Di tengah maraknya jajanan modern yang menjamur di Banjarmasin, kehadiran kue bingka berandam tetap menjadi simbol cita rasa klasik yang tak tergantikan. Kue ini menjadi salah satu “wadai” tradisional khas Banjar yang masih setia diproduksi oleh sejumlah pelaku usaha kecil di kota ini. Dengan teksturnya yang lembut dan manis alami, bingka berandam bukan sekadar makanan, melainkan bagian dari identitas budaya masyarakat Banjar yang diwariskan turun-temurun.
Berbeda dengan varian bingka kekinian yang hadir dengan aneka rasa seperti keju, cokelat, atau tape, bingka berandam mempertahankan kesederhanaannya. Bahan-bahannya pun sangat tradisional—tepung terigu, telur, santan, dan gula—yang kemudian direndam dalam kuah manis gurih. Proses “berandam” inilah yang membuatnya unik, karena menciptakan perpaduan rasa lembut dan legit yang khas, membuat siapa pun yang mencicipinya akan langsung mengenali cita rasanya sebagai warisan kuliner Banjar sejati.
Salah satu pelaku usaha kecil di Banjarmasin mengungkapkan bahwa usaha pembuatan bingka berandam ini telah berjalan lebih dari enam tahun. Produksinya dilakukan di rumah dengan bantuan beberapa pekerja, dan seluruh proses masih menggunakan cara tradisional. Tidak banyak perubahan dilakukan, karena konsumen justru mencari rasa otentik yang mengingatkan pada masa lalu. Kualitas bahan dan konsistensi rasa menjadi kunci agar pelanggan tetap setia, terutama menjelang bulan Ramadhan, ketika permintaan meningkat tajam.
Meski menjadi bagian dari kuliner legendaris, para pembuat bingka berandam menghadapi tantangan dalam menjaga eksistensi produk ini. Daya tahan kue yang tidak lama membuat distribusinya terbatas, sementara pasar kini lebih menyukai produk yang bisa bertahan lama atau dikirim ke luar daerah. Selain itu, promosi masih banyak dilakukan secara sederhana dari mulut ke mulut, tanpa banyak memanfaatkan media sosial atau platform digital. Padahal, dengan strategi pemasaran modern, bingka berandam berpotensi menjadi oleh-oleh khas yang tak kalah dengan kue kekinian.
Namun, di balik keterbatasan itu, usaha bingka berandam tetap memberikan dampak sosial dan ekonomi positif bagi masyarakat sekitar. Produksi skala rumahan membuka lapangan kerja kecil bagi warga setempat dan membantu perekonomian keluarga. Tak hanya itu, pelaku usaha juga menunjukkan kepedulian lingkungan dengan menjaga kebersihan area produksi dan meminimalisir limbah bahan makanan.
Keberadaan usaha bingka berandam menjadi bukti bahwa tradisi dan ekonomi lokal bisa berjalan berdampingan. Di tengah derasnya arus modernisasi, cita rasa klasik seperti bingka berandam layak dipertahankan sebagai warisan kuliner Banjar yang bukan hanya mengenyangkan, tetapi juga menyimpan nilai budaya dan kebersamaan. Dengan dukungan masyarakat dan pemerintah daerah, kue ini berpotensi menjadi ikon kuliner yang memperkuat identitas Banjarmasin sebagai Kota Seribu Sungai sekaligus pusat tradisi kuliner Kalimantan Selatan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI