Pentingnya Mempelajari Manajemen Keuangan Islam dan Urgensinya Bagi Lembaga Dakwah
 Oleh Ali Aminulloh
1.1. Konsep Dasar Manajemen Keuangan  Islam
Manajemen keuangan syariah merupakan sistem pengelolaan keuangan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam, yaitu keadilan, transparansi, dan kemaslahatan. Konsep ini mengacu pada ajaran bahwa manusia hanya sebagai khalifah di bumi yang bertanggung jawab atas pengelolaan harta sesuai dengan syariat Islam (Zain, 2020). Dalam sistem ini, aspek kepemilikan harta tidak bersifat mutlak, melainkan sebagai amanah yang harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat. Oleh karena itu, prinsip dasar keuangan Islam melarang praktik-praktik yang dapat merugikan atau menzalimi salah satu pihak dalam transaksi, seperti riba (bunga), gharar (ketidakpastian yang berlebihan), dan maysir (spekulasi) (Suryani & Kurniawan, 2021).
Selain itu, manajemen keuangan syariah menekankan pentingnya keadilan dalam distribusi ekonomi. Islam mengajarkan bahwa kekayaan tidak boleh hanya berputar di kalangan tertentu saja, melainkan harus didistribusikan secara adil melalui mekanisme zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) (Alim, 2022). Salah satu bentuk konkret dari konsep ini adalah sistem bagi hasil dalam transaksi bisnis, seperti akad mudharabah dan musyarakah. Dengan sistem ini, pihak yang memberikan modal dan pihak yang menjalankan usaha sama-sama berbagi keuntungan maupun risiko, berbeda dengan sistem konvensional yang hanya memberikan keuntungan sepihak kepada pemberi modal (Zain, 2020).
Dalam praktiknya, konsep keuangan syariah ini telah diterapkan dalam berbagai sektor ekonomi, termasuk di lembaga-lembaga keuangan Islam, perusahaan berbasis syariah, serta lembaga sosial Islam seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) (Prabowo & Syah, 2022). Sebagai contoh, pengelolaan dana wakaf produktif oleh BAZNAS memungkinkan pengembangan aset wakaf menjadi sumber dana berkelanjutan untuk program sosial dan pendidikan (Ismail & Asmara, 2023). Dengan demikian, manajemen keuangan syariah tidak hanya memberikan solusi finansial yang lebih adil, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan sosial dalam jangka panjang (Suryani & Kurniawan, 2021).
Contoh konkret lainnya adalah pengelolaan dana haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang menginvestasikan dana calon jamaah haji ke instrumen keuangan syariah, seperti sukuk dan deposito syariah. Ini menunjukkan bahwa prinsip manajemen keuangan Islam tidak hanya relevan dalam bisnis, tetapi juga dalam pengelolaan dana publik untuk kepentingan umat. Dengan penerapan yang baik, konsep keuangan syariah mampu menjadi alternatif sistem keuangan yang lebih etis, stabil, dan inklusif dibandingkan sistem konvensional (El-Din, 2008).
 1.2. Peran Manajemen Keuangan Islamdalam Lembaga Dakwah
Lembaga dakwah membutuhkan sistem keuangan yang sehat untuk memastikan keberlanjutan operasional dan efektivitas dalam menjalankan program-program keagamaannya. Salah satu peran utama manajemen keuangan syariah dalam lembaga dakwah adalah membantu pengelolaan dana dengan prinsip amanah dan transparansi (Prabowo, 2022). Dalam Islam, harta yang dikelola oleh lembaga dakwah harus dipertanggungjawabkan dengan jelas agar tidak terjadi penyalahgunaan dana yang dapat mengurangi kepercayaan masyarakat (Ismail & Asmara, 2023).
Selain itu, manajemen keuangan syariah memungkinkan lembaga dakwah untuk mengoptimalkan sumber dana dari berbagai instrumen keuangan Islam. Sebagai contoh, lembaga dakwah dapat memanfaatkan dana zakat, infak, dan wakaf sebagai sumber pembiayaan program sosial dan pendidikan. Dengan manajemen keuangan yang baik, dana ini dapat dialokasikan secara strategis, seperti untuk pembangunan masjid, beasiswa pendidikan bagi santri, atau pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat kurang mampu (Prabowo & Syah, 2022).
Salah satu bentuk konkret implementasi keuangan syariah dalam lembaga dakwah dapat dilihat dalam model wakaf produktif yang diterapkan oleh Dompet Dhuafa. Lembaga ini mengembangkan berbagai usaha berbasis syariah, seperti pertanian wakaf dan rumah sakit berbasis wakaf, yang hasil keuntungannya digunakan untuk kegiatan sosial (Ismail & Asmara, 2023). Dengan model ini, lembaga dakwah tidak hanya bergantung pada donasi masyarakat, tetapi juga memiliki sumber pendanaan yang berkelanjutan untuk mendukung program dakwah dan kesejahteraan umat.
Selain Dompet Dhuafa, keberhasilan serupa juga dapat ditemukan dalam program "Bank Wakaf Mikro" yang dikembangkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Program ini memberikan akses pembiayaan berbasis syariah kepada usaha mikro yang dikelola oleh pesantren atau lembaga dakwah, sehingga mereka dapat membangun kemandirian ekonomi. Dengan demikian, manajemen keuangan syariah dalam lembaga dakwah tidak hanya berfungsi sebagai sistem pengelolaan dana, tetapi juga sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi bagi umat Islam (El-Din, 2008).
1.3. Tantangan dan Peluang Implementasi Keuangan Islam dalam Lembaga Dakwah
Salah satu tantangan utama dalam implementasi keuangan syariah di lembaga dakwah adalah rendahnya literasi keuangan syariah di kalangan pengelola organisasi keagamaan. Banyak lembaga dakwah masih menggunakan sistem keuangan konvensional yang tidak selalu sesuai dengan prinsip syariah, sehingga menimbulkan risiko terjadinya praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam (Suryani & Kurniawan, 2021). Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia yang memahami akuntansi syariah sering kali menjadi hambatan dalam menyusun laporan keuangan yang sesuai dengan standar syariah.
Namun, di sisi lain, meningkatnya dukungan pemerintah terhadap pengembangan keuangan syariah menjadi peluang besar bagi lembaga dakwah untuk lebih mengoptimalkan manajemen keuangan mereka. Pemerintah Indonesia, melalui Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), telah mendorong berbagai program untuk memperkuat sektor keuangan Islam, termasuk melalui penguatan peran lembaga zakat dan wakaf dalam pembangunan ekonomi umat (Prabowo & Syah, 2022).
Selain itu, perkembangan teknologi finansial syariah (Islamic fintech) juga membuka peluang baru bagi lembaga dakwah untuk menggalang dana dengan lebih efisien. Platform crowdfunding syariah, seperti Kitabisa dan BAZNAS Digital, memungkinkan masyarakat untuk berdonasi secara transparan dan akuntabel (Zain, 2020). Dengan demikian, lembaga dakwah dapat lebih mudah mengakses sumber pendanaan baru tanpa harus bergantung pada cara-cara tradisional yang sering kali terbatas cakupannya.
Keberhasilan penerapan keuangan syariah dalam lembaga dakwah juga dapat dilihat dari inisiatif BAZNAS dalam mengelola zakat dan wakaf secara produktif. BAZNAS telah mengembangkan berbagai program ekonomi berbasis syariah, seperti pemberdayaan UMKM melalui dana zakat dan investasi wakaf dalam sektor pertanian. Program ini tidak hanya membantu masyarakat miskin, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih berkelanjutan dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah (Prabowo, 2022).
Â
1.4. Studi Kasus Keberhasilan Lembaga Dakwah dalam Menerapkan Keuangan Islam
Salah satu contoh nyata keberhasilan penerapan keuangan syariah dalam lembaga dakwah adalah Dompet Dhuafa. Lembaga ini telah menerapkan konsep wakaf produktif dalam berbagai aspek pengelolaan keuangan mereka. Wakaf produktif adalah skema di mana harta wakaf tidak hanya disimpan, tetapi juga diinvestasikan dalam sektor produktif yang halal dan sesuai dengan syariah (Prabowo & Syah, 2022). Melalui strategi ini, Dompet Dhuafa berhasil mengelola dana umat secara lebih efektif, misalnya dalam pengelolaan Rumah Sakit Rumah Sehat Terpadu yang didanai dari hasil investasi wakaf. Model ini memungkinkan dana umat tidak hanya digunakan untuk bantuan sosial sesaat, tetapi juga menciptakan dampak jangka panjang bagi kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, Rumah Zakat juga menjadi salah satu lembaga dakwah yang berhasil menerapkan manajemen keuangan syariah dalam sistem operasionalnya. Rumah Zakat memanfaatkan berbagai sumber dana syariah, seperti zakat, infak, dan wakaf, yang kemudian dialokasikan ke berbagai program pemberdayaan ekonomi berbasis syariah (Prabowo, 2022). Salah satu inovasi mereka adalah Desa Berdaya, yaitu konsep pembangunan desa berbasis dana zakat dan wakaf yang digunakan untuk membangun infrastruktur sosial, pendidikan, serta meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Model ini menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan syariah dalam lembaga dakwah dapat memberikan dampak ekonomi yang berkelanjutan bagi umat Islam..
Contoh lainnya adalah LAZISMU (Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah), yang telah menerapkan sistem investasi berbasis syariah dalam pengelolaan dana umat. Dana yang dikelola tidak hanya disalurkan dalam bentuk bantuan konsumtif, tetapi juga diinvestasikan dalam sektor-sektor produktif, seperti pembiayaan UMKM berbasis akad syariah (mudharabah dan musyarakah) (Ismail, 2010). Sebagai contoh, LAZISMU telah mendanai proyek pertanian berbasis syariah di beberapa daerah, di mana hasil pertanian tersebut tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan lokal, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan para petani. Model ini menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan yang baik dapat mendukung dakwah Islam sekaligus memberdayakan masyarakat secara ekonomi.
Keberhasilan lain dalam implementasi keuangan syariah dalam dakwah dapat ditemukan dalam program Bank Wakaf Mikro (BWM) yang dicanangkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Program ini menyediakan akses pembiayaan mikro berbasis syariah bagi masyarakat kurang mampu, terutama di lingkungan pesantren dan lembaga dakwah (El-Din, 2008). Dengan menggunakan akad-akad syariah, seperti qardhul hasan (pinjaman tanpa bunga) dan murabahah (jual beli dengan margin keuntungan), Bank Wakaf Mikro berhasil mendorong kemandirian ekonomi
Jawablah pertanyaan di bawah ini :
Apa prinsip-prinsip dasar yang menjadi landasan manajemen keuangan syariah dalam Islam, dan bagaimana penerapannya dalam pengelolaan harta umat?
Bagaimana peran manajemen keuangan syariah dalam lembaga dakwah, terutama dalam pengelolaan dana zakat, infak, dan wakaf untuk program sosial?
Apa tantangan utama yang dihadapi oleh lembaga dakwah dalam menerapkan manajemen keuangan syariah, dan bagaimana teknologi finansial syariah dapat menjadi solusi?
Sebutkan beberapa contoh keberhasilan lembaga dakwah dalam menerapkan manajemen keuangan syariah, seperti Dompet Dhuafa dan Bank Wakaf Mikro!
Mengapa penting bagi lembaga dakwah untuk mengimplementasikan sistem keuangan syariah, dan bagaimana hal itu berkontribusi pada pemberdayaan ekonomi umat?
Referensi
Alim, I. (2022). Keuangan Syariah: Teori dan Praktik dalam Perspektif Islam. Bandung: Penerbit UPI.
El-Din, S. S. (2008). Islamic Finance: Principles and Practice. Cambridge University Press.
Ismail, A. (2010). Manajemen Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.
Ismail, R., & Asmara, R. (2023). "Pengelolaan Dana Wakaf dalam Lembaga Dakwah: Kajian Terhadap Implementasi Sistem Keuangan Syariah." Jurnal Manajemen Dakwah, 5(1), 90-105.
Prabowo, R. (2022). Manajemen Keuangan Syariah dalam Lembaga Dakwah: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Bumi Aksara.
Prabowo, R., & Syah, A. (2022). "Pengelolaan Dana Zakat dan Wakaf dalam Keuangan Syariah di Indonesia." Jurnal Manajemen Keuangan Syariah, 14(1), 89-102.
Suryani, D., & Kurniawan, F. (2021). "Evaluasi Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan Syariah dalam Ekonomi Digital: Studi Kasus Lembaga Keuangan Islam di Indonesia." Jurnal Ekonomi Syariah, 10(3), 143-157.
Zain, S. A. (2020). Manajemen Keuangan Syariah: Prinsip dan Praktik. Jakarta: Penerbit Syariah Press
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI