mungkin aku bisa menghilangkan pikiran anak-anak tentang aku masih suka pada Raka yang notabenenya sudah punya pacar, akhirnya aku memilih Zaki, tapi yah you know what? You can’t pleasure everyone, everyone will always think to find a way to bring you down. Fitri langsung berteriak di kelas, weh Nada sekarang udah suka sama Zaki rek! Keren, cepet banget berubahnya, Nad.” Hal tersebut sontak disambut ramai oleh lainnya, banyak yang dengan nada senang plus mengejek. Aku pikir memang ini takdirku masuk ke sekolah ini kali ya. Tuhan sayang banget sama Nada kayaknya ya.

Saking udah dendamnya sama mereka, aku buat janji sama Tuhan. Ya Tuhan, Engkau yang paling tahu gimana susahnya Nada bertahan selama 3 tahun ini. Tolong bantu Nada buktiin kalau UAN nanti, Nada bisa kalahin anak-anak sok yang udah nyakitin Nada. Buat mereka menyesal udah jelek-jelekkin Nada. Buat mereka liat kalau Nada bakal masuk SMP dengan mudah dan tinggal tunjuk aja ya Tuhan. Amin. Doaku jelek ya? Aku nggak ada kepikiran hall itu, cuman bicara di batin pas tiap solat saking mangkelnya sama mereka.

Anak-anak sudah mulai fokus ke ujian, tidak ada olokan setiap hari seperti dulu. Masing-masing berusaha untuk mendapatkan nilai yang bagus saat ujian agar masuk ke SMP yang mereka inginkan. UAN selesai dan pembagian nilai pun akhir datang. Aku tidak berharap tinggi dengan nilaiku, aku hanya merasa bisa menjawab dan hanya itu saja. Ternyata terbukti, doaku didengar oleh Yang Maha Kuasa. Aku menduduki peringkat 3 besar dari satu angkatan di sekolahku. Orang tuaku mendengar hal itu pun terharu dan sangat bangga. Aku tidak pernah berfikir bahwa aku akan berhasil seperti ini. Setelah itu pun, aku berhasil masuk di SMP yang kuinginkan dan hanya dengan tunjuk jari saja mana sekolah yang akan kupilih.

Ketika mengalami flashback itu, kupikir jika saja aku berbelok ke arah yang salah mungkin aku tidak akan menjadi apa aku yang sekarang ini. Jika saja aku tidak menahan emosiku waktu itu, orang tuaku benar-benar akan mengalami masalah besar. Setidaknya aku sadar, Tuhan benar-benar masih sayang pada Nada. Aku tahu bully itu adalah masalah besar di negara ini tapi tidak pernah ada pihak yang berusaha untuk mencari dan menggali lebih dalam masalah itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun