Mohon tunggu...
ALI AKBAR HARAHAP
ALI AKBAR HARAHAP Mohon Tunggu... Kader HMI

Buat video youtube

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membangun Negeri yang Aman: Antara Doa, Keadilan, dan Tanggung Jawab Bersama

16 Oktober 2025   12:15 Diperbarui: 16 Oktober 2025   12:15 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Negeri yang Aman: Antara Doa, Keadilan, dan Tanggung Jawab Bersama

Oleh: Ali Akbar Harahap, S.Kom., M.Sos.

Setiap bangsa memimpikan negeri yang aman, tetapi sedikit yang menyadari bahwa keamanan bukan hanya soal senjata dan hukum. Ia lahir dari doa, iman, dan keadilan yang dijaga bersama. Negeri bisa tampak damai di permukaan, namun belum tentu aman dalam jiwa warganya. Sebab rasa aman bukan produk kekuasaan, melainkan hasil dari keadilan, kejujuran, dan solidaritas kemanusiaan.

1. Doa dan Amanah: Fondasi Spiritual Negeri yang Aman

Dalam sejarah peradaban, doa Nabi Ibrahim menjadi simbol universal dari harapan akan negeri yang damai:

"Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman dan berilah rezeki kepada penduduknya dari buah-buahan." 

(QS. Al-Baqarah: 126).

Doa ini menggambarkan dua kebutuhan utama umat manusia -  keamanan (al-amn) dan kesejahteraan (rizq). Tanpa keduanya, bangsa akan kehilangan arah dan ketenangan batin. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menulis bahwa keamanan adalah nikmat terbesar setelah iman, sebab tanpanya manusia tak dapat beribadah dengan khusyuk dan membangun kehidupan dengan tenang.

Aman, dalam pandangan Islam, bukan hanya tidak adanya ancaman fisik, melainkan hadirnya ketentraman jiwa yang lahir dari iman dan keadilan. Ayat lain menegaskan:

"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan imannya dengan kezaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itulah yang mendapat petunjuk." (QS. Al-An'am: 82).

Keamanan, dengan demikian, bukan sekadar produk kebijakan, melainkan pantulan dari moral masyarakat yang beriman dan adil.

2. Keamanan dan Keadilan: Pilar Politik dan Pemerintahan

Dalam politik klasik Islam, Ibn Khaldun menegaskan prinsip abadi: al-'adl asasun

 al-mulk - keadilan adalah dasar kekuasaan. Negara yang menegakkan keadilan akan kokoh, sedangkan negara yang menindas rakyatnya akan runtuh, meskipun tampak kuat dari luar.

Keadilan inilah yang menjadi inti keamanan. Ketika hukum dipraktikkan secara jujur dan pemimpin mengayomi rakyatnya, maka kepercayaan tumbuh, dan rasa aman menyebar. Sebaliknya, bila hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas, keamanan akan berubah menjadi ketakutan yang dibungkus ketertiban palsu.

Pemikir modern seperti Amartya Sen (1999) dalam Development as Freedom menjelaskan bahwa keamanan manusia adalah bagian dari kebebasan substantif yang harus dijamin negara. Keamanan sejati tidak bisa dipisahkan dari keadilan sosial dan martabat manusia.

Negeri yang aman bukan berarti negeri tanpa kritik, melainkan negeri yang membiarkan kritik tumbuh tanpa rasa takut. Pemerintah yang bijak tidak menutup suara rakyat, sebab dari keterbukaan itulah lahir stabilitas yang sehat dan demokrasi yang bermartabat.

3. Keamanan Sosial: Gotong Royong dan Etos Jamaah

Emile Durkheim (1893) dalam The Division of Labour in Society menyebut solidaritas sosial sebagai "kekuatan moral yang menjaga keteraturan masyarakat." Bila solidaritas melemah, masyarakat kehilangan arah dan muncul anomie - kekacauan nilai dan hilangnya rasa aman.

Di Indonesia, nilai gotong royong adalah pengejawantahan dari solidaritas itu. Ia bukan sekadar tradisi, melainkan sistem moral yang menumbuhkan rasa aman kolektif. Ketika tetangga saling peduli, masyarakat saling menjaga, dan warga saling menghormati perbedaan, maka keamanan tak lagi menjadi urusan aparat, melainkan hasil partisipasi semua warga.

Konsep ini sejalan dengan etos jamaah dalam ajaran Islam - semangat hidup bersama dan saling menanggung. Nabi SAW bersabda, "Perumpamaan kaum mukminin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi seperti satu tubuh; jika satu anggota tubuh sakit, seluruh tubuh turut merasakannya." (HR. Muslim).

Maka, keamanan sosial bukan semata soal penjagaan fisik, tapi tentang kepedulian yang menular dari hati ke hati.

4. Aman dalam Perspektif Filsafat dan Moral

Dalam ranah filsafat, keamanan memiliki makna lebih dalam. Friedrich Nietzsche dalam Beyond Good and Evil (1886) menulis bahwa manusia modern sering merasa "aman dalam ketakutan, bukan dalam kebebasan." Ia mengkritik masyarakat yang menukar kebebasan moral dengan kenyamanan semu.

Kuntowijoyo (1991) dalam Islam sebagai Ilmu juga menegaskan bahwa masyarakat aman adalah masyarakat yang menempatkan 

nilai-nilai transendental di atas kepentingan material. Aman sejati bukan sekadar tidak ada kekerasan, tapi hadirnya kejujuran, rasa hormat, dan keadilan batin.

Dalam konteks moral, rasa aman tidak mungkin tumbuh di tengah ketidakjujuran. Keamanan sejati lahir dari integritas - dari pemimpin yang jujur, rakyat yang bertanggung jawab, dan budaya publik yang menghargai kebenaran. Bila setiap individu jujur, maka masyarakat aman tanpa perlu banyak pengawasan.

5. Refleksi: Dari Doa Menuju Tindakan

Negeri yang aman tidak turun begitu saja dari langit. Ia harus diperjuangkan. Doa Nabi Ibrahim bukan hanya permohonan spiritual, tetapi juga panggilan etis: agar manusia bekerja sama menciptakan kondisi aman bagi semua.

Dalam konteks kebangsaan Indonesia,

 cita-cita "negeri yang aman" adalah amanah sejarah dan tanggung jawab moral kita bersama. Aman bukan berarti diam, tetapi aktif membangun ruang keadilan. Aman bukan berarti tanpa konflik, tetapi mampu mengelola perbedaan dengan bijak.

Keamanan sejati hanya bisa lahir ketika iman dan keadilan bersatu. Iman tanpa keadilan melahirkan kemunafikan; keadilan tanpa iman melahirkan kekerasan. Maka, negeri yang aman harus berdiri di atas dua kaki: iman yang hidup dan keadilan yang tegak.

Penutup

Negeri yang aman bukan hanya impian Nabi Ibrahim, tetapi cita-cita seluruh manusia. Aman bukan berarti tak ada masalah, tetapi adanya keberanian untuk memperbaiki diri. Ia lahir dari hati yang beriman, pemimpin yang adil, dan rakyat yang saling percaya.

Doa untuk negeri yang aman tidak cukup diucapkan di bibir - ia harus diwujudkan dalam kebijakan, tindakan, dan moral bangsa. Sebab negeri yang benar-benar aman bukan yang dijaga oleh senjata, tetapi yang dijaga oleh keikhlasan, keadilan, dan cinta kasih rakyatnya.

 Mari kita jaga negeri ini dengan iman, akhlak, dan keadilan - karena keamanan sejati tidak datang dari kekuatan, tetapi dari ketulusan kita menjaga satu sama lain.

Referensi

1. Al-Ghazali. Ihya Ulumuddin, Jilid IV. Beirut: Dar al-Ma'rifah, 2005.

2. Ibn Khaldun. Al-Muqaddimah. Kairo: Dar al-Fikr, 2004.

3. Sen, Amartya. Development as Freedom. Oxford University Press, 1999.

4. Durkheim, Emile. The Division of Labour in Society. New York: Free Press, 1893.

5. Kuntowijoyo. Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991.

6. Nietzsche, Friedrich. Beyond Good and Evil. New York: Vintage Books, 1966.

7. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah: 126; Surah Al-An'am: 82.

8. Hadis Riwayat Muslim.

Deskripsi 

Tulisan ini mengupas makna "Negeri yang Aman" secara mendalam dari sisi spiritual, politik, sosial, dan filsafati. Berangkat dari doa Nabi Ibrahim, penulis mengajak pembaca merefleksikan bahwa keamanan sejati bukan hanya urusan aparat atau kekuasaan, melainkan hasil dari iman, keadilan, solidaritas sosial, dan kesadaran moral bersama.

 Kategori

Agama

Sosial & Politik

Filsafat & Pemikiran

Keyword

#NegeriYangAman

#AliAkbarHarahap

#KeadilanSosial

#DoaNabiIbrahim

#EtikaPemerintahan

#GotongRoyong

#KeamananNasional

#FilsafatMoral

#IslamDanKemanusiaan

#RefleksiBangsa

#Kompasiana

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun